"Tentu saja aku berani melawanmu! Kau pikir aku takut!" seru Darla sembari menahan rasa sakit yang menjalar dikulit kepalanya. Nafas James memburu melihat Darla tak ada rasa takut sama sekali padanya. Jari-jemarinya mencengkram kuat helaian rambut Darla. Ia enggan menyahut perkataan Darla barusan.
Grey yang menyaksikan kejadian di depan matanya hanya dapat menarik nafas panjang, melihat sikap Darla saat ini. Apa wanita itu tak takut kalau James akan melakukan sesuatu yang buruk padanya. Apa Darla lupa akan aturan yang sudah dibacanya tadi, pikir Grey sesaat.
Sedari tadi James masih memegang rambut Darla. Kedua matanya berkilat menyala, rahangnya mengeras menandakan dirinya tengah menahan amarah yang membuncah di palung hatinya.
Sedangkan Darla sekarang hanya bisa meringis pelan manakala rambutnya mulai tertarik ke atas. Suasana begitu mencekam di dalam ruangan.
"Lepaskan aku!!" Akhirnya Darla menjerit kala tak mampu menahan rasa sakit dikepalanya.
Mendengar teriakan Darla, James menyeringai tipis kemudian tanpa aba-aba menghempas kasar kepala Darla hingga membuat kening wanita itu membentur lantai.
Dugh!
"Awh!" Mendapat serangan mendadak, Darla mengaduh kesakitan. Ia mengusap keningnya yang terasa perih itu. Seketika kedua matanya melebar ketika melihat darah di tangannya. Ternyata benturan dikepalanya tadi mengeluarkan darah. Secepat kilat ia beralih menatap James, melayangkan tatapan permusuhan.
"Sebenarnya apa maumu?! Ceraikan saja aku! Aku bisa menghidupi sendiri anak ini! Kau tenang saja, aku tidak akan minta tanggung jawab dari mu nanti!!!" teriak Darla untuk kesekian kalinya.
Mendengar perkataan Darla. James malah tertawa keras. "Tidak semudah itu. Anak itu harus menjadi penerus kerajaanku!" katanya dengan mencengkram dagu Darla.
"Kau buat saja sana dengan wanita lain! Aku tidak mau dia menjadi seorang mafia gila seperti mu!"
"Cukup! Jangan banyak membantah!! Jika kau masih mau bernafas, kau ikuti semua aturan di mansion ini. Kalau kau melawanku lagi. Aku akan menyiksamu!" James menghempas kasar dagu Darla, kemudian satu tangannya terulur ke arah Grey.
Melihat pergerakan tangan James. Grey mengambil sapu tangan yang tersampir di saku jasnya kemudian menyodorkan kain berwarna putih dan kecil itu kepada James.
"Ingat Darla, aku bisa saja menghabisi nyawamu sekarang tapi karena pamanmu aku masih menghargai dirimu!" James mengelap tangannya yang terkena darah Darla tadi lalu melempar kain itu ke sembarang arah.
Darla menatap James seketika. "Kau kenal dengan pamanku? Sebenarnya apa yang terjadi semalam, James, katakan padaku," sahutnya dengan menampilkan raut wajah memelas.
"Kau tak perlu aku kenal atau tidak dengan pamanmu. Cih, cari sendiri jawabannya, gara-gara dirimu waktuku sudah terbuang banyak. Sekarang kau ke kamar ku, aku tunggu tiga menit dari sekarang." Sebelum mendengar balasan Darla. James berlalu pergi meninggalkan Darla dan Grey di ruangan.
Grey beralih menatap Darla yang tengah melihat kepergian James. "Bersihkan luka anda. Tuan James tidak suka menunggu. Saya pergi dulu. Kamar tuan James ada di lantai empat."
Selepas kepergian Grey. Darla menarik nafas panjang. Menyadari bahwa dirinya sekarang berada di medan pertempuran. Tak mau membuat James kembali berang. Seketika ia berdiri dengan perlahan kemudian mengusap luka dipelipisnya yang berdarah tadi.
*
*
*
Ting!
Terdengar bunyi lift di lantai empat. Darla bergegas keluar dari benda berbentuk kotak persegi tersebut. Dia tengah membawa nampan yang di dalamnya terdapat makanan dan minuman milik James.
"Si@l! Aku benar-benar seperti pembantu. Ayo lah Darla coba kau ingat semalam apa yang terjadi..." Sembari melangkahkan kaki menyusuri koridor yang mengarah ke kamar James. Darla berbicara sendiri. Ia penasaran mengapa sampai bisa tidur bersama James. Pasti ada sesuatu pikirnya. Sesampainya di ambang pintu kamar James. Darla mengingat aturan yang tertera di buku. Dia mengetuk pintu sebanyak tiga kali.
Tok, tok, tok.
"Masuk!" sahut James dari dalam kamar. Begitu mendengar suara James. Darla segera memutar gagang pintu.
"Lama sekali kau!" James melihat Darla tengah menutup pintu kamarnya. Dengan cepat pria berwajah sanggar dan dingin itu melempar jas yang dikenakannya tadi di atas kepala Darla.
"Besok kau cuci jasku itu!"
Dengan kesal Darla melempar jas itu ke lantai. Beruntung makanan dan minuman yang dia bawa tak terkena jas tersebut. Darla berdecak kesal di dalam hati sembari menaruh nampan di atas nakas.
"Kau tuli?!" James mengepalkan kedua tanganya saat Darla tak membalas perkataannya dan terkesan kembali melawannya.
"Iya, aku akan mencuci jasmu Baginda. Dan aku tidak tuli!" Seketika Darla melototkan matanya membuat James berjalan cepat menghampiri Darla.
"Kenapa kau tidak takut denganku?" tanya James menatap tajam Darla. Suaranya terdengar dingin membuat tubuh Darla merinding.
"Mengapa aku harus takut denganmu? Memangnya kau Tuhan? Bukan Kan?" Entah keberanian dari mana Darla malah melontarkan sebuah kalimat yang membuat James bungkam.
James membalas perkataan Darla dengan tersenyum penuh arti. "Berarti kau hanya takut dengan Tuhan?" tanyanya dengan tatapan mengintimidasi sembari melangkah maju ke depan.
Melihat pergerakan James. Darla memundurkan kakinya juga. Dia tengah berusaha menutupi ketakutannya sebisa mungkin.
"Iya, kurang lebih seperti itu. Bisa kah anda mundur, aku mau menyiapkan air mandi." Darla nampak gelagapan manakala James sekarang menghimpit tubuhnya ke tembok.
"Kenapa kau sekarang takut?" James dapat melihat dengan jelas kegugupan di wajah Darla walaupun wanita itu menyembunyikan rasa tidak nyamannya.
"Aku? Takut? Haha! Jangan bercanda, aku sama sekali tidak takut denganmu, yang ada sekarang aku merasa bahwa kau pria pecundang karena hanya berani pada seorang wanita!" seru Darla berapi-api membuat James mendengus kasar.
"Bukannya kita sama-sama pencundang, maksudku kau murahan dan pencundang, sedangkan aku sedikit berbeda denganmu. Aku hanya seorang pencundang!" Kini James mengurung Darla dengan tubuhnya dan saling menatap satu sama lain. Tanpa sadar pancaran mata Darla dan James tersirat rasa benci terpendam.
"Apa maksudmu?" tanya Darla tiba-tiba setelah puas memandang satu sama lain.
"Kau benar-benar lupa dan tidak ingat kejadian semalam?" James seketika melepas tubuh Darla kemudian berjalan cepat mendekati nakas di sisi kanan tempat tidur.
"Tidak, sungguh aku tidak ingat! Cepat katakan padaku apa yang terjadi!" pinta Darla tulus.
James menyeringai tipis melihat wajah Darla sekarang. Detik selanjutnya ia berkata,"Kau siap mendengar kejadian semalam?"
Darla mengangguk cepat sembari menampilkan wajah memelas berharap James dapat luluh melihat permohonannya itu.
"Hmm, setelah kau melakukan tugasmu sebagai seorang istri. Aku akan memberitahukanmu, sekarang siapkan air hangat untukku!" titah James seketika membuat Darla lagi dan lagi mendengus kasar. Mau tak mau Darla mengikuti keinginan James.
Dengan sabar Darla menunggu James di luar kamar. Ia sedikit beruntung sebab James tak seperti pria yang selalu dia baca di novel-novel yang biasanya meminta dimandikan.
"Bodoh sekali kau Darla, jelas-jelas ini dunia nyata bukan dunia novel." Darla menepuk jidatnya sendiri. Secepat kilat memandang pintu kamar mandi James.
"Lama sekali sih dia! Apa dia sedang bertapa di dalam wc?"
Ceklek!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Yunerty Blessa
pasti ada sesuatu yang terjadi sehingga James berakhir dengan Darla
2024-06-12
0
Surati
penasaran ada apa ya dgn James?
2022-11-05
1
tria sulistia
vote untuk kak nana
2022-11-05
0