Selepas kepergian Lily. Tanpa sadar Darla menitihkan matanya. Apa dia tidak salah mendengar? Auntynya memutus tali kekeluargaan. Apa yang telah terjadi sejak malam. Apa yang dia lewatkan? Pikirannya berkecamuk mencoba mengingat-ingat kejadian semalam. Bukan kah seharusnya dia bersama Eslin, mengapa pula rencananya selalu gagal total.
Hening!
Baik Darla maupun pria asing itu bergeming di tempat tidur tanpa mengeluarkan satu patah katapun.
Darla masih mencoba mencerna ucapan Auntynya barusan. Apa mungkin ini hanya mimpi? Atau hanya halusinasi. Tidak mungkin kan Auntynya mengucapkan kalimat barusan yang membuat dunianya berhenti berputar. Apa ini prank? Tidak! Jelas Darla tau perangai Auntynya tak suka melakukan sesuatu yang membuang-buang tenaga.
"Kau dengar itu, sekarang kau milikku." Suara bariton itu membuyarkan lamunan Darla.
"Aku bukan milikmu!" seru Darla membuat pria itu melebarkan matanya.
"Kau berani melawanku?!" Pria itu mencengkram rambut Darla seketika.
"Argh! Lepaskan aku!" Darla mengibas cepat pergelangan tangan pria itu dengan kuat.
"Cih, j@lang! Dengar kan aku! Kita harus ke gereja, sepertinya aku tidak sengaja menabur benih di dalam tubuhmu!" Sang pria beranjak cepat hingga menampakkan tubuhnya yang polos. Darla tergugu sembari memalingkan muka ke samping.
'Menikah? Benih?' Batin Darla mengamati sprei berwarna putih itu. Mencari kebenaran apa dia benar tidur bersama pria yang dia tak ketahui identitasnya itu.
Deg.
Lagi dan lagi, jantung Darla berdetak lebih cepat tatkala noda merah nampak jelas di sprei itu.
'Apa?! Tidak mungkin! Ini pasti bekas saos sambal ABC atau apa? Tidak!' Darla mendoktrin dirinya sendiri bahwa tak ada apa pun yang terjadi di antara ia dan pria asing itu. Cukup lama Darla menatap jejak kemerahan yang menempel di kain itu sampai pria asing itu kembali membuka suara.
"Kau tuli?" Ternyata pria asing itu sudah memakai celana jeans dan kaos berwarna hitam. Sedari tadi dia memperhatikan gerak-gerik Darla dengan seksama.
"Aku tidak mau! Jelaskan padaku apa yang telah terjadi semalam?! Dan kau siapa!? Mengapa aku bisa bersama denganmu!?" teriak Darla. Entah mengapa Darla merasa pria dihadapan sangat berbahaya. Belum lagi aura yang menguar dari tubuh pria itu membuat bulu kuduknya merinding. Ia merasa seperti mangsa yang sudah masukan jebakan ke dalam singa.
Satu alis pria itu terangkat. "Kau akan ingat nanti, hafalkan namaku di otak bodohmu itu namaku James Vardy," ucapnya sembari menyambar arloji di atas nakas.
"James Vardy..." ucap Darla lirih mengulangi perkataan James barusan.
"Aku tidak pernah mengulangi perkataanku, aku tunggu 5 menit dari sekarang di lobi." Sebelum James memutar gagang pintu. Dia menatap dingin ke arah Darla membuat nyalinya seketika menciut.
Selepas kepergian James, Darla berteriak histeris di kamarnya. Melampiaskan segala kekesalan dan kecemasan yang merasuk hatinya. Setelah puas berteriak, dengan cepat Darla memakai pakaian dan bergegas keluar dari kamar. Ia hendak menemui Pacito ingin meminta penjelasan karena yakin pemilik bar itu pasti tau kejadian semalam. Sebab sedari tadi Darla tak ingat apa pun.
Sesampainya di lobi Darla kebingungan saat mendapatkan informasi dari waiters yang berkerja di bar mengatakan Pacito pergi ke luar pulau.
"Whats?! Pulau apa? Cepat katakan–"
"Hei kau! Sudah lebih dari lima menit aku menunggumu!" James mendekat sembari menatap tajam ke arah waiters dihadapannya. Mendapatkan tatapan itu waiters nampak ketakutan dan gelagapan.
"Maaf, Tuan." Waiters membungkukkan badan kemudian berlalu pergi meninggalkan Darla dan James.
"Kau bukan siapa-siapa bagiku! Pergi sana kau! Kalaupun aku hamil! Aku bisa menghidupi sendiri anak ini!" murka Darla.
Sudah habis kesabaran Darla sebab James benar-benar tipikal pria yang sangat dia hindari. Pria setinggi 185 cm itu sangat kasar, pengatur dan bossy. Itu lah sikap James yang membuat Darla mengucapkan kalimat barusan dengan enteng. Padahal sebenarnya Darla tak mau memiliki anak karena dia belum siap menjadi seorang ibu. Namun tak terbersit dipikiran Darla akan mengugurkan anaknya kelak. Sebab benih yang tumbuh diperutnya tak bersalah sama sekali.
Alih-alih menjawab perkataan Darla, James malah menyeringai tipis kemudian melirik seseorang di ujung sana.
"Argh! Siapa kalian? Lepaskan aku!" Darla terkejut melihat dua orang pria memegang kuat tangannya. Dengan sigap Darla melayangkan kaki jenjangnya bermaksud melawan dua pria berperawakan tinggi dan besar itu. Bukannya berhasil melancarkan serangan malah Darla kesusahan mengangkat kakinya sebab heels yang di pakai menyulitkan dirinya untuk bergerak.
"James! Bantu aku! Siapa mereka?! Katakan pada mereka lepaskan aku!" Darla mendengus melihat James hanya menontonnya saja tanpa berniat membantu.
"Bawa dia ke dalam mobil, kita ke gereja terdekat siapkan helikopter satu jam dari sekarang." James berucap cepat membuat Darla terpaku di tempat.
"Oh my God! Lepaskan aku! Tidak mau, aku tidak mau menikah denganmu! Kita tidak saling mengenal! Lepas!!!" jerit Darla membuat sebagian orang di bar memusatkan perhatian pada Darla.
*
*
*
James dan Darla sudah selesai melangsungkan pernikahan di gereja. Saat ini keduanya berada di dalam mobil hendak ke suatu tempat. Di sepanjang jalan Darla menatap lurus ke depan, tatapan matanya kosong seperti tak bernyawa.
Sebelum mengucap janji suci pernikahan dia begitu nelangsa saat mendapatkan kabar bahwa dirinya sudah bukan lagi bagian dari keluarga Marques ataupun Andersean. Jadi sekarang Darla benar-benar seorang diri. Dengan terpaksa pula ia menyetujui menikah bersama James. Pria yang tak dia ketahui asal-usulnya itu. James mengancam akan membeberkan video pergulatan mereka semalam ke sosial media jika dirinya tak mau menikah dengan dirinya.
Di sini lah Darla sekarang merutuki kebodohannya sendiri. Dia ingin berteriak dan menangis tapi percuma saja. Banyak hal yang ingin Darla tanyakan pada James namun ia urungkan tatkala melihat tatapan dingin James.
Darla dapat menebak jika James bukan lah orang sembarangan. Sebab mobil yang dia kendarai sekarang sangat lah mahal belum lagi di belakang mereka ada lima buah mobil berwarna hitam mengikuti mereka sedari tadi. Darla tak tahu kemana tujuannya saat ini, tapi yang jelas jauh dari pusat kota.
Darla melirik James sekilas sedang menatap lurus ke depan. Ia menarik nafas pelan kemudian mengambil ponselnya hendak mengatakan pada karyawannya agar memasak semur jengkol tanpa kehadirannya dan meminta mereka berkerja seperti biasa.
"James, apa masih lama? Aku lapar..." ucap Darla lirih sebab sudah satu jam berlalu namun mobil tak kunjunv berhenti.
James hanya melirik dingin Darla. Tatapan pria itu membuat Darla gelagapan. Tanpa sadar Darla meneguk ludahnya berulang kali. Bohong jika dia tak takut.
Hening kembali. Hanya terdengar deru mobil membelah jalanan perkotaan. Darla tak berani mengucapkan satu patah katapun. Dia menahan perutnya yang sudah berdemo sedari tadi.
'Lunna, mengapa kau sangat sibuk, aku membutuhkanmu...' Darla berucap di dalam hati sebab sedari tadi Lunna susah sekali dihubungi.
Dia tahu jika Lunna sekarang tengah disibukkan dengan mengurus anak-anaknya, tapi bisa kah Lunna menyempatkan diri untuk membalas pesan darinya. Dahulu jika Lunna membutuhkan dirinya Darla dengan cepat akan menemani Lunna. Dada Darla begitu sesak teringat dirinya saat ini benar-benar sendirian. Tak ada lagi yang bisa dijadikannya tempat untuk bersandar sekarang. Darla menarik nafas panjang sembari mengigit bibir bawahnya.
"Keluar!" ucap James tiba-tiba ketika mobil berhenti tepat di mansion yang megah dan mewah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Novita Ningrum
manly bingits..
pesen 1 thor..
2025-02-08
0
Yunerty Blessa
seram eh
2024-06-12
0
Henny Pristyawatie
hhuuuhuuu.. HOT thor 🤤🤤
2024-05-11
0