“Kamu yang sabar nak, mungkin Allah sedang menguji keimanan mu saat ini,” ujar Nanda pada putranya itu.
“Iya Bu, “ jawab Ravi sembari tersenyum tipis pada Ibunya.
“Yang penting kita telah berusaha semaksimal mungkin untuk mencari keberadaan Sovia, tapi karena Allah belum mempertemukan kalian, yeah, kamu mesti tetap bersabar.”
“Menurut Ibu, mungkin nggak kira-kira, Sovia pergi dengan pria lain?”
“Entahlah nak, tapi Ibu yakin kalau Sovia tidak seperti itu orangnya, karena selama ini, dia selalu memperlihatkan kelembutan dan kebaikannya sama kita.”
“Aku yakin pasti ada yang nggak beres dengan hilangnya Sovia.”
“Ibu juga merasakan hal yang sama, nak. tapi bukankah keluarga Sovia juga telah mencari keberadaan anaknya?”
“Benar Bu, tapi hasilnya tetap nihil.”
“Aneh, tiada angin dan tiada pula hujan, tiba-tiba saja dia menghilang di malam itu, padahal ketika Ibu tanya dia di dalam kamar, Sovia merasa senang tuh, bahkan dia berjanji pada Ibu akan tetap menjaga mu sampai kapan pun.”
Mendengar cerita Nanda, hati Ravi bagai teriris-iris, luka yang belum sembuh, saat itu mulai mengeluarkan darah kembali. Bukan hanya tenaga yang terkuras untuk mencari keberadaan Sovia akan tetapi Ravi juga kehabisan uang untuk hal tersebut.
Pagi itu, Ravi bersama teman-temannya, mendatangi kantor polisi, untuk menanyakan hal yang menyangkut hilangnya Sovia. Namun hingga saat itu polisi belum bisa menemukan barang bukti tentang menghilangnya kekasih Ravi itu.
“Kami juga sudah berusaha Dek, namun hingga saat ini, kami belum menemukan sedikit petunjuk pun tentang hilangnya saudari Sovia.”
Mendengar keterangan dari polisi, tersebut, hati Ravi menjadi sedih, karena hingga saat itu sudah masuk bulan kedua semenjak hilangnya Sovia.
Kelima orang teman Ravi yang selalu setia menemaninya, merasa prihatin sekali, mereka selau bergerak untuk membantu Ravi dalam mencari keberadaan Sovia.
“Ravi, kau yakin kalau Sovia itu nggak memiliki kekasih lain, selain kamu?” tanya Ihsan.
“Mana saya tau San,” jawab Ravi sembari menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan.
“Berarti, kita semua harus menyelidikinya terlebih dahulu, pada keluarga Sovia, agar kasus ini segera selesai.”
“Sebenarnya memang seperti itu, Ren. Tapi masalahnya sekarang ini, apakah kedua orang tua Sovia nggak marah pada kita kalau hal ini kita tanyakan pada mereka.”
“Iya, juga ya,” jawab Reno sembari mengernyitkan kedua alisnya.
“Kalau menurut ku, kita selidiki aja kasus ini pelan-pelan, tanpa harus memberi tahu siapa pun, nanti kalau kita udah menemukan titik terangnya, baru kita laporkan ke polisi.”
“Ya, aku setuju!” kata Revan dengan kepolosannya.
“Baiklah untuk sementara waktu biarlah hal ini kita selidiki aja dulu bersama.”
“Ok.” Jawab kelima orang teman Ravi yang begitu setia mendampingi Ravi baik dalam suka maupun duka.
Namun, sejauh manapun Ravi berusaha untuk terus menyelidikinya, dia selalu saja mendapatkan kendala diluar keinginannya, seakan-akan ada sekenario yang secara tidak langsung melarang Ravi untuk terus bergerak.
“Katanya, mau menyelidiki kasus ini sendiri, tapi kok masih tidur nak?” tanya Nanda yang mendapati Ravi masih tertidur pulas di kamarnya.
“Tadi malam aku keluar Bu, tapi aku merasakan ada seseorang yang mengikuti ku dari belakang.”
“Jangan-jangan mereka itu salah seorang yang selama ini telah menculik Sovia.”
“Ibu, jangan berfikiran negatif dulu kenapa sih?”
“Ibu nggak berfikiran negatif nak, tapi kita kan harus waspada, siapa tau setelah Sovia, mereka juga mengincar nyawamu.”
Mendengar ucapan Ibunya, Ravi jadi berfikir ulang kembali, Ibunya benar, siapa tau Sovia menjadi korban penculikan selama ini, dan mereka juga mengincar Ravi untuk di jadikan target kedua mereka.
Semenjak malam itu, Ravi pun jarang keluar rumah, bahkan saat kelima orang temannya datang pun Ravi berusaha untuk menolak mereka.
Revan heran, karena Ravi jauh berubah dan terlihat lebih banyak menutup diri ketimbang bicara pada siapa pun. Mesti semenjak hari itu Ravi tetap bertugas sebagai seorang guru yang baik, namun dia tak pernah mengungkit masa lalunya bersama Sovia.
Memang terasa begitu sulit untuk di jalani, tapi Ravi harus tetap tegar, karena kalau Ravi berbuat sesuatu, pasti nyawanya yang dalam bahaya.
Hal itupun telah di laporkan Ravi ke polisi, namun tak ada jawaban tentang laporannya itu. Sehingga keluarga Ravi hanya bisa diam dan tutup mulut.
Kejadian itu sebenarnya membuat Ravi dan keluarganya merasa terancam. Karena hampir setiap hari ada saja orang-orang yang menutup wajahnya datang menghampiri rumah Ravi.
Malam itu, saat seluruh keluarga sedang tertidur dengan pulas, tiba-tiba rumah Ravi di datangi oleh seseorang, Ravi bersama keluarganya berusaha untuk diam. Sebenarnya ingin sekali Ravi menemui orang yang meneror keluarganya tersebut, namun Ayah dan Ibunya selalu melarang.
Bagi Nanda, hal itu akan membahayakan jiwa Ravi sendiri, itu sebabnya Nanda melarang Ravi untuk keluar rumah.
Diamnya keluarga Ravi membuat kasus itu semakin hening tak bergeming, sehingga keluarga Ravi bisa bebas melenggang keluar rumah dan tak ada lagi ancaman untuk mereka yang disayanginya.
Tak terasa, dua tahun sudah berlalu, semenjak kejadian itu, Ravi pun mulai melupakan wajah Sovia, mesti terasa sulit namun dia harus mampu untuk melakukannya.
Disekolah, Ravi terlihat seperti pria dingin, tak seorang wanita pun yang di lihatnya bisa membuat hidupnya bisa melupakan Sovia, mesti setiap harinya Ravi selalu mendapat pujian dari wanita yang berada di sekitarnya.
Di saat kekosongan hati telah membelenggu dirinya sendiri, Ravi mencoba untuk bisa kuat, seperti halnya dengan Ayu yang separoh hidupnya telah hancur.
Setelah beberapa bulan di rawat oleh Papanya, Ayu pun dinyatakan sembuh dari ketagihan obat yang di alaminya, hati Rinaldi menjadi senang, karena putri satu-satunya mulai menampakkan perubahan.
Seperti gadis yang lainnya, Ayu juga tampil biasa, dia bahkan tak lagi memikirkan Kenedi yang selama ini telah menjadi bagian dalam hidupnya.
“Masa depan menanti mu putri ku!” ujar Rinaldi pada Ayu.
Ayu pun tersenyum bahagia, senyum yang sudah lama tak pernah di lihat oleh Rinaldi, kini terkuak lebar di hadapannya.
“Besok Papa akan mendaftarkan mu kesekolah yang baru, apakah kau mau nak?” tanya Rinaldi pada Ayu.
“Terserah Papa aja," jawab Ayu singkat.
“Mulai hari ini, kita harus belajar hidup sederhana nak, karena Papa udah nggak punya apa-apa lagi untuk kau banggakan.”
“Aku mengerti Pa,” jawab Ayu pelan.
“Ayo habiskan makanan mu, dan segeralah tidur, karena esok Papa akan mengantarkan mu kesekolah.”
“Baik Pa,” jawab Ayu sembari menyudahi makanan yang ada dihadapannya.
Keesokan harinya, Ayu bersama Rinaldi mencoba mendaftar di SMA Pertiwi. Karena hanya sekolah itu yang letaknya agak sedikit dekat dari tempat tinggal mereka, mesti demilkian, Ayu harus mencari rumah kos untuk tempat tinggalnya.
Ayu tak mempermasalahkannya, gadis polos itu menerima dengan lapang dada apa yang di sarankan oleh Papanya tersebut.
Bersambung...
\*Selamat membaca\*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments
Iril Nasri
semoga betah di sekolah baru nya ya Ayu
2023-01-08
0
Iril Nasri
mantap Thor
2023-01-03
0
AbyGail
Alurnya suka cepat berganti... btw semangat...
2022-12-17
0