Keesokan harinya, Cahaya dibelikan ponsel keluaran terbaru oleh Doni dan Ririn. Keduanya terlihat sangat baik pada Cahaya. Terlebih lagi dengan kedatangan seorang asisten rumah tangga yang akan mengurus rumah itu. Sedangkan Cahaya hanya disuruh duduk manis agar tetap cantik, begitu kata Ririn.
Cahaya sedang mengotak atik ponsel barunya. Ia masih bingung bagaimana cara menggunakan ponsel canggih itu. Yang ia tahu hanya telepon rumah yang akan bersuara jika ia mengangkat gagangnya.
"Non, kenapa?" tanya Ratih yang merupakan asisten rumah tangga baru di rumah itu. Umurnya sudah hampir empat puluh tahun.
"Bagaimana cara memainkan ini?" tanya Cahaya dengan ekspresi wajah bingung.
"Non mau apa dengan ponsel ini? Menelepon? Mengirim pesan? Atau bermain sosial media?"
"Sosial media seperti apa, Mbak?" tanya Cahaya lagi.
"Sosial media adalah sebuah media untuk bersosialisasi satu sama lain dan dilakukan secara online yang memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi tanpa dibatasi ruang dan waktu dan yang terpenting dari jarah jauh meski beda negara sekalipun." Ratih menjelaskan.
"Apa saja dan bagaimana cara menggunakannya, Mbak?" tanya Cahaya semakin antusias.
Dengan sabar, Ratih pun menjelaskan pada Cahaya tentang apa-apa saja yang termasuk sosial media.
Setelah menjelaskan panjang lebar dan mendownload beberapa aplikasi yang penting, Ratih pun kembali ke dapur untuk memasak.
Cahaya yang penasaran dengan aplikasi chat berwarna hijau, langsung mengetikkan pesan kepada seseorang malam tadi menolongnya, yaitu Davin. Sebelumnya, Ratih telah mengajarkan dirinya bagaimana menyimpan nomor seseorang di aplikasi itu.
Cahaya : Selamat siang, Mas Davin. Ini nomor baruku, Cahaya :)
Pesan tersebut telah terkirim dengan tanda centang dua berwarna abu. Kata Ratih, jika tanda itu hanya satu, belum terkirim. Kalau dua, sudah terkirim tapi belum dibaca. Dan jika dua dengan warna berubah biru, artinya sudah dibaca.
Lama Cahaya menunggu hingga akhirnya ia mendapat satu pesan. Tadinya ia mengira itu balasan dari Davin, ternyata itu adalah sebuah pesan yang masuk lewat pesan biasa, bukan melalui aplikasi tersebut.
Pesan itu berisi : ***,Bpk/Ibu
INGIN PENGAJUAN PINJAMAN
Dengan Bunga 4% Tahun
Min 5jta S/D 500jt
Proses Cepat.
"Mbak, ada orang yang mengirimiku tawaran berhutang, aku balas atau tidak?" teriak Cahaya dari ruang tamu.
"Jangan, Non! Biarkan saja!" teriakan Ratih terdengar agak kencang.
Cahaya pun mengerti. Ia kembali membuka pesan di aplikasi hijau tadi. Terlihat tanda ceklis sudah berwarna biru. Artinya, pesannya sudah dibaca.
Namun, setelah lama menunggu, tak ada balasan dari Davin. Cahaya pun kembali mengiriminya pesan berulang kali. Ia mengira Davin tidak membacanya dengan jelas, sehingga ia mengubah semua huruf menjadi huruf kapital.
Cahaya : SELAMAT SIANG, MAS DAVIN. INI NOMOR BARUKU, CAHAYA :)
Pesan telah terkirim dan sudah centang biru. Namun Davin tak juga membalas.
Cahaya : Mas Davin, kenapa tidak dibalas. Apa aku mengganggu mu?
Tinggg
Sebuah pesan balasan pun masuk.
Davin : Oh
Cahaya : Oh apa, Mas?
Davin : Oh, sudah punya nomor baru. Aku mengerti.
Cahaya : Mas Davin sedang apa?
Davin : Kerja
Cahaya : Mas, terima kasih ponselnya.
Davin : Bukan aku yang membelinya.
Cahaya : Tapi kau yang memberikan uangnya.
Davin : Y
Cahaya : Y apa, Mas?
Davin : Ya
Cahaya : Ya untuk apa?
Davin : Tadi kau bilang terima kasih. Jadi aku balas Ya.
Cahaya : Jangan lupa sarapan, Mas.
Davin : Ini sudah siang.
Cahaya : Jangan lupa makan siang :)
Davin : Y
Cahaya : Hmm :(
Tak ada balasan dari Davin. Cahaya hanya menunduk lesu.
"Kenapa, Non?" tanya Ratih yang menghampiri Cahaya.
"Mas Davin sepertinya membenci ku."
"Tidak, Non. Mungkin Mas Davin sedang sibuk, atau memang perangainya yang pendiam."
"Mungkin saja, Mbak."
"Sebaiknya Nona lakukan hal lain. Misalnya menonton film saja."
"Menonton film? Apakah bisa?"
"Tentu saja. Nona suka film seperti apa?"
"Aku suka sekali menonton film India. Bisakah Mbak carikan? Yang pemerannya Shahrukh Khan yang tampan itu, Mbak."
"Bisa, Non." Ratih langsung mencari film tersebut dari sebuah aplikasi.
Setelah ketemu, Cahaya pun mulai menonton. Ratih pergi ke dapur dan melanjutkan pekerjaannya.
Selang tiga puluh menit, tiba-tiba saja Cahaya berlari ke arah Ratih.
"Mbak, lihat, Mas Davin memanggil. Bagaimana ini? Aku sedang menonton? Nanti suaranya dan suara di film bercampur jadi satu."
Ratih tersenyum melihat kegaptekan Cahaya.
Ia pun menjelaskan bahwa menerima panggilan saat menonton dapat dilakukan.
Cahaya pun mengangkat telepon dari Davin.
"HALO MAS!"
Ratih terkejut saat Cahaya mengeluarkan suara yang begitu keras saat mengangkat telepon.
"Non, jangan keras-keras. Kasihan Mas Davin, nanti tuli."
"Tapi kami jauh, Mbak."
"Tidak masalah, Non. Bicaralah pelan-pelan."
Cahaya mengangguk.
"Halo, Mas. Maaf tadi suaraku terlalu keras."
"Tidak apa-apa. Oh ya, besok aku akan menjemputmu."
"Kita mau kemana, Mas?"
"Ke rumah, bertemu dengan orang tuaku."
***
Kemarin malam.
Setelah Davin mengantarkan Cahaya pulang, ia pun kembali ke rumahnya.
Sesampainya di rumah, ia langsung dicecar berbagai pertanyaan dari orang tuanya.
"Davin, darimana saja? Kenapa baru pulang?" tanya Sevina.
"Ada urusan sebentar, Ma." Davin mendudukkan dirinya ke atas sofa.
"Ini sudah hampir tengah malam. Urusan apa yang sampai membuat mu lupa waktu istirahat?"
"Ma, aku sudah dewasa."
"Dewasa katamu? Tapi kau belum juga menikah. Kau selalu menolak perjodohan yang kami lakukan. Kenapa kau tidak seperti Alezha dan Rayden saja? Mereka selalu menuruti kemauan orang tuanya. Tidakkah kau lihat betapa bahagianya Alezha saat ini dengan suami hasil perjodohan?"
"Ma, sabar dulu. Jangan terbawa emosi." David, papa Davin mencoba menenangkan istrinya.
"Bagaimana Mama bisa sabar, Pa. Ketika arisan, pasti semua selalu menanyakan kapan Mama punya menantu. Mama malu, Pa. Bahkan ada yang mengira Davin penyuka sesama jenis." Sevina menatap kesal.
"Astaghfirullah, jangan begitu, Ma. Tidak mungkin Davin seperti itu. Kau harus mempercayai anakmu sendiri." David mengingatkan.
"Karena itu, besok Davin harus ikut kita, Pa. Dia harus mau dikenalkan dengan anaknya Sasa, teman arisan ku." Sevina bersikeras.
"Ma, Pa, mengenai besok,,,,,"
"Apa? Kau mau menolak lagi? Kau ingin Mama marah lagi dan mengobrak abrik isi rumah seperti waktu itu? Lupakan! Setuju atau tidak, kau harus ikut!"
"Ma, dengarkan aku dulu."
"Tidak ada penjelasan apapun lagi. Keputusan Mama sudah bulat! Kau harus ikut!" Sevina hendak berjalan ke kamarnya. Namun satu kalimat yang keluar dari mulut Davin langsung menghentikan langkahnya.
"Aku sudah mempunyai, pacar, Ma."
Sevina berbalik, David hanya bisa melongo.
"Apa katamu? Pacar? Sejak kapan?"
"Sejak malam ini. Sebenarnya, alasanku tadi pergi adalah menemui wanita yang aku sukai. Aku sudah menyatakan isi hatiku, dan dia telah menerimanya."
Penjelasan Davin langsung membuat senyum di bibir Sevina mengembang. Ia tidak menyangka akan mendapatkan pengakuan seperti itu dari putranya.
"Benarkah? Siapa dia? Dan dari keluarga mana?" Sevina memegang tangan Davin dengan penuh kebahagiaan.
"Namanya Cahaya, dia bukan dari keluarga kaya. Hanya seorang yatim piatu yang tinggal dengan Om dan Tantenya."
Sevina melepaskan tangan Davin. Tampak jelas raut kekecewaan dalam dirinya. Namun dirinya segera tersadar bahwa saat ini harta bukanlah hal penting. Yang terpenting Davin mempunyai kekasih. Terlebih lagi, nenek Davin yang bernama Viana juga berasal dari keluarga biasa. Harusnya ia tidak memikirkan kasta saat ini.
Sevina kembali menggenggam tangan Davin. "Ya, Sayang, Mama mengerti. Tidak peduli dari keluarga mana dia berasal, asalkan dia adalah wanita baik-baik."
"Ma, aku sudah mengatakan pada keluarganya, kita akan melamarnya Minggu depan."
Ucapan Davin lagi-lagi membuat senyuman Sevina melebar dan mulut David yang semakin melongo.
"Ya, kita harus membeli hantaran terbaik untuknya. Bila perlu, kita adakan pesta pertunangan kalian. Mama akan mengundang semua teman Mama yang sering mengejek mu agar mereka tahu bahwa anakku normal."
"Iya, Ma, terserah Mama saja."
"Oh ya, Mama ingin bertemu dengannya, apakah bisa? Besok undang saja dia makan siang di sini." Sevina semakin antusias.
"Iya, Ma, tapi jangan besok, lusa saja. Tapi berjanjilah untuk bersikap baik padanya dan memaklumi jika ada hal yang tidak berkenan di hati Mama." Davin menatap serius. 'Karena dia sangat polos.' batinnya.
Sevina mengangguk mengerti. Ia pun langsung memeluk Davin dan mengucapkan terima kasih.
*****
Keesokan harinya, Davin yang sedang bekerja mendapatkan pesan dari Cahaya.
[Selamat siang, Mas Davin. Ini nomor baruku, Cahaya :)]
Davin menoleh sekilas, lalu tersenyum. Ia menyelesaikan beberapa tanda tangan di beberapa berkas. Setelah selesai, ia melihat pesan dari Cahaya tadi.
Ia ingin membalas tetapi sekretaris yang datang ke ruangannya dan memberikannya beberapa berkas lagi untuk ditandatangani.
Pesan kembali masuk dan itu dari cahaya.
"SELAMAT SIANG MAS DAVIN, INI NOMOR BARUKU, CAHAYA."
Davin hanya geleng-geleng kepala melihat pesan tersebut. Ia pun mulai membalas pesan dari Cahaya dengan gayanya yang irit kalimat.
Hingga kedatangan papanya membuatnya harus mengakhiri pesan chat tersebut.
Setelah pembicaraan dengan papanya selesai Davin meraih ponselnya. Ia pun menelepon Cahaya.
Namun, saat telepon diangkat, yang terdengar adalah teriakan yang hampir membuat telinga Davin tuli.
Dan setelah itu ia pun mengatakan pada Cahaya tentang niatnya yang ingin membawa Cahaya ke rumahnya besok.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
aduh Cahaya....suara nya dipelankan... takut Davin terkejut 🤭
2024-04-05
0
yatun divia
Cahaya bener" sangat polos sekali saking polosnya sampai terkesan udik dan bodoh..berharap keluarga besar Pramudya dan Armadja mau menerima kehadiran Cahaya ditengah" keluarga besar mereka dan bisa membimbing Cahaya menjadi wanita pandai dan hebat
2023-07-12
1
yatun divia
Pah bisa mingkem sedikit nggak takute ada lalat yg masuk 😂😂
2023-07-12
2