Suasana kantor siang ini cukup lengang. Kini, Marcel dan Lusi tengah bertemu di lorong menuju gudang belakang. Tempat itu memang tempat yang paling sepi di sudut kantor. Hanya beberapa orang-orang tertentu saja yang sering mengunjungi tempat itu.
Lusi menatap Marcel dengan pandangan tak berdaya. Ada sorot takut yang terpancar disana. Marcel sendiri hanya mengerutkan keningnya, merasa bahwa ada yang aneh dengan ekspresi Lusi lagi ini.
"Ada apa, Lusi? Kau baik-baik saja? Ada apa kau memintaku datang kemari, tadi?
"Maaf, Marcel. Kali ini sepertinya kau ditakdirkan tak berjodoh dengan Renata. Bahkan Renata sudah kembali pada mantan kekasihnya, dan akan melangsungkan pernikahan dua bulan lagi." Ungkap Lusi siang ini, dengan wajah tak nyaman. Lusi bingung bagaimana harus bertindak, sementara ia memiliki hutang budi pada Marcel.
"Apa?" Marcel syok. Lelaki itu bahkan tak memiliki kesempatan untuk bicara dengan Renata.
"Renata berkata bahwa ia mengajukan surat resign dan akan ikut suaminya." Lusi kembali menyampaikan kabar tak membahagiakan ini. "Aku baru mendengar kabar ini lagi tadi. Maaf, sepertinya memang akan sulit membuat Renata bertekuk lutut padamu." Lusi menambahkan.
Marcel serasa tak percaya. Siapa yang mengira, dirinya akan mendapati wanita yang ia dambakan, tak memiliki sedikit pun minat padanya? Bahkan meski semua orang tahu bahwa ia adalah putra biologis pemilik hotel tempatnya bekerja.
Suasana hening, menyisakan kebisuan yang panjang antara Marcel dan Lusi. Marcel hanyut dalam pemikirannya tentang Renata. Sedang Lusi, gadis muda itu tengah memikirkan cara, bagaimana ia harus mendapatkan uang dalam jumlah besar untuk ia kembalikan pada Marcel. Lusi merasa gagal menjalankan misi dari Marcel.
"Tidak bisakah dicegah? Maksudku? Tidak adakah cara lain?" Tanya Marcel memecah kebisuan panjang diantara dirinya dan Lusi.
"Akan sulit, Marcel. Kau tak tahu bagaimana Renata jika sudah mengambil keputusan. Ia tak mungkin goyah ataupun berubah pikiran. Apalagi ini tentang cinta. Bisa dipastikan Renata memang serius mencintai mantan kekasihnya itu. Oh bukan mantan, melainkan kini mereka telah bertunangan." Lusi menjawab dengan menatap Marcel serius.
"Aku ... aku juga sekarang sedang berpikir bagaimana cara mengembalikan uangmu yang sudah telanjur kau keluarkan untuk sekolah Shila, dan juga sewa rumah itu." Tambah Lusi.
Lusi menunduk, seraya memilin ujung kemejanya pertanda gugup. Ada buliran keringat yang nampak pada pelipisnya itu.
"Tak perlu, Lusi. Aku sebenarnya, tulus menolongmu, tanpa imbalan. Membantuku mendapatkan Renata, aku tak mengharapkan bantuan itu sebenarnya." Jawab Marcel untuk menimpali.
"Tidak, tidak. Mana mungkin bisa begitu, Marcel? Kau tahu sendiri kalau aku ... itu kesepakatan kita dari awal, bukan?" Tanya Lusi.
"Ya. Kau benar. Tapi sepertinya aku berubah pikiran. kali ini, bisakah kau membantuku sekali lagi, Lusi?" Tanya Marcel balik. Ada kilat rumit yang terpancar dalam sorot matanya itu.
Tanpa sadar, Lusi terseret akan pesona sepasang netra Marcel yang bening layaknya kedalaman lautan. Menyimpan banyak misteri dan penuh dengan keindahan tersembunyi.
"Apa?" Tanya Lusi pelan, dengan mencicit lirih. Tatapannya masih terpaku pada Marcel yang menatapnya tajam.
"Bantu aku untuk membuat Renata terjebak denganku, dan membuat dia tak bisa menikah dengan mantan kekasihnya itu. Kau bersedia?" Tanya Marcel. Matanya tak berkedip menatap Lusi. Ia terlalu serius kali ini.
"Caranya?" Tanya Lusi.
"Aku akan menidurinya." Ungkap Marcel kemudian.
Lusi terkejut. Oh tidak, bukan hanya terkejut, melainkan ia terlalu syok mendengar rencana gila Marcel. Apa tidak ada cara lain? Bukankah seharusnya Marcel menggunakan cara sehat dan wajar saja?
"Kau gila, Marcel! Kau gila! Mana mungkin kau bisa berpikiran begitu? Itu sama saja kau menjebak Renata dalam perasaan cinta sepihakmu itu. Kau mencintainya, tapi kau berniat menyiksanya seumur hidup. Apa kau waras? Jika dia hidup denganmu dengan tanpa cinta di dalam hubungan kalian, apa kau tak iba padanya?" Lusi berkata dengan suara sedikit lantang.
Marcel mengalihkan pandangannya dengan mendengus sebal.
"Lusi, dengarkan aku. Hidup terkadang perlu sebuah pertaruhan untuk mendapatkan sesuatu yang berharga. Tidak tahukah kau, bahwa hidup bersama, seiring berjalannya waktu, akan membuat Renata mencintaiku? Kali ini bantulah aku, aku tak akan meminta uang yang sudah aku berikan, aku tulus memberikannya. Hanya saja, kumohon padamu agar kau bisa membuat Renata datang padaku. Aku akan memikirkan caranya sendiri, tetapi kau yang harus menjalankan." Marcel berkata.
Lusi terdiam di tempatnya. Ia bingung harus bagaimana, sementara keadaan telah mendesaknya untuk berbuat hal demikian.
Renata adalah orang yang baik di matanya. Selama ini Renata selalu banyak membantu Lusi dalam setiap kesusahan Lusi. Dan itu bahkan sejak ia dan Renata masih berada di bangku sekolah menengah atas.
Akan tetapi, Lusi tidak bisa hanya diam di tempat, sementara ia memiliki hutang budi pada Marcel. Saat kegundahan mulai menyusup ke dalam hati Lusi, maka Lusi tak memiliki pilihan lain. Gadis itu terpaksa harus menerima permintaan tolong Marcel.
"Aku akan membantu. Tetapi .... " Lusi tak sanggup melanjutkan kalimatnya. Gadis itu benar-benar tak tahu harus bagaimana. Yang jelas, mungkin inilah jalan yang harus Lusi ambil, berseberangan arah dengan Renata.
"Tapi apa? Katakan saja jika kau butuh sesuatu, atau mengajukan syarat padaku." Ujar Marcel.
"Tak ada syarat, Marcel. Tetapi bisakah bila seandainya nanti, kau merahasiakan identitasku? Maksudku, Renata jangan sampai tahu bila aku membantumu untuk menjebaknya." Pinta Lusi.
Marcel tersenyum di tempatnya. Pemuda itu benar-benar tak sanggup menahan tawanya, hingga membuatnya kelepasan dan tertawa pelan.
"Kau ini. Jika hanya itu, aku sanggup memenuhinya. Jangan khawatir, kau akan membantuku tanpa merusak citra dan namamu di depan Renata." Marcel berjanji untuk ini.
Meski putra Alex itu tidak tahu seberapa kuat jalinan ikatan persahabatan Lusi dan Renata, namun Marcel adalah tipe lelaki yang memegang teguh janjinya. Ada tekad kuat yang terpancar dari sorot matanya.
"Baiklah jika begitu. Kapan kiranya kau akan menjalankan rencananya?" Tanya Lusi.
"Secepatnya. Aku rasa, mungkin dua malam lagi. Kau tahu sendiri kalau Renata akan segera keluar dari kantor ini. Dua malam lagi ada acara peresmian aula gedung baru di lantai dasar, aku rasa itu adalah momen yang tepat." Marcel mengungkapkan rencananya.
"Oh ya Tuhan, Marcel. Mengapa secepat itu?" Tanya Lusi syok. "Apa tidak bisa bila kapan-kapan saja? Seminggu lagi misalnya." Ujar Lusi.
"Tidak bisa, Lus. Kau tenang saja. Semua akan baik-baik saja. Kau hanya tinggal menjalankan perintahku." Tukas Marcel.
"Baiklah. Aku akan melakukannya." Jawab Lusi dengan suara lirih.
Kebisuan dan keheningan tiba-tiba menyelimuti keduanya. Baik Lusi maupun Marcel, keduanya sama-sama diam. Lusi dengan rasa bersalahnya, juga Marcel dengan obsesi yang menggebu. Siapa yang tahu, bahwa rasa Marcel terhadap Renata, hanyalah obsesi semata?
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Muhammad Alwi
sumpah disini Marsel terlalu obsesi
aku GK banget....
2022-12-04
0
Vera Mahardika
marcel km nakal ya. nnti mami ve jewer km
2022-11-21
0