Sebatas Pengganti

Sebatas Pengganti

Hancur

Hai, para pembaca tercinta. Aku kembali dengan cerita ini. Setelah aku bawa kesana kemari, akhirnya dia kembali lagi ke sini. Tenang aja, aku akan mengontrakkan karyaku ini di sini. Jadi, jangan lupa untuk tambahkan ini ke rak kalian ya. Jangan lupa like dan komen agar aku semakin semangat 🥰

"Cahaya, kenalkan, ini Lia, istriku."

Begitulah ucapan yang keluar dari mulut Bram, calon suaminya yang beberapa hari lagi akan menikah dengannya.

Di sampingnya ada seorang wanita cantik yang tak lain adalah istri Bram yang bernama Lia.

Tubuh Cahaya seketika bergetar, giginya gemeretak menahan emosi yang siap ia tumpahkan. Ia menatap Lia dengan tatapan sangat tajam.

"Apa-apaan kau, Mas! Apa maksud mu? Kita akan menikah!" Cahaya berteriak sembari meneteskan air matanya.

"Karena kita akan menikah, makanya aku memperkenalkan dirimu pada istri yang tadi pagi baru saja aku nikahi." Bram menoleh ke Lia, lalu tersenyum. Tampak jelas binar-binar cinta di wajahnya.

"Kau sudah gila! Kita akan menikah, Mas!" Cahaya kembali berteriak. Membuat gema di ruangan kecil yang sebenarnya adalah rumah paman dan bibinya. Sayang sekali paman dan bibinya tidak ada di sana untuk menyaksikan kejahatan yang Bram lakukan pada Cahaya?

"Ya, kita memang akan menikah. Dan kau akan menjadi istri keduaku." Bram tersenyum menyeringai. Tatapan lembut yang selama ini dilihat Cahaya seakan hilang, berganti tatapan tajam bak ingin menerkam. Senyuman yang dulunya sangat menenangkan hati, seakan berubah menjadi senyuman devil.

Mendengar perkataan Bram, Cahaya semakin emosi. Ia pun maju dan mencoba menarik rambut Lia. "Dasar pelakor! Wanita tidak tahu diri!" 

"Hentikan!" Bram mendorong tubuh Cahaya hingga ia jatuh terjerembab ke lantai.

Cahaya menatap Bram tidak percaya. Ia seperti tak mengenal Bram yang selama ini selalu bersikap lembut dan sangat menyayangi dirinya.

"Dengar, ya, suka atau tidak suka, kau harus menerima Lia sebagai istri pertama ku!" Bram menatap tajam ke arah Cahaya yang masih terduduk di lantai.

"Aku tidak mau menikah denganmu!" Cahaya berteriak sembari bangkit dari posisinya. Memangnya, siapa juga yang mau menjadi istri kedua?

"Hahaha, kita lihat saja apa yang akan om dan tantemu katakan. Aku akan mencium kakimu jika kau bisa menghentikan pernikahan kita." Bram tersenyum menyeringai. Jika dulu Cahaya menyukai senyumannya, kini ia sangat membencinya.

"Kau jahat, Mas!" teriak Cahaya lagi.

"Aku tidak peduli, yang penting aku akan mempunyai dua istri sekaligus." Bram pun pergi dengan istrinya, meninggalkan Cahaya yang masih menangis meratapi nasibnya.

"Ya Allah, kenapa nasibku jadi begini? Kenapa, Ya Allah? Apa salahku hingga aku berakhir seperti ini? Aku tidak mau menjadi istri kedua, ya Allah. Apalagi Mas Bram tidak mencintaiku. Apa bedanya hidupku yang sekarang dan nanti jika aku hidup bersama orang yang tidak punya hati."

Jeritan tangis Cahaya terdengar memilukan dan menyesakkan dada. Perlahan, ia bangkit dari posisinya, lalu pergi ke kamar mandi untuk membasuh wajahnya.

Satu jam kemudian, om dan tantenya baru saja pulang dari restoran yang merupakan usaha mereka. Mereka begitu terlihat lelah dan pusing. Sepertinya pekerjaan mereka sangat berat. Berkali-kali terdengar hembusan nafas kesal dari keduanya.

"Huh, bagaimana ini, Pa, kalau begini terus restoran kita akan bangkrut," keluh Ririn yang merupakan tantenya Cahaya.

"Sabar, Ma, setelah Cahaya menikah dengan Bram, dia pasti akan memberikan suntikan dana dan kita pasti akan mendapatkan tambahan untuk menarik pengunjung agar seramai dulu," ujar Doni, omnya Cahaya.

"Benar, Pa, oh ya, mana anak itu, Cahaya!!!!" Ririn memanggil Cahaya dengan suara yang cukup keras.

"Iya, Tante." Cahaya datang dengan tergopoh-gopoh. Sudah tidak ada air mata lagi di wajahnya. Hanya mata yang sedikit sembab, namun itu tidak akan menarik perhatian dari Ririn dan Doni.

"Ini sisa makanan dari restoran, makanlah, masih hangat." Ririn menyerahkan bungkusan plastik dengan sekotak menu di dalamnya.

"Terima kasih, Tante." Cahaya mengangguk.

"Karena kau akan menikah, jadi kami harus memberikan mu makanan enak agar kau tidak terlalu kurus karena hanya makan tempe dan tahu seperti biasanya."

"Anu, Tante, sebenarnya ada yang ingin Cahaya katakan pada Om dan Tante." Cahaya terlihat ragu.

"Ya sudah, katakan saja."

"Tadi Mas Bram datang ke sini."

"Lalu?"

"Di-dia membawa istrinya yang baru saja dia nikahi."

"Apa? Istri? Jadi Bram sudah menikah? Dan akan menjadikan mu istri kedua. Benar-benar kurang ajar dia!" Ririn berkacak pinggang dengan wajah kesal. Begitu juga dengan Doni yang juga terkejut dengan berita yang baru saja disampaikan Cahaya.

Cahaya terharu, ternyata om dan tantenya begitu memperdulikan perasaannya, begitu pikirnya.

"Benar, Ma, kalau Cahaya menikah dengannya nanti, pasti dia harus membagi uang untuk dua istri. Kalau begitu, kita tidak bisa mendapatkan uang banyak dari Cahaya." Doni menambahkan.

"Licik sekali dia!"

Cahaya tidak percaya dengan apa yang ia dengar. Ternyata Om dan tantenya hanya peduli pada uang saja, bukan pada perasaannya.

"Om, Tante, Cahaya tidak ingin menikah dengannya." Akhirnya Cahaya memberanikan diri untuk berkata.

"Apa kamu bilang? Tidak mau?" Ririn memelototi Cahaya sambil mencengkram tangan Cahaya dengan kuat.

"Dasar keponakan tidak tahu diri. Harusnya kau bersyukur karena kami mau merawat mu setelah orang tuamu meninggal saat kau masih bayi." Doni juga memelototi Cahaya sembari menunjuk wajah Cahaya dengan jarinya.

"Tapi Cahaya tidak ingin menjadi istri kedua, Om, Tante. Tadi saja dia sudah bertindak kasar pada Cahaya."

"Kami tidak peduli tentangmu. Kau harus menikah dengannya, atau, kau harus keluar dari rumah ini. Dan sebelum itu, kau harus mengembalikan semua biaya hidupmu selama ini. Kalau kau tidak bisa membayar, maka kau harus bersiap menjual ginjalmu!" ancam Ririn. Memang seperti itulah cara yang selalu ia lakukan untuk membuat Cahaya menurut. Yaitu menakutinya.

Sontak ancaman tersebut membuat Cahaya ketakutan dan merinding. Jika ia harus menjual ginjalnya, bagaimana ia bisa hidup dengan baik. Apalagi harus keluar dari rumah tersebut. Rumah yang menjadi satu-satunya tempat dirinya bernaung sejak orang tuanya meninggal.

"Dengar, ya, Cahaya, kalau bukan karena bantuan dari kami, pasti sejak bayi kau sudah mati karena penagih hutang orang tuamu, menginginkan organ tubuhmu sebagai bayarannya." Doni menambahkan.

"Dan jika kau mencoba untuk kabur, maka kami akan menangkapmu dan langsung menjual mu!" Ririn kembali mengancam.

Cahaya hanya bisa menangis. Begitu berat yang harus ia jalani. Sejak kecil, ia selalu dimarahi dan dipukul jika melakukan kesalahan. Dirinya sudah seperti pembantu yang harus mengurus rumah itu dua puluh empat jam dan hanya mendapatkan makanan seadanya.

"Baiklah, Tante."

Dan akhirnya, ia hanya dapat mengangguk pasrah, menyetujui pernikahan yang akan mengikatnya dalam kesengsaraan.

"Bagus! Ingat, jangan coba macam-macam atau kau akan tahu akibatnya!" Bram menambahkan.

Dengan langkah gontai, ia pun berjalan menuju kamarnya untuk sekadar merenungi nasibnya kini. Apakah memang ini penderitaan yang harus ia lalui hanya karena ia menumpang?

Terpopuler

Comments

Yunerty Blessa

Yunerty Blessa

pergi saja Cahaya secara diam²....kau hanya dijadikan sumber duit....

2024-04-05

0

yatun divia

yatun divia

Jahat banget kalian Kenapa Cahaya harus dijadikan tumbal.buat memajukan usaha resto paman dan tantenya

2023-07-12

1

renita gunawan

renita gunawan

waaah.. cahaya kembali lagi kesini.waktu itu ceritanya putus ditengah jalan,padahal lagi seru-serunya.thanks ya,mb'yen 🙏🙏

2023-01-18

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!