Hawa Untuk Adam (Simpanan CEO Arogant)
"Pergi ke kamar mandi, bersihkan dirimu! Aku gak sudi memakai barang yang kotor yang sudah biasa dipakai pria lain!”
Suara pria itu terdengar tegas dan dingin di telinga Hawa. Dengan rasa takut dan tidak ingin membantah, Hawa pergi ke kamar mandi, melakukan apa yang diperintahkan pria itu.
15 menit kemudian dia kembali dengan hanya menggunakan bathrobe putih yang disediakan di hotel mewah itu.
Mitha sudah mengajarkan cara menggunakan fasilitas di hotel agar saat melayani pelanggan dia tidak menjadi kaku dan terlihat bodoh.
"Sudah, tuan," ucapnya menunduk, lalu berjalan ke depan pria itu, setelah mendapatkan panggilan lewat lambaian tangannya.
Adam Mahesa, pria 29 tahun, pengusaha sukses yang saat ini popularitasnya banyak dibicarakan orang-orang. Memiliki harta melimpah, penampilan Adam juga didukung oleh fisiknya yang baik atletik dan wajah yang sangat tampan.
Tapi tidak banyak orang yang tahu, dibalik pesona yang tercipta pada dirinya, Adam adalah pria sombong, dan juga berhati dingin, terlebih pada wanita. Hatinya sudah jauh dari kata cinta dan kesetiaan, dua hal yang selama ini dia junjung tinggi, akhir hancur dua tahu lalu, saat dirinya memergoki Abang kandungnya bercinta dengan kekasihnya yang sudah dia pacari selama lima tahun.
Pengkhianatan yang dia dapatkan membuatnya tidak percaya pada siapapun juga. Perusahan kelurga Mahesa memang diserahkan oleh almarhum papanya ke tangannya.
Bukan tanpa pertimbangan, anak pertama di dalam keluarganya adalah pria yang tidak suka bekerja, hanya ingin bersenang-senang dan tanpa beban pikiran.
Pernah suatu hari, ayah dan abangnya ke kantor, menunjukkan apa saja yang harus dikerjakan Gara. Seminggu bekerja, data yang dikelola hancur. Sejak saat itu ayahnya tidak lagi percaya menyerahkan perusahaan padanya dan menunjuk Adam, anak kedua di keluarga itu.
"Segera naik ke ranjang, tunggu aku di sana," ucapnya tanpa terselip nada ramah. Sementara dia duduk di sofa yang ada di seberang ranjang. Dalam cahaya remang, Adam menatap tajam ke arah Hawa, gadis itu terlihat sangat gugup dan tampak tidak nyaman dengan posisinya saat ini.
Adam masih menimbang, apa malam ini dia akan memakai jasa Hawa karena sebenarnya malam ini dia tidak bergairah. Sejak lima bulan lalu, sejak pengkhianatan itu terbongkar olehnya, Adam sama sekali tidak berniat menyentuh wanita mana pun juga.
Dendam dan sakit hatinya pada seorang wanita sudah mengubahnya menjadi pria yang benci sekaligus tidak mau percaya pada wanita manapun kecuali ibunya.
Perihal wanita yang kini ada di hadapannya ini, dia bingung harus diapakan. Tuan Fred dengan seenaknya melempar Hawa yang sudah dia booking untuk melayaninya malam ini ujuk-ujuk dioper padanya.
Awalnya Adam sudah menolak, tapi rasa terima kasih Fred padanya membuat pria tua itu terus memaksa untuk menyerahkan
Hawa bergumul dalam benaknya, apa sebaiknya dia kabur saja? Masih ada waktu, dia belum dijamah, kan?
Tapi kemana lagi dia harus pergi? Dia sudah melangkah sejauh ini. Wajah ayahnya yang saat ini dalam keadaan sakit parah, terlintas begitu saja di matanya. Kalau bukan demi pengobatan ayahnya, mana mungkin dia akan memilih jalan seperti ini.
Dia sudah mencoba mencari pekerjaan di kampung, gaji yang dia terima sebagai pegawai toko pakaian hanya 500 ribu setiap bulannya, tidak cukup mendanai pengobatan ayahnya.
Mengingat dia punya sahabat di kota, Hawa mencoba menghubungi Mitha, teman satu sekolahnya yang sudah satu tahun bekerja di kota.
"Aku bisa kasih kamu kerjaan, gajinya lumayan, asal kamu mau kerja keras, duit puluhan juga gampang lah terkumpul," terang Mitha melalui sambungan telepon.
"Kerja apa?"
"Kamu datang aja dulu ke sini. Wa, kalau kamu benar-benar ingin menolong ayahmu, mau mencari uang, gak usah pilih-pilih pekerjaan, yang penting bisa dapat uang, udah."
Setelah memikirkan dengan seksama, dan meminta pendapat dari ibunya, Hawa berangkat ke Jakarta.
Bayangan mendapat pekerjaan yang bisa menghasilkan uang yang banyak, membaut Hawa sangat bersemangat menemui Mitha. "Ayah, aku akan segera mengirimkan uang untuk berobat ayah," gumamnya kala itu.
Tapi semua khayalkan indahnya menjadi anak berbakti, hancur seketika kala setibanya di kosan Mitha, wanita itu menjelaskan jenis pekerjaan apa yang dia tawarkan pada sahabatnya itu.
"Astagfirullahaladzim, eling kamu Mit. Kamu kerja seperti itu?" Bola mata Hawa membulat, seujung kuku pun dia tidak menyangka kalau Mitha yang dipuji-puji oleh orang-orang di desanya karena suka bagi-bagi hadiah buat orang kampung, ternyata menghasilkan uang dari hasil bekerja sebagai wanita penghibur.
"Wa, hidup itu keras. Aku gak mau terus jadi orang miskin, lihat aku sekarang, tinggal di kosan dengan fasilitas lengkap, bisa ngirim uang ke kampung, punya nama baik di desa, punya uang dan hidup happy. gak ada beban pikiran," jawab Mitha tanpa ada rasa malu.
Hawa menarik napas. Jalannya buntu. Bagaimana ini, mana mungkin dia kembali ke desa, ibu bapaknya sudah memberangkatkan dirinya dengan doa dan harapan, mana mungkin dia berani mengecewakan harapan orang tuanya. Tapi untuk terjun di dunia gelap ini, batinnya juga gak terima.
"Sekarang gini aja, kalau kamu benar-benar mau menolong ayahmu, lakukan pekerja ini. Kamu gak mau kan ayahmu meninggal karena gak bisa mendapat pengobatan? Tapi terserah padamu, kalau kamu gak mau, ya sudah kamu kembali saja ke kampung."
Lama Hawa berpikir, selama ini dia sangat takut pada yang maha Kuasa, taat beribadah dan melakukan kewajibannya, tapi kini dia dihadapkan pada posisi sulit. Ingin kembali tapi merasa berat. Ini keputusan sulit, tapi dia tidak punya pilihan lain, semua demi ayahnya.
Malamnya, setelah didandani dan dipinjami gaun oleh Mitha, Hawa pun dibawa bertemu mami Cinta, germo yang selama ini mengasuh Mitha.
"Siapa nih, Mit?"
"Teman aku, Mih. Dia mau kerja di sini."
Cinta memandangi penampilan Hawa dari atas ke bawah, lalu manggut-manggut. Wajah Hawa tidak diragukan lagi, sangat cantik dan alami. Matanya begitu indah, setiap memandang, lawan bicara pasti akan bertekuk lutut, dan bibirnya yang sensual mengundang lawan jenis ingin mencicipi rasanya.
"Boleh, barang bagus. Tapi kamu tahu sendiri kan, Mit, peraturan di sini? Mamih gak mau karena sedikit, usaha yang mamih bangun selama ini jadi hancur."
Mitha mengangguk lemah. Dia lupa akan peraturan itu, hingga lupa juga bertanya pada Hawa. "I-iya, Mih. Aku ingat kok, aku juga sudah tanya padanya. Selama ini dia desa dia juga udah biasa melakukan hal dengan pacar-pacarnya," jawab Mitha tersenyum kaku.
Hawa yang tidak mengerti hanya melihat penuh tanya pada Mitha lalu berganti pada Cinta.
"Ya sudah kalau begitu. Kamu bawa dia ke dalam tunggu mamih carikan dia pelanggan."
Selepas Cinta pergi, Hawa yang diliputi rasa ingin tahu bertanya pada Mitha. "Maksud kamu tadi apa sih, kalau aku sudah biasa melakukan dengan pacar-pacarku? Kamu tahu sendiri kalau aku belum pernah pacaran."
"Sorry, Wa. Aku lupa, peraturan utama untuk bisa diterima di sini adalah, seorang wanita yang sudah tidak perawan dan pintar memuaskan para pelanggan."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 112 Episodes
Comments
Yenita Wijaya
ok.. baca bab awal dulu lanjut setelah adzan maghrib 🤣🤣🤣
2023-02-04
0
Kenzi Kenzi
penasaran
2023-01-27
0
Miss Typo
baru ketemu penasaran sm ceritanya
2023-01-20
3