bab 4

Selama sebulan ini Deon istirahat di rumah dan tidak bekerja untuk proses kesembuhan, dia pun menggunakan waktu luangnya tersebut untuk menyelesaikan skripsi.

Ibunya juga sudah sembuh total dan bisa beraktifitas seperti biasa, tetapi Deon tetap tidak mengizinkan ibunya untuk bekerja.

Diapun mulai mengikuti pelatihan lagi sebab akan ada pertandingan.

Hanya saja kali ini permainannya sangat kacau, dia tidak bisa fokus dan selalu gagal memasukkan bolanya, padahal sudah mendapat umpan yang cantik dari satu teman grupnya. Alhasil pelatih marah.

"Stop! Kita sudahi latihan hari ini! Deon, kamu ikut aku!" ucap pelatih dengan wajah garangnya.

Deon sambil mengelap keringat yang menetes di dahinya hanya bisa pasrah ketika dirinya harus mendapat teguran yang keras.

"Kamu adalah kapten tim, bukannya membuat grup kamu semangat tapi kamu malah kacau begitu! Jika besok saat latihan masih begini, maka dengan terpaksa kamu akan duduk di bangku cadangan. Perlombaan ini bukan main-main!"

"Maaf, Pak. Saya akan memperbaiki kesalahan saya!"

"Sudahlah, sekarang sebaiknya kamu istirahat! Kamu adalah salah satu pemain andalanku, jadi jangan kecewakan harapan dan kepercayaanku padamu!"

"Iya, Pak. Terima kasih banyak."

Sambil menunduk malu Deon pamitan keluar dari ruangan pelatih, di depan pintu sudah ada Najib yang menunggunya.

"Bro, ada apa?"

Deon hanya geleng-geleng kepala, tetapi Najib langsung merangkulnya.

"Yuk kita minum di kantin dulu," ucap Najib.

"Iya," jawab Deon langsung menyetujuinya, saat ini dia memang membutuhkan minuman untuk membuat tubuhnya bugar kembali.

"Deon, kita sudah berteman selama bertahun-tahun. Tapi setiap kali kamu mendapat masalah selalu diam dan memendam sendiri, padahal ketika aku butuh bantuan aku tak sungkan minta tolong padamu. Apakah kamu ini benar-benar tak menganggap aku sebagai teman?" tanya Nasib sambil melirik ke Deon, agak takut juga jika temannya itu marah karena Deon lelaki yang serius dan tidak mudah diajak becanda.

Deon hanya mengembuskan napas berat, dia sendiri juga tidak tahu harus bagaimana.

"Deon, ceritalah padaku. Siapa tahu aku bisa membantumu, ingat sebulan lagi kita ada pertandingan basket. Kalau kamu kacau begini kita bisa kalah, bukankah ini mimpi kita untuk menjadi atlet profesonal?" bujuk Najib.

Rupanya Deon mulai luluh oleh ucapan Najib, diapun segera menatap temannya dengan pandangan nanar.

"Amanda, padahal dia sangat senang dan semangat ketika bisa masuk ke SMA idamannya. Tapi pagi ini dia tiba-tiba tidak mau sekolah lagi, dia mengurung diri di kamar tidak mau makan. Ketika aku tanya baik-baik dia malah ketakutan," ucap Deon.

Najib cukup kaget, karena dia pernah beberapa kali main di rumah Deon. Dia ingat jelas gadis kecil itu cukup ceria dan bukan tipe anak yang suka mencari masalah.

"Apakah ada yang menggangunya sampai dia tidak mau masuk sekolah?" tanya Najib hati-hati.

"Aku juga berpikir seperti itu, tapi ketika aku desak adikku sama sekali tidak mau menjawab. Aku harus bagaimana jika dia tidak mau sekolah lagi? Jika pindah sekolah juga terasa sulit bagiku karena mesti bayar biaya pendaftaran , ibuku baru saja operasi usus buntu dan tabungan aku habis. Terlebih lagi cita-cita Amanda sejak SMP adalah bisa masuk ke SMA itu, aku heran saja apa gerangan yang terjadi padanya sampai nyerah pada mimpinya," keluh Deon nampak frustrasi.

"Aku punya ide," celetuk Najib.

"Ide apa?" tanya Deon penasaran.

"Paman aku kan kepala sekolah di SMA adikmu, kebetulan saat ini guru olah raga sakit keras. Bagaimana kalau aku minta ke paman, supaya kamu bisa jadi guru magang di sana. Apalagi prestasi kamu di bidang olahraga sangat bagus, aku yakin paman bisa mempertimbangkannya," saran Najib.

"Apa yang bisa aku lakukan kalau jadi guru di sana?" tanya Deon masih belum paham.

"Setidaknya, dengan kamu menjadi guru adikmu mau sekolah dan merasa aman," timpal Najib.

"Baiklah, aku minta tolong padamu. Najib, Terima kasih ya," ucap Deon.

"Nah, makanya lain kali kalau ada masalah jangan di pendam sendiri. Siapa tahu aku bisa membantumu, sebenarnya banyak orang yang ingin berteman denganmu, tapi kamu sendiri yang sepertinya menjauh dari kami," balas Najib.

"Aku bukannya tidak mau berteman, tapi aku tidak punya waktu untuk basa-basi. Aku adalah tulang punggung ibu dan adikku, apalagi aku tidak ingin ibuku bekerja lagi sehingga aku harus lebih kerja keras," jawab Deon apa adanya.

"Yah, setidaknya kamu beri kami senyuman jangan memasang wajah angkermu itu," canda Najib.

Deon segera melirik jam tangannya, diapun segera membayar ke kantin sekalian membayar minuman Najib.

"Eh, aku bisa bayar sendiri!"

"Tak apa, itung-itung sebagai tanda terima kasihku. Aku pulang dulu ya sudah sore ini!"

"Oke deh!"

Dengan motor kawasaki ninja 250 warna hitamnya, Deon segera meninggalkan tempat pelatihan dan pulang.

Sesampainya di rumah Deon tertegun melihat ibunya sedang menangis.

"Bu, kenapa menangis?" tanya Deon.

"Amanda, dia belum mau makan sama sekali," jawab ibunya.

"Biar Deon yang membujuk Amanda makan," sela Deon tak kalah khawatirnya. Diapun meraih piring yang berisi nasi di meja dan membawanya ke kamar sang adik.

Amanda hanya tiduran, tetapi dari bulu matanya yang bergerak terlihat masih terjaga.

"Amanda, bangunlah. Sesedih dan sebesar apapun masalah kamu jangan menolak makan. Nanti kalau kamu sakit bagaimana? Ibu juga jadi nggak nafsu makan takutnya nanti sakit lagi, sedang kan kakak harus bekerja siapa yang akan menjaga kalian?" bujuk Deon.

Mendengar hal itu Amanda terbangun, dan menerima piring dari kakaknya. Memaksakan diri untuk makan sambil air matanya menetes.

Setelah adiknya selesai makan, Deon pun membantu sang adik untuk minum. Barulah dia mendesak agar adiknya bisa berkata jujur.

"Amanda, besok kakak akan mengajar di SMA kamu sebagai guru olah raga. Jadi kamu besok sekolah ya, jangan takut ada yang menindas kamu. Kakak akan selalu melindungimu," bujuk Deon.

Amanda langsung kaget, justru dia semakin tertekan dan menggigil.

"Kamu kenapa?" tanya Deon. "Bilanglah pada kakak, siapa yang sudah membullymu?"

"Kak, aku masih tidak enak badan. Bolehkah aku libur tiga hari saja?" pinta Amanda.

"Iya, kamu istirahatlah. Setelah tiga hari harus masuk sekolah ya? Itu kan SMA idaman kamu, kamu selama ini sudah susah payah untuk mendapat nilai yang baik agar bisa masuk sana. Jadi jangan mudah menyerah," bujuk Deon.

"Iya, Kak. Terima kasih."

Karena Amanda masih menolak untuk berkata jujur, Deon tak ingin memaksanya lagi dari pada membuat sang adik semakin tertekan. Apalagi ketika tadi Amanda bilang hanya minta libur tiga hari, dia sudah cukup merasa lega karena adiknya mau sekolah lagi.

"Siapapun itu, aku pasti akan menemukan siapa yang sudah mengganggu adikku," batin Deon penuh dendam. Dia yang pernah terpuruk saat kehilangan ayahnya, sejak itu pula dia teramat menjaga keluarganya dengan baik. Pernah ada seorang lelaki yang menggoda ibunya bekerja, Deon tak segan menghajar orang tersebut. Dan sekarang jika ada yang berani mengganggu adiknya maka akan mengalami nasib yang sama.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!