NovelToon NovelToon

Who Are You, Girl?

bab 1

Deon Nakula, lelaki berusia 22 tahun yang tampan dan menawan. Ketika teman-teman sebayanya sudah lulus S1 dia masih berjuang dalam skripsinya.

Bukan karena Deon bodoh justru dia adalah anak yang cerdas dan berbakat, hanya saja saat ini dia tengah disibukkan sebagai atlet basket dan juga ojek online. Baginya yang paling penting adalah uang. Sebagai tulang punggung dirinya mengesampingkan impian diri sendiri untuk ibunya yang tengah sakit dan adiknya yang baru mau masuk SMA.

Saat ini Deon sedang mengikuti pertandingan babak final, jika bisa membawa tim nya menang nantinya akan mendapat bonusan. Makanya dia berjuang mati-matian.

Deon pun berusaha untuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal, lelaki yang tengah memegang bola di lapangan itu mulai memainkan permainan yang indah sekalipun keringat sudah membasahi jersey nya. Walau kakinya yang dulu sempat cedera mulai kambuh, tetapi sebagai kapten Deon berusaha yang terbaik.

"Kalau sakit jangan di paksakan!" pekik Najib merasa cemas.

"Aku masih bisa!" balas Deon tak rela menyerah.

Para penonton bersorak menyebut nama Deon, dia memang menjadi idola bagi penggemar basket terlebih untuk para gadis. Selain karena hebat permainannya ketampanan wajah juga sangat berpengaruh.

Akhirnya, usaha yang menahan segala rasa sakit itu membuahkan hasil. Deon bisa membuat kelompoknya memenangkan pertandingan. Walau pada akhirnya di detik terakhir setelah memasukkan bola dia terjatuh dan tidak bisa berdiri.

Tim nya pun langsung mendekat, membantunya berdiri.

Sorak-sorai mulai bergemuruh memenuhi stadion, pelatih dan teman-teman satu grup nya memeluk Deon erat.

"Ah sakit!" pekik Deon ketika ada yang menyenggol kakinya.

"Hey, cedera Deon kambuh! Dasar bodoh!" bentak Najib.

"Ah maaf, aku tidak tahu," timpal Lukman merasa bersalah.

"Tidak apa-apa," jawab Deon meringis.

"Akhirnya latihan keras kita tidak sia-sia, setelah ini aku ingin mentraktir kalian semua makan!" teriak pelatih dengan antusias.

"Hore!" teriak semua pemain sangat senang.

Para pemain dari kedua tim pun saling menjabat tangan, lalu mereka berpamitan.

Deon pun meminta izin pada pelatihnya untuk pulang duluan, walau disayangkan karena tidak bisa ikut makam bersama tetapi mereka tahu jika Deon tengah menjaga ibunya yang sakit.

"Ayoh aku antarkan pulang!" ajak Najib.

"Tidak usah, aku bisa naik taksi. Lagian sekarang acara makan bersama," tolak Deon.

"Palingan nanti masih menunggu setelah memesan, sebaiknya aku antar kamu dulu jadi nanti saat menyusul mereka makanan sudah siap," timpal Najib.

"Terima kasih," ucap Deon tak sungkan segera merangkul pundak Najib yang kokoh.

Deon tipe lelaki kulkas, bicara hanya seperlunya saja. Makanya dia tidak punya teman banyak, sebab Deon tak suka basa-basi untuk sekedar menyapa. Meskipun begitu Deon menjadi lelaki pujaan para wanita, selain karena wajahnya yang tampan juga cerdas, dari SD sampai SMA selalu meraih juara 1. Belum lagi dirinya juga menjadi ketua OSIS dan kapten basket.

Setelah sampai di halaman rumah, Deon yang hendak membuka pintu mobil langsung kaget saat Najib menyerahkan amplop coklat.

"Apa ini?"

"Bonusan pertandingan tadi," jawab Najib.

Deon segera membuka, setelah dihitung jumlahnya duea kali lipat lebih banyak dari yang biasa dia dapatkan.

"Jangan becanda, bonusannya tidak akan sebanyak ini. Lagian juga mana mungkin langsung cair secepat ini?" balas Deon mengembalikan lagi amplop coklat tersebut.

"Aku tahu tahu kamu lagi butuh uang untuk operasi ibumu,ambillah! Anggap saja aku memberi pinjaman, jadi nanti ketika bonusan kita cair akan aku ambil. Sisanya bisa kamu cicil," bujuk Najib.

Deon termangu, sebenarnya dia adalah lelaki yang memiliki harga diri tinggi. Dulu ketika dirinya masih SMA tidak malu kerja serabutan asal bisa makan, dari pada dia harus mengemis ke saudara ayahnya yang jahat dan suka menghina.

"Jangan banyak mikir lagi, kamu bisa mengembalikan saat kamu longgar. Aku bukan lintah darat yang akan memberikan bunga tinggi. Lagian kaki kamu kayaknya semakin parah, kamu harus istirahat, jangan bekerja dan segera selesaikan skripsimu itu!" sergah Najib meletakkan amplop coklat dengan paksa ke tangan Deon.

Hal itu membuat Deon memerah matanya, padahal selama ini dirinya selalu cuek dan menganggap jika Najib orang yang menyebalkan dengan sikap banyak tingkahnya.

"Terima kasih!" ucap Deon.

"Ingat pesanku, segeralah selesaikan skripsimu. Karena aku tahu beban di kedua pundakmu amatlah berat, apalagi dengan kaki cideramu tidak akan mungkin selamanya mengandalkan bermain basket," timpal Najib.

Deon hanya mengangguk, lalu turun ke mobil.

Setelah mobil Najib pergi, diapun langsung masuk ke dalam rumah. Baru membuka pintu, dirinya langsung disambut pelukan adiknya.

"Kakak! Aku berhasil!" teriak Amanda memeluknya erat.

"Aku keringetan belum mandi, lepaskan dulu!" sergah Deon.

"Aku nggak peduli, pokoknya aku bahagia sekali," jerit Amanda saking senangnya.

"Ada kabar baik apa ini?" tanya Deon berdiri pasrah.

"Aku lolos beasiswa ke SMA favorit!"

Deon pun tersenyum, hatinya merasa lega. Walaupun sebenarnya dia sudah memiliki tabungan untuk pendaftaran adiknya, siapa sangka malah Amanda mendapat beasiswa. Yah, Deon sangat bangga pada adiknya. Dia bisa melihat sendiri bagaimana adiknya siang malam belajar keras untuk mendapat nilai yang tinggi.

"Kamu hebat, nanti akan aku belikan hadiah. Oh iya, kamu sudah makan siang belum?"

"Belum, mau masak tapi gas habis," jawab Amanda terkekeh.

"Nggak usah masak, kakak mandi dulu lalu setelah ini kita makan di luar sekalian ke rumah sakit menjenguk ibu!"

"Siap!"

Randu bergegas mandi, dia tak ingin membuang banyak waktu lagi. Setelah makan dengan adiknya dia langsung menuju ke rumah sakit.

Tetapi ibunya malah langsung menangis saat melihat Deon yang berjalan agak pincang.

"Deon, kaki kamu kambuh lagi?" tanya Nurma dengan wajah cemasnya.

"Habis pertandingan, Bu. Berkat doa ibu aku menang, oh iya aku sudah bilang ke dokter kalau ibu hari ini bisa operasi," jawab Deon tenang.

"Kamu dapat uang dari mana? Biaya operasi sangat mahal!" sela Nurma kaget.

"Bonusan pertandingan dan uang tabungan, terlebih lagi Amanda berhasil lolos mendapat beasiswa sehingga uang tabungan untuk biaya pendaftarannya bisa untuk tambahan operasi," balas Deon. Dia sengaja tidak bilang jika uang itu hasil pinjaman dari Najib, karena jika ibunya tahu malah tidak mau dioperasi. Karena kemarin saja saat sakit usus buntunya semakin parah tidak mau diperiksa ke rumah sakit.

Nurma semakin terisak, melihat kedua buah hatinya yang selalu membanggakan dan semangat meski hidup penuh perjuangan.

"Andai ayah kalian masih hidup, pasti nasib kalian tidak akan seperti ini. Maafkan Ibu yang tidak berguna tapi malah selalu menjadi beban untuk kalian," ucap Nurma.

Deon dan Amanda langsung memeluk ibu mereka.

"Ibu jangan berkata seperti itu, siapa bilang Ibu beban? Kalau bukan karena Ibu mana mungkin aku dan kakak bisa lahir ke dunia ini dan bisa tumbuh sehat seperti ini? Semua ini juga berkat ibu yang merawat penuh kasih sayang," bujuk Amanda.

"Ibu, kata dokter setelah di operasi ibu malah tidak akan sakit lagi. Jadi ibu harus berani ya!" timpal Deon.

"Iya," jawab Nurma terharu.

"Ya sudah kalau gitu kami menunggu ibu di luar ya," sela Deon sembari menarik lengan adiknya.

"Deon, kamu harus periksakan kaki kamu juga. Jika tidak ini tak akan bisa tenang!" pinta Nurma memohon.

"Iya, Ibu tenang saja," jawab Deon tersenyum.

Bab 2

Esok harinya Deon menepati janjinya untuk memberikan hadiah, diapun mengajak adiknya ke Mall, melihat senyum Amanda diapun merasa lega. Betapa tahun-tahun ini terasa berat mereka lewati. Selama tiga tahun di SMP, Amanda sama sekali tidak pernah ganti sepatu dan tas. Amanda juga tidak pernah memintanya dan sama sekali tidak mengeluh.

"Kakak kenapa kita ke sini?" tanya Amanda dengan wajah polosnya.

"Beberapa hari lalu kan Kakak bilang mau memberikan kamu hadiah, karena sebentar lagi kamu mulai masuk SMA jadi hadiahnya tas dan sepatu saja ya?" balas Deon.

"Tapi di sini pasti harganya mahal, kita beli di toko pinggir jalan saja," sela Amanda nampak cemas.

"Jangan khawatir, Kakak ada uang kok," bujuk Deon.

Padahal Deon masih sakit kakinya, tetapi demi adiknya dia tetap memaksakan diri untuk berjalan. Dia sesekali meringis, betapa panas dan nyeri setiap otot pada kakinya

"Kakak, aku tahu kakak sakit. Sebaiknya kita pulang saja, aku bisa membeli sendiri kok, nanti kakak cukup beri aku uang," ucap Amanda.

"Tidak, kita sudah terlanjur ke sini jadi harus mendapatkannya. Biar tidak sia-sia kakak menahan sakit ini. Lagian kalau nanti aku beri uang, aku tahu kamu tidak akan jadi membeli malah ditabung," sergah Deon kekeh.

Amanda terdiam, dia adalah anak yang sangat patuh. Tetapi air matanya tiba-tiba menetes, membuat Deon keheranan.

"Kenapa malah menangis?" tanya Deon syok.

"Maafkan aku, maafkan aku karena selama ini selalu merepotkan kakak. Aku tahu kakak sudah berjuang keras sampai kakak melupakan pendidikan kakak sendiri. Aku tahu walau kakak lelah, tetapi kakak tidak tidur dan mencari uang di malam hari," rengek Amanda.

"Heh, kakak ini lelaki. Kelak pun setelah menikah malah tanggungan kakak jauh lebih berat lagi saat memiliki anak banyak. Jangan nangis lagi, nanti dikira aku menyiksamu," bujuk Deon.

"Iya," gumam Amanda mengusap air matanya sendiri.

Ketika mereka menaiki eskalator, di depan mereka ada 3 gadis yang tengah bercanda ria. Penampilan mereka sangat keren bak idol K-Pop.

"Mereka cantik sekali!" gumam Amanda.

"Menurutku adikku jauh lebih cantik," balas Deon.

"Tapi yang di tengah itu, seperti boneka barbie," timpal Amanda.

Deon hanya meringis saja, dia pribadi sama sekali tidak tertarik dengan gadis-gadis manja yang terlihat suka menghamburkan uang orang tua.

"Malam ini aku ke kamar kakak, kalian tahu nggak apa yang aku temukan?" ujar Nanda memancing pembicaraan pada kedua temannya.

"Kalau mau cerita to the point aja!" protes Miska.

"Ho-oh, pakai teka-teki segala, aku malas berpikir!" timpal Queen tak kalah ketusnya.

"Aku menemukan Soju Good Day, lalu aku mengambilnya tiga botol," ujar Nanda bersemangat.

"Ah, aku mau dong," pinta Miska.

"Masa cuma ambil tiga?" sela Queen.

"Adanya cuma tujuh, kalau aku ambil semua matilah aku," sungut Nanda.

Setelah sampai di atas, ketiga gadis itu berjalan ke arah kanan. Sedangkan Deon dan Amanda ke arah kiri.

"Kak, Soju itu apakah minuman keras?" tanya Amanda.

"Kau tak perlu dengarkan hal-hal yang sekiranya tidak perlu kamu dengar. Kelak setelah masuk ke SMA jangan sampai salah pergaulan, bertemanlah dengan murid yang memikirkan masa depan dan yang belajar rajin. Bagaimanapun juga teman bisa berpengaruh," bujuk Deon.

"Iya, Kak," jawab Amanda tersenyum riang.

Deon memilihkan sepatu dan tas yang harganya jutaan, dia tahu bila di SMA favorit kebanyakan anak orang kaya sehingga dia tak ingin adiknya diremehkan bila.

"Kak, ini bisa buat beli 5 tas dan 5 sepatu," bisik Amanda cemas.

"Sudah tidak apa-apa, yang agak mahal dikit biar awet," bujuk Deon.

"Apakah kakak yakin tidak akan kehabisan uang? Apalagi biaya operasi Ibu banyak sekali," ucap Amanda menatap nanar.

"Amanda, yang perlu kamu pikirkan adalah belajar, belajar dan belajar. Untuk urusan yang lain biar kakak yang mengatur, okey?"

Amanda pun reflek memeluk Deon, diapun hanya tersenyum. Betapa dirinya merasa begitu bahagia melihat senyum adiknya.

"Kita cari makan yuk, sesekali makan di sini," ajak Deon.

"Iya," jawab Amanda.

Deon pun betah duduk berlama-lama, sebenarnya untuk mengistirahatkan kakinya.

"Amanda, kalau kamu mau pesan apa tinggal pesan, jangan takut kakak tidak punya uang!" ucap Deon.

"Iya, Kak," jawab Amanda sangat menikmati makanannya.

Memang uang bukan segalanya, tetapi nyatanya tidak punya uang merupakan hal yang paling menyiksa. Terlebih lagi jika memiliki keluarga yang harus dijaga.

"Apakah enak?" tanya Deon.

"Iya," jawab Amanda menganggukkan kepalanya penuh semangat.

"Besok kalau ibu sudah sembuh kita kemari lagi," ucap Deon.

"Iya," balas Amanda berbinar-binar matanya.

Satu jam lebih mereka duduk, setelah dirasa kuat berjalan Deon pun mengajak pulang.

Ketika menuruni eskalator, mereka bertemu lagi dengan ketiga gadis yang tadi. Mereka membawa banyak belanjaan, dari merk terkenal yang harganya puluhan bahkan ratusan juga.

"Ah aku kesal, lagi asyik-asyiknya belanja malah diganggu kakak!" gerutu Nanda.

"Paling dia marah karena kamu ambil Soju nya, kalau aku sih dikembalikan atau tidak sama-sama kena omel, jadi lebih baik kita minum saja," ujar Miska.

"Benar jangan kembalikan, sebaiknya kita langsung ke rumah aku saja, kalau enak pesan lagi!" timpal Queen.

"Enak banget jadi Queen sih, bebas mau melakukan apa saja. Sedangkan aku? Ada kakak aku yang tukar ngatur-ngatur," balas Nanda.

"Dan gak usah ambil pusing, matikan ponselmu dari mari kita pulang ke rumah Queen," bujuk Miska.

Deon hanya geleng-geleng kepala melihat pergaulan tiga gadis yang menurutnya masih kecil itu.

"Mereka pasti orang kaya," gumam Amanda.

"Kau iri pada mereka?" tanya Deon.

"Tidak, walau sederhana aku sudah bahagia. Cita-citaku salah menjadi orang sukses, kelak aku ingin membahagiakan ibu dan juga Kakak," sergah Amanda.

"Baguslah, jangan pernah iri pada orang lain. Karena semua itu hanya akan menghalangi kita dari rasa bersyukur dan pada akhirnya kita tidak akan bahagia. Lagi pula kita tidak tahu kehidupan mereka yang sebenarnya seperti apa, bisa jadi mereka berlipat dalam materi tetapi ada hal lain yang menyakitkan. Karena namanya manusia hidup tidak ada yang sempurna," ucap Deon sembari mengelus kepala Amanda. " Dan satu hal lagi, kelak jika ada teman yang mengajak kamu sesuatu yang sekiranya buruk kamu jangan takut menolak!"

"Iya, aku akan selalu mengingat nasihat kakak. Terima kasih telah menjadi kakak terbaik," balas Amanda.

"Oh iya, sebaiknya ibu dibelikan makanan apa ya?" gumam Deon meminta pendapat.

"Ibu lagi tidak enak makan, kesukaan ibu roti tawar dan selai stroberi yang dipanggang. Sama belikan buah pir aja," saran Amanda.

"Oke, kalau kamu mau beli apa lagi?"

"Tidak, semua ini sudah cukup," tolak Amanda tahu diri.

bab 3

Sebuah mobil sport warna merah terang memasuki parkiran sekolah SMA yang cukup terkenal, kemudian di susul dengan dua mobil yang serupa tetapi beda warna yaitu kuning dan pink. Kedatangan ketiga mobil tersebut membuat para murid lelaki tak sabar menunggu keluarnya geng yang dijuluki trouble maker yang memang cantik dan mempesona. Ketua geng itu bernama Queensha Kyra, murid kelas dua SMA yang menjadi primadona sekolah. Dari ujung kaki sampai ujung rambut semua benda yang dipakai dari merk ternama kelas atas. Sedangkan dua yang lain adalah Nanda dan Miska, mereka walau masih musim sekolah tetapi penampilan selalu hendon seperti model. Queen yang sudah terbiasa mendapat tatapan kagum dari para lelaki tidak merasa malu justru merasa bangga, karena dia memang tipe gadis yang selalu ingin unggul dan haus akan pujian. "Wow, hari ini kau cantik, Queen! Beli dimana sweatermu?" tanya Nanda. "Oleh-oleh dari Mami, dia baru pulang dari Paris," jawab Kyra. "Ih, seneng ya punya Mami seorang model. Sweater yang kamu pakai itu model terbaru dan terbatas loh, bahkan beberapa dari artis terkenal saja sampai tidak dapat membelinya," pekik Miska sambil menyentuh lebih sweaternya. "Ih, jangan pegang-pegang!" sela Queen merasa risih. "Ih, pelit kau!" cibir Miska. "Hari ini ada ulangan, terus PR kamu sudah dikerjakan belum?" balas Queen. "Astaga! Aku lupa!" pekik Miska. "Kau sih, main game mulu," sergah Nanda. "Memangnya kamu sudah mengerjakan PR?" tanya Miska menatap Nanda serius. "Niatnya sih gitu, tapi soalnya sulit dan aku nggak bisa mengerjakan semua. Makanya aku berangkat pagi, mau nyontek Queen, " balas Nanda meringis. "Huft, sama aja kalau gitu! Dia mah enak, nggak perlu mengerjakan PR dan belajar tetapi nilai ulangan selalu bagus. Andai aku punya cowok seperti Dimas," timpal Miska. "Idih, cowokku? Dimas buka tipeku," sergah Queen bergidik merinding. Tetapi sesaat kemudian dia langsung syok ketika lelaki yang tengah dibicarakan ada di depan mata, sambil menyerahkan buku lelaki itu membungkukkan badannya. "Queen, aku sudah mengerjakan PR kamu. Tapi ini menjadi yang terakhir aku membantumu, selama tiga tahun aku selalu mencintaimu dan melakukan apapun yang kamu minta. Tetapi sekarang aku menyerah untuk mengejarmu, aku sudah menemukan cinta yang baru. Queen, terima kasih karena selama ini kamu telah memberi aku kesempatan, aku tidak akan menyesalinya karena setidaknya aku pernah berjuang dan ini adalah titik lelahku." Queen hanya bengong, walau dia tidak mencintai Dimas tetapi tiba-tiba orang yang selama ini peduli dengannya mau pergi ada perasaan tidak rela. Ketika Dimas hendak pergi, diapun langsung menahannya. "Tunggu!" "Ada apa?" tanya Dimas berbalik badan, wajahnya tetap berseri tidak menunjukkan kesedihan yang membuat Queen semakin kesal. "Aku ucapkan selamat karena kamu sudah memiliki kekasih, tapi bolehkah aku tahu siapa itu?" tanya Queen menyembunyikan amarahnya. "Amanda, dia adik kelas kita. Kalau gitu aku permisi dulu ya," pamit Dimas. Queen langsung mengepalkan tangannya sendiri, kedua temannya itu bisa melihat emosi yang hampir meledak. "Queen, kamu tak perlu sedih. Lagian kamu juga tidak mencintainya kan?" bujuk Miska. "Iya, kamu bisa cari lelaki lain, kan banyak yang menyukaimu," timpal Nanda. "Masalahnya aku tidak butuh pacar! Yang aku butuhkan adalah orang yang bisa mengerjakan PR dan membantu saat ulangan aku, memangnya di kelas kita ada cowok yang pintar dan penurut sepeti Dimas?" pekik Queen. Nanda dan Miska hanya saling bertatap mata, dari sekian cowok yang bucin pada Queen hanya Dimas yang pintar. Sedangkan lainnya sama seperti mereka, sama-sama malas belajar bahkan terbilang nakal. "Aku jadi penasaran, kira-kira bagaimana wujud Amanda itu yang berani merebut Dimas dari tanganku," gumam Queen. "Asyik nih," gumam Nanda dan Miska, untuk urusan membully memang mereka tiada lawan. Tentu saja hal itu menjadi tontonan yang sayang untuk dilewatkan. Ketika mereka bertiga hendak menuju kelas 1, tetapi bel tanda masuk berbunyi. Mereka pun segera melupakan Amanda dan panik akan ulangan. Apalagi Dimas sudah menyatakan tidak ingin membantu Queen, otomatis nasib Nanda dan Miska ikutan tragis. Dan benar saja, Dimas yang memang pintar bisa menyelesaikan ulangan dengan cepat. Biasanya dia akan tetap di kelas membantu Queen yang duduk di belakangnya, tetapi kali ini Dimas langsung menyerahkan kertas ulangan tersebut pada guru dan keluar ruangan. Queen sangat kesal, dia sama sekali tidak bisa mengerjakan satu pertanyaan pun. Diapun menyontek punya Miska, Miska menyontek punya Nanda sedangkan Nanda menjawab dengan karangan sendiri. Alhasil ketika bel tanda istirahat, mereka bertiga dipanggil oleh guru. "Kalian ini kenapa? Biasanya mendapat nilai bagus tapi sekarang nol! Satu jawaban pun tidak ada yang benar!" tanya Pak Edwin, wali kelas mereka yang kebetulan memegang pelajaran fisika. Queen, Nanda dan Miska hanya menunduk, mereka tidak berani menjawab karena selama ini yang membantu mengerjakan adalah Dimas. Tentu saja masalah ini bukan hal yang kecil, Kyra yang biasa masuk peringkat 10 besar bisa-bisa kali ini menjadi peringatan terakhir. "Kalau kalian ada masalah lebih baik cerita pada Bapak, begini saja. Tolong berikan surat ini pada orang tua kalian!" timpal Pak Edwin sambil menyodorkan tiga surat panggilan. Mau tak mau ketiga geng trouble maker itu menerima dan pamit keluar. "Sialan! Aku harus memberi pelajaran pada Amanda!" gerutu Queen. "Ayoh sekarang! Untuk apa kita menunggu lama!" balas Miska. "Kita langsung ke belakang sekolah aja, biar aku suruh orang untuk memanggil Amanda!" ajak Nanda. Mereka segera ke lokasi, tak berapa lama kemudian target datang. Gadis itu celingak-celinguk mencari seseorang. "Heh, mencari Dimas ya?" tanya Nanda dengan wajah ketusnya. "Oh, jadi kamu yang namanya Amanda. Cantik juga, pantas Dimas menyukaimu," timpal Miska. Ucapan Miska yang memuji Amanda membuat Queen semakin terprovokasi. Tanpa basa-basi, diapun langsung memegang dagu Amanda dan melihat wajahnya lekat. Memang cantik dan imut, juga terlihat kalem. Pantas saja Dimas tergila-gila padanya dan langsung bisa melupakan Queen yang dikejarnya selama 3 tahun. "Bawa ke gudang olah raga!" perintah Queen. "Kalian siapa? Kenapa membawaku?" berontak Amanda. Tetapi tubuh mungil gadis itu kalah oleh tarikan Nanda dan Miska, apalagi Miska juga membungkam mulut Amanda sehingga gadis itu tak bisa bersuara. "Ingat baik-baik, namaku Quensha. Karena kamu sudah berani merebut apa yang menjadi milikku, maka kamu harus siap kehilangan apa yang kamu miliki juga. Kulihat kamu gadis baik-baik, bagaimana kalah aku jadikan kamu gadis yang hot!" ancam Kyra. "Tolong lepaskan aku! Salahku apa?" tangis Amanda. "Salahmu apa? Kau membuat Dimas mengabaikan aku!" "Aku tidak merebutnya, aku bukan siapa-siapanya Kak Dimas. Kalian salah paham! Queen yang terlanjur emosi tak mau tahu, segera memberi kode dengan matanya, Nanda dan Miska yang paham langsung melepas seragam Amanda dengan paksa. Walau Amanda berusaha membela diri tetap saja dia tidak bisa melawan tiga orang sekaligus. Ketika bagian dada terlihat, Queen langsung motretnya. "Kau lihat fotomu? Sangat panas dan seksi, kalau foto ini aku sebar pasti akan banyak lelaki hidung belang yang berminat padamu," tawa Queen puas. "Tolong jangan!" tangis Amanda histeris. "Kartumu ada di tangan aku, kalau kamu berani mendekati Dimas lagi maka foto ini akan aku sebarkan di media sosial. Siap-siap saja kamu jadi artis," balas ancam Queen lalu meninggalkan Amanda yang masih menangis sambil merapikan lagi seragamnya yang terlepas.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!