Bab 5

Suara riuh dalam pesta peresmian gedung tambahan sebuah hotel, tampak meriah. Semua karyawan pun turut serta dalam acara tersebut. Tak lupa, beberapa tamu undangan kolega bisnis dari pemilik gedung, turut meramaikan acara.

Gemerlap lampu dengan jumlah yang tak sedikit, menjadi saksi betapa meriahnya acara peresmian gedung baru di lantai dasar dan sebelah hotel tersebut. Bunga-bunga hidup, didekorasi dengan sangat anggun dan elegan. Beberapa tamu yang datang pun, ikut serta memeriahkan suasana acara pesta malam ini.

Di sudut ruangan, Lusi tengah membantu menyiapkan perabotan untuk hidangan para tamu. Selain membantu misi Marcel untuk menjebak Renata, Lusi juga mencari uang tambahan gaji. Lumayan juga, untuk membeli buku baru Shila selepas masuk sekolah menengah pertama nanti.

Meski Lusi terlihat bekerja dengan tenang, namun gadis itu menyimpan kegelisahannya. Sebuah botol mini berisi serbuk berwarna putih yang menjadi alasannya, telah bersemayam anteng dalam saku celananya. Seragam putih bercelana hitam yang dikenakannya bersama rekan-rekan seprofesinya, membuat Lusi tampak nyaman.

Dalam hati Lusi, Lusi mengutuk Marcel yang memiliki ide gila ini. Bagaimana mungkin Lusi akan mengkhianati Renata sebagai sahabatnya? Sungguh, Lusi tak ingin mendorong Renata pada jurang kesakitan.

"Lus, kemari." Panggil Marcel. Lelaki itu tampak tampan dengan balutan kemeja merah dan balutan jas-celana hitam. Tak lupa, ada aksesoris yang bertengger pada dadanya. Dasi pita berwana hitam, tampak menunjang penampilan mewahnya kali ini. Tak lupa, Marcel merubah tatanan rambutnya agar lebih segar.

"Ada apa, pak?" Lusi melirik teman-teman seprofesinya untuk memastikan, bahwa tak ada yang mencurigakan. Sebisa mungkin Lusi menjaga agar ia bisa tetap terlihat profesional di lingkungan kerja.

"Berikan saya minum dan tolong antar ke taman samping. Jangan lupa, kopi seperti biasanya." Perintah Marcel datar. Lelaki itu perlu bicara dengan Lusi saat ini.

Pemuda bermata sipit dengan tatapan yang selalu tajam itu, berlalu begitu saja dari sana. Tak lupa, Marcel mengedipkan sebelah matanya, sebagai isyarat bahwa ia ingin bicara.

Marcel memang tumbuh di asrama yang ketat akan kedisiplinannya. Selain itu, asrama tempatnya tinggal sedari usia empat tahun, adalah asrama yang selalu mengajarkan hal-hal baik.

Tetapi meski begitu, nyatanya darah lebih kental daripada air. Sifat dan karakter Alex semasa muda, tetap saja menurun pada Marcel, meski kini Alex telah banyak berubah semenjak bertemu dengan pawangnya.

Terkadang nakal, terkadang juga baik. Teman-teman Marcel terutama, yang banyak memberikan pengaruh negatif pada putra Alex dan Inora tersebut. Kini, Marcel seolah nekat. Dibantu oleh teman-temannya, Marcel berhasil mendapat obat perangsang untuk membuat Renata bertekuk lutut dihadapannya malam ini.

Marcel tahu ini salah, tapi pemuda itu tetap melakukannya.

Usai membuatkan kopi untuk Marcel, Lusi segera membawanya pada Marcel. Baru saja, tanpa konfirmasi lebih dulu, Alex menaikkan jabatan Marcel. Tentu saja hal ini cukup membuat Marcel terkejut sekaligus senang.

"Selamat, sudah naik jabatan." Lusi mencoba untuk menetralkan suasana.

"Terima kasih. Bagaimana? Renata sudah datang sejak tadi. Aku hanya takut dia segera pulang dan tak menunggu acara usai." Ungkap Marcel yang sejak tadi hanya fokus mengamati Renata.

"Tenang saja. Dia berkata bahwa tunangannya sedang ada di luar kota. Dia tak akan dijemput secepat ini. Lagipula dia nanti hanya sendiri." Jawab Lusi.

"Oh baguslah. Jangan tunggu lama, lima belas menit lagi acara makan bersama akan dimulai. Ingat, berikan obat itu seluruhnya, aku ingin mendapatkan hasil yang sempurna." Titah Marcel. Ia sudah tak sabar lagi, untuk membuat Renata terikat olehnya.

Bila dengan cara baik-baik Renata tak bersedia didekati, maka tak ada cara lain bagi Marcel untuk mendapatkannya dengan cara buruk.

"Aku sudah tahu. Kau mengatakannya berulang kali. Dengar, sekali lagi kau mengatakan, maka kau akan mendapatkan segelas air sebagai hadiahnya." Ujar Lusi kemudian.

Marcel hanya terkekeh kemudian. Reaksi Lusi yang mudah tersulut emosi ini, membuat Marcel gemas.

"Ya ya ya ya, terserah padamu saja." ujar Marcel. "Sekarang pergilah, dan jangan sampai minuman Renata tertukar dengan siapa pun. Aku juga sudah mempersiapkan kamar khusus untukku dan Renata."

"Baiklah." Lusi menjawab, sebelum akhirnya gadis itu pergi dari sana. Ia tak menyangka, dirinya akan terjebak kesepakatan yang membuatnya harus menjerumuskan Renata.

Andai nanti Renata tahu bahwa dirinya yang ikut serta menjebak Renata, bagaimana kiranya reaksi Renata nanti? Seraya berjalan menuju ke dapur, Lusi memikirkan banyak hal. Gadis itu sangat khawatir, hingga membuat keningnya mengeluarkan buliran bening keringat.

Setibanya di dapur yang sepi karena banyak rekan Lusi yang mengeluarkan makanan, gadis itu segera menyiapkan minuman untuk Renata. Seluruh serbuk putih isi botol mini yang Marcel berikan, telah di tuang sepenuhnya ke dalam gelas, sesuai interupsi Marcel.

Dada Lusi terasa di hentak seketika, saat ia melihat Renata yang melambaikan tangan padanya. Entahlah, Lusi ingin berlari menjauh seketika. Tetapi di sisi lain, Marcel menatapnya tajam, seolah lelaki itu bisa membaca apa yang tengah Lusi pikirkan.

"Lusi, kau lama sekali. Kemarilah." Renata melambaikan tangan.

Semua mata tertuju pada Lusi dan Renata. Semua staf kantor sudah tahu tentang persahabatan keduanya. Tak heran, Renata seringkali mengumbar kedekatannya bersama Lusi.

"Maaf, aku harus membantu membereskan dapur dulu. Membereskan minyak yang tumpah, dan ya, masih banyak lagi." Sahut Lusi berbohong.

"Ya sudah tak apa. Wah, kenapa kau membuatkan aku minuman banyak sekali? Ini satu gelas penuh. Apa aku bisa menghabiskan?" Tanya Renata yang matanya melotot.

"Kau pasti sanggup menghabiskannya. Tenang saja." Lusi menjawab dengan suara gugup. Sekujur tubuh Lusi gemetar karena panik. Efeknya, Lusi merasa panas dingin kemudian.

"Minumlah nanti, usai makan." Ungkap Lusi kemudian.

"Wah, terima kasih banyak jika begitu." Ujar Renata kemudian. "Tetapi ngomong-ngomong, rasanya aku tak akan siap menghabiskan semuanya. Bagaimana jika kau bantu menghabiskan nanti? Jika sudah makan, perutku akan penuh dan aku bisa muntah di tempat nanti."

"Sudahlah, jangan banyak bicara. Ayo, Setelah ini makan bersama akan di mulai." Ujar Lusi kemudian.

Acara makan bersama kali ini dimulai. Sesekali, tatapan mata Marcel tertuju pada Lusi dan Renata. Tentu saja untuk memastikan bahwa Renata menandaskan minuman yang Lusi buat.

Hingga acara nyaris usai, Lusi merasa tak enak makan dan menatap Marcel. Pandangan mata Marcel dan Lusi bertemu, dan Lusi menggelengkan kepalanya kuat-kuat pada Marcel. Tidak, ini tak boleh terjadi.

Marcel yang mengetahui bahwa Lusi sangat ragu, Ia menatap tajam Lusi penuh intimidasi.

'Ya tuhan. Marcel, terkutuklah kau. Aku dan Renata sudah bersahabat sejak lama. Teganya kau memperlakukan aku seperti ini. Tidak, aku tak akan merusak persahabatan diriku dan Renata. Lebih baik, aku saja yang meminumnya, apapun risikonya.'

Batin Lusi.

Gadis itu lantas meraih dan meminum minuman Renata hingga tandas. Bahkan sebelum makanan Renata habis.

"Lusi, kau? Kau ini kenapa?" Tanya Renata yang curiga. Wanita itu mengehentikan suapannya seketika.

"Tak apa. Carilah minuman lain. Maaf, minumannya aku habiskan. Aku ke belakang dulu." Pamit Lusi pada Renata. Lusi tak peduli sama sekali, akan tatapan Marcel yang menakutkan.

Setelah berdiri, Lusi balik menatap Marcel dengan berani.

'Maaf, Marcel. Aku tak akan pernah menjual persahabatanku dan Renata, hanya demi uangmu.'

**

Terpopuler

Comments

Arya akhtar

Arya akhtar

wah siapa yg ngobatin Si lusi jadinya

2022-11-23

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!