Sekadar Cinta Figuran

Sekadar Cinta Figuran

Bab 1

Mulai menjalankan misi.

Jalanan ibukota cukup ramai sore ini. Seorang gadis bernama Lusi Asmarani yang tengah berusia sembilan belas tahun itu, tengah berjalan keluar kantor tempatnya bekerja, dengan langkah tergesa. Sebuah tas ransel usang yang menjadi kebanggaannya itu, bergelayut manis pada bahunya.

Setelah kesepakatan dangkal yang tercapai bersama seorang bos besar yang menduduki jabatan sebagai Executive Asst Manager, Lusi bisa bernafas lega.

Satu persatu hutangnya terbayar lunas, serta ia tak akan bingung lagi dengan biaya sekolah adiknya yang hendak memasuki sekolah menengah pertama. Kini, tinggal pekerjaan Lusi yang sesuai kesepakatan, bahwa ia harus bisa mendekatkan sahabatnya, Renata yang juga bekerja di hotel itu, menduduki jabatan sebagai front office.

Dengan langkah pasti, Lusi berjalan kaki keluar dari sana, sangat berbanding terbalik dengan semua orang kantor yang rata-rata menggunakan kendaraan mewah roda empat, juga motor mewah dengan suara mesin yang halus.

Sepintas Lusi memang tampak biasa saja, tak menunjukkan keistimewaan apa pun. Namun bila dipandang cukup lama, banyak yang tak menyadari bahwa Lusi memiliki aura yang kuat dan wajah yang manis.

Alisnya yang tertata rapi, matanya yang tajam dan tatapannya yang menghangatkan, hidung yang mancung, bibir yang sensual dan selalu basah, disertai bentuk wajahnya yang menyerupai hati, membuat gadis itu tampak memiliki kecantikan yang sempurna. Ditambah lagi, lesung Pipit di kedua pipinya, membuat daya pikat Lusi semakin kuat.

"Lus, ikutlah denganku. Ayo, aku akan memboncengmu dan mengantarkanmu hingga ke rumah." Ucap seorang temannya yang tiba-tiba mengejutkannya.

Dialah Renata Aylam, sahabat Lusi yang memasukkan Lusi ke dalam kantor, ya meski hanya sebagai office girl karena Lusi hanya lulusan sekolah menengah atas.

Lusi tampak membalikkan badan secara spontan.

"Astaga. Kau mengapa selalu mengejutkanku? Pulanglah dulu. Kurasa aku hanya perlu jalan kaki sebentar saja." Lusi tampak menolak halus.

"Aku bisa pulang sendiri. Pulanglah, kau harus istirahat dulu karena nanti malam, aku mengundangmu makan malam ke rumah. Ya, meski hanya sekedar dengan nasi dan sambal."

Renata tampak terkekeh ringan, Lusi memang selalu suka menolak bantuannya sejak dulu dengan dalih tak ingin merepotkan. Hanya saja, Renata benar-benar tak habis pikir dengan sahabatnya ini.

"Oh ayolah. Aku akan mengantarkan dirimu, dan nanti malam aku tetap akan datang kesana. Lagi pula aku juga sudah rindu pada Shila. Ayo. Jangan biarkan Shila menunggumu terlalu lama."

Ucap Renata sambil menarik tangan Lusi dan memaksa.

"Ya sudah. Bila sudah begini, aku tak kan bisa menolaknya." Lusi tertawa sebelum kemudian naik ke atas motor mahal Lusi.

Keduanya tak menyadari, ada sepasang mata yang menatap mereka dengan senyum simpul di bibirnya yang sensual.

**

Sore ini adalah sore paling melelahkan bagi seorang pemuda yang bernama Marcel Dinata. Lelaki itu berjalan dengan menyampirkan jasnya di bahu kirinya, setelah turun dari mobil yang ayahnya belikan, Dion Hadinata.

Senyum tak luntur di bibir lelaki yang berusia dua puluh satu tahun itu. Hatinya terlampau berbunga-bunga.

Sebuah rumah sederhana dengan ukiran rumit di sudut daun pintu, menjadi rumah bagi Marcel pulang. Meski rumah sederhana, namun itulah rumah paling nyaman dan menenteramkan bagi Marcel.

"Marcel, sudah pulang? Kau pasti lelah. Mau ibu buatkan teh, atau apa?" Tanya seorang wanita paruh baya yang masihlah cantik jelita di usianya yang tak lagi muda. Dialah Inora, sang ibu yang melahirkan.

Tak jauh dari Inora, Dion tampak melirik sekilas sambil menutup koran yang baru saja ia baca.

"Aku ingin teh tawar panas, Bu. Beri aku roti dua lembar, aku sedikit lapar." Ucap Marcel sambil mengecup pipi ibunya, sebelum ia menghampiri sang ayah.

"Baiklah." Inora berlalu pergi ke dapur membuatkan minuman untuk putranya.

"Apa yang ayah baca?" Tanya Marcel kemudian.

"Sebuah berita heboh Minggu ini. Bagaimana harimu? Oh ya, bagaimana kabar papamu?" tanya lelaki yang bernama Dion itu. Lelaki itu lantas meletakkan kacamatanya di atas meja, bersama koran yang tadi dibacanya.

"Hariku diwarnai kesibukan, ayah. Papa Alex baik-baik saja. Dia orang kaya yang tak akan kehabisan uang sekalipun." Jawab Marcel.

"Aku bekerja dengannya pun, tak ingin menjadi bahan ungkit-ungkit di masa depan. Itulah sebabnya aku selalu menolaknya saat memberiku pekerjaan dengan jabatan tinggi di perusahaan pusat. Alih-alih di perusahaan pusat, aku lebih suka bekerja di perusahaan cabang dekat sini."

"Tak apa, asal kau menerima kenyataan bahwa ia adalah ayah biologismu saja, ayah sudah lega." Ucap Dion sambil menepuk bahu putranya yang saat ini sudah liat berotot.

Sang ibu datang, membawa segelas teh tawar dan dua lembar roti dengan selai kacang kesukaan Marcel.

"Bu. Aku ingin tinggal di apartemen seorang diri yang dekat dengan tempat kerjaku. Bagaimana menurut ibu? Ibu tak keberatan, bukan? Aku akan pulang sesekali pada akhir pekan."

"Senyaman kau saja. Ibu tak akan menekan anak-anak ibu. Memangnya, kapan kau akan pindah? Apa kau sudah membelinya?"

"Ya. Aku menyicilnya. Tetapi, tak apa kan, Bu? Masih belum pasti juga kapan aku pindah." Tanya Marcel, masih merasa ragu.

"Tak apa, tak masalah asal kau nyaman dan jaga kesehatan serta pola makan, ibu tak akan keberatan." Jawab Inora kemudian.

Senyum cerah terbit di bibir Marcel. Lelaki itu lantas membayangkan banyak rencana dalam kepalanya. Ini tentang kebebasan dirinya dalam meraih Renata. Meski Hanya apartemen biasa, namun Marcel berharap ia nyaman tinggal disana.

"Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" Tanya Dion, sang ayah yang curiga.

"Aku sedang jatuh hati pada seorang gadis di tempatku bekerja. Dia, dia adalah bawahanku. Doakan aku, ibu, ayah, aku ingi bisa meraih hatinya." Jawab Marcel.

"Astaga, kau serius? Baiklah, ibu akan selalu mendoakan yang terbaik untukmu." Sahut Inora penuh antusias.

"Sekarang ceritakan pada ayah, bagaimana tentangnya." Dion pun tak kalah antusias saat ini.

"Dia adalah wanita yang baik, ramah dan juga ceria. Dia menduduki jabatan sebagai front office di kantor. Aku selalu terbayang-bayang wajah cantiknya saat menyapaku di kantor, bukankah jatuh cinta itu seperti ini? Ayah, bahkan bila sehari saja dia absen di tempat kerja, aku sudah rindu padanya."

"Dasar anak nakal. Kau boleh jatuh cinta, tapi ingat satu hal, kau jangan pernah menyentuh wanita jika belum menikahinya." Sahut Inora tiba-tiba. Sebuah masa lalunya yang kelam, ia takut putranya melakukan hal yang buruk seperti masa lalunya.

"Tidak. Baiklah, jika aku tak boleh menyentuhnya, aku akan menidurinya saja." Candaan Marcel, tak urung membuat sang ibu setengah murka. Sebuah majalah yang cukup tebal, berhasil Inora pukulan pada bahu Marcel.

"Jangan pernah bercanda untuk sebuah kata-kata, Marcel. Ingat, apa yang kau katakan hari ini, malaikat penjaga tubuh bisa saja mencatatnya." Tegas Inora sambil terus memukul-mukul Marcel dengan majalah.

Tawa keluarga kecil itu, menjadi sebuah kehangatan yang tak pernah Marcel lakukan.

**

Terpopuler

Comments

Muhammad Alwi

Muhammad Alwi

aku mmpir besty

2022-12-04

1

Arya akhtar

Arya akhtar

q hadir Mak,,,

2022-11-09

1

Vera Mahardika

Vera Mahardika

marcel nakal. nanti mami ve jewer ya 🤣

2022-11-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!