Dendam
Pagi yang cerah, seperti suasana hati Aisah. Ibu yang selalu sigap dan cepat tanggap ini, selalu aktif setiap saat.
“Bangun sayang, nanti terlambat lho!” ujar Aisah sembari menarik kain selimut yang menutupi sebagian tubuh putri sulungnya itu.
“Aduh, Ma! Ayu masih ngantuk nih.”
“Ayo sayang, nanti terlambat lhoh.”
Mesti terdengar jelas di telinga Ayu, namun dia tetap tak mau membuka kedua matanya, rasa kantuk masih dapat mengalahkan panggilan Mama tercintanya.
Setelah membangunkan putrinya, Aisah langsung menuju kamar suaminya, dan mencoba untuk membangunkan suaminya yang masih tertidur dengan nyenyak nya.
“Ayo bangun Mas, udah siang, nanti terlambat lhoh.”
“Bentar lagi sayang, masih ngantuk.”
“Kalau kang Mas nggak bangun, nanti jangan salahkan Isah kalau terlambat ya?”
“Ah, masa Istri tercinta kang Mas langsung sewot, kalau bangunin suami itu yang sabar dong sayang.”
“Isah capek lhoh, nggak anak nggak Papa sama doang, susah kalau di bangunin,” ujar Isah, sembari berjalan menuju kamar putrinya yang masih tertidur.
Melihat putrinya masih tertidur dengan nyenyak, Aisah melakukan berbagai macam cara, agar suami dan putrinya segera bangkit dan berkemas untuk tugas kesehariannya.
Di saat Aisah telah duduk sendiri di meja makan, maka satu persatu anggota keluarga pun bermunculan, dan duduk tenang menikmati hidangan yang telah di sajikan di meja makan.
Semua tampak tenang dan diam, mereka sama-sama menikmati masakan yang telah di buat oleh tangan lembut Aisah.
“Masakan Mama pasti enak dan paling mantap nggak ada tandingannya deh!” ujar Ayu memuji masakan Aisah.
“Yang mujinya siapa?”
“Ya putrinya lah Pa, kalau orang lain, nggak bakalan.”
“Kenapa?”
“Karena masakan Mama nggak boleh di promosikan di seluruh daerah ini!”
“Loh, kok gitu sih?” tanya Aisah ingin tau.
“Karena aku nggak mau berbagi rasa dengan mereka, hehehe!” jawab Ayu sembari terkekeh.
“Kamu ya, kalau giliran ngomong, pasti paling pintar,” ujar Aisah seraya menyisir rambut putrinya itu.
“Ya udah, aku berangkat ya Ma, Pa! assalamu’alaikum.” Ujar Ayu seraya melambaikan tangannya.
“Wa’alaikum salam, hati-hati di jalan sayang!”
“Iya, Ma,” jawab Ayu sambil berlari menghampiri mobilnya.
Setelah Ayu berangkat, suaminya pun menyusul, Rinaldi yang bekerja sebagai di rektur Bank, selalu di siplin dalam bertugas, dia tak pernah terlambat mesti sekali pun. Hal itu sengaja di lakukan Rinaldi, agar karyawannya juga mengikuti kedisiplinan dirinya.
Di saat semua orang telah pergi, Aisah pun juga ikut berangkat ke kantor. Seperti suaminya, Aisah juga menanamkan jiwa disiplin pada dirinya.
Sementara itu si kecil Arif, berangkat bersama Aisah ke sekolah, karena Arif masih kecil dan duduk di bangku SD.
Mereka adalah keluarga yang tertib dan menjunjung tinggi disiplin, baik di dalam rumah mau pun diluar.
Di sekolah, Ayu yang masih duduk di kelas satu SMA, dia memiliki hobi menari. Hampir setiap kali ada acara perlombaan menari, atau sejenisnya, Ayu selalu dapat menampilkan kebolehannya dan hasilnya Ayu selalu mendapatkan nilai pertama.
Hal itu membuat Rinaldi dan Aisah menjadi senang, Aisah bahkan membayar guru pelatih untuk putrinya, agar Ayu lebih mahir lagi dalam mengembangkan bakatnya menjadi seorang penari.
Siang itu Kenedi datang berkunjung kerumah Ayu dan hal itu sudah menjadi kebiasaan Kenedi sedari kecilnya, karena antara Ayu dan Kenedi masih terbilang saudara dekat. Mesti demikian, benih-benih cinta sebenarnya sudah lama tertanam di lubuk hati keduanya.
Karena hubungan mereka sangat baik, apa lagi Kenedi sudah lama bergaul di rumah itu, Rinaldi dan Aisah mengizinkan hubungan mereka berdua.
Bersama Kenedi, Ayu merasa begitu nyaman sekali, apa lagi Kenedi seorang anak pengusaha Garmen yang terkenal, tentu semua kebutuhan Ayu selalu saja diturutinya.
Kenedi yang berhati baik dan lembut, tak sekali pun menaruh rasa marah apa lagi mencurigai gerak gerik Ayu yang di sekolahnya agak sedikit tomboi.
Namun meski demikian Ayu tetaplah seorang wanita yang harus di lindungi dari orang-orang yang tak bertanggung jawab.
“Tok, tok, tok! assalamu’alaikum.” Sapa Kenedi mengucapkan salam.
Wa’alaikum salam,” jawab Aisah dari dalam.
Mendengar seseorang mengucapkan salam dari luar, Ayu langsung saja berlari menghampiri pintu, walau saat itu Ayu tau kalau Mamanya sudah duluan menghampirinya.
“Hep! Ini bagian ku!” ujar Ayu sembari mengibas-ngibaskan tangannya kearah Aisah.
Melihat sikap Ayu yang telah mendahuluinya, Aisah tak mau tinggal diam, dengan cepat di pegangnya gagang pintu, agar Ayu tak bisa membuka pintu untuk Kenedi kekasihnya.
“Mau saya laporkan pada kekasih Mama?”
“Nggak non,” jawab Aisah seraya membungkukkan separuh badannya.
“Jangan pernah berlagak di hadapan saya, karena ini adalah bagian saya!”
Sambil berlagak seperti orang sedang ketakutan, Aisah pun mundur dan bersembunyi di balik pintu.
Lalu, Ayu membukakan pintu untuk pangerannya dan mempersilahkan dirinya masuk kedalam.
“Silahkan masuk tuan,” ujar Ayu sembari membungkukkan sebagian tubuhnya dengan tangan di ayunkan kearah samping.
“Terima kasih, lain kali kalau kedatangan tamu jangan biarkan dia menunggu dengan lama, bikin capek tau!” jawab Kenedi seraya memukulkan bunga yang dipegangnya ke pundak Ayu yang sedang membungkuk.
“Widih! Bunganya pada rontok semua!” ujar Ayu yang melihat bunga yang dipukulkan Kenedi berjatuhan ke lantai.
“Ya ampun, kok bisa rontok ya!” jawab Kenedi yang kemudian mengumpulkan bunga itu berdua.
“Drama udah selesai, semua kembali pada keadaan normal,” ucap Aisah yang kembali keluar dari persembunyiannya.
Suasana tampak begitu menyenangkan saat itu, baik Aisah, Kenedi dan Ayu, ketiga langsung menikmati makan siang bersama.
“Gimana kuliah mu nak?” tanya Aisah sembari menyendok nasi ke piringnya.
“Alhamdulillah, berjalan dengan baik Ma.”
“Oh, syukurlah. Gimana keadaan Mama mu saat ini Ken?”
“Mama sedang sakit saat ini, Ma.”
“Sakit, sakit apa? kemaren aja Mama lihat Mama mu sehat kok.”
“Mama terpeleset di kamar mandi Ma, untuk ada Bi Yuli yang mengetahuinya, jadi Mama cepat mereka bawa kekamar.”
“Ada yang terkilir?”
“Pinggang Mama, katanya masih terasa sedikit nyeri.”
“Nggak di bawa kerumah sakit, nanti bahaya lho.”
“Kata Papa emang begitu, tapi Mama menolaknya.”
“Ah, dari dulu Mama mu selalu begitu, nggak mau patuh pada perintah suaminya, padahal kalau sakit, kan orang terdekatnya juga yang sibuk.”
“Iya juga sih,” jawab Kenedi pelan.
“Kak Ken, nanti anterin Ayu ya?”
“Anterin kemana sayang?”
“Ayu mau ke mall.”
“Ngapain kesana? Buat uang Kak Ken habis nantinya.”
“Widih jadi kekasih kok pelit banget?”
“Nah, gitu kan Ma, baru di bilangin begitu aja langsung ngambek deh.”
“Ayu, barang kali Kak Ken belum punya uang, untuk mengajak mu belanja ke moll, lain kali aja kan bisa, nggak mesti harus sekarang dong.”
“Kak Ken, kita pergi ke mall ya, aku mau beli sesuatu!” rengek Ayu pada kekasihnya itu.
“Ya udah, sana siap-siap, nanti Kak Ken antar kamu ke mall, tapi ingat jangan minta yang macam-macam.”
“Hah, Kak Ken, mau ngantar Ayu ke mall?”
“Iya, sana berkemas-kemas.”
Mendengar kesanggupan Kenedi yang bersedia mengantarkan Ayu ke mall, gadis belia ini pun melompat-lompat kegirangan.
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
MasWan
izin baca novel mu ya thor
2023-06-08
0
AbyGail
Hi... dah aku subscribe yaa
2022-12-13
1
Mugiya is back
Hadir sudah like and subscribe. 😁
2022-12-02
0