Dipersunting Tuan Barun
Seorang gadis bernama Sabhira Irani sedang mengekori ayahnya yang hendak berangkat untuk bekerja.
"Ayah, hari ini aku ingin pergi ke festival jajanan di pasar besar itu. Tapi aku tidak mau naik kendaraan umum. Malas sekali kalau harus desak-desakan. Belum lagi nanti minyak wangi yang aku pakai, akan kalah dengan keringat mereka yang ikut menempel di bajuku. Jadi ... boleh kan kalau aku pinjam motor vespa Ayah?" tutur Sabhira, tangannya menggelayut manja pada lengan sang ayah.
"Kamu yakin bisa mengendarainya? bukankah terakhir kamu pakai, malah terjun ke danau pinggir kota? Sekarang ingin mengendarainya lagi? Apa kamu belum kapok, hem?" cecar ayahnya memborong banyak sekali pertanyaan. Mengingatkan kembali kejadian yang menimpa Sabhira beberapa tahun yang lalu. Membuat gadis itu bingung untuk menjawabnya bagaimana.
"Tapi Ayah ... sekali ini dan terakhir deh. Tolong aku Ayah. aku ingin pergi ke sana." Sabhira merengek layaknya anak berusia lima tahun yang ingin meminta mainan di tukang abang-abang dorong.
"Terserah kamu lah. Kalau sampai terjadi apa-apa, Ayah lepas tangan dan kamu harus belajar tanggung jawab atas kesalahanmu sendiri," ucap ayahnya dengan nada tegas. Pria paruh baya itu tidak mau mengambil pusing dengan tingkah kekonyolan anak gadisnya.
"Dengar kata Ayahmu. Kami sudah berusaha mencegah supaya kamu tidak mengendarai vespa lagi. Tapi kalau kamu kekeuh, ya sudah selebihnya tanggung sendiri," sahut wanita paruh baya yang baru saja menghampiri mereka sambil membawakan tas kerja milik suaminya. Dan wanita itu adalah ibu kandung Sabhira.
"Hufft!" Helaan napas yang terdengar lesu pun dikeluarkan oleh Sabhira. Gadis itu memang masih bersikap kekanak-kanakan. Terlebih usianya baru menginjak delapan belas tahun.
"Ayah berangkat dulu ya," pamit pria itu pada keluarganya.
"Iya, dah Ayah." Sabhira berbalik badan lalu pergi ke kamarnya dengan langkah gontai.
"Hati-hati di jalan Ayah!" seru sang istri sambil melambaikan tangan. Lalu menoleh ke arah anak gadisnya yang baru saja masuk ke dalam kamar. Ia pun menghela napas sambil menggelengkan kepala, kemudian pergi ke dapur untuk membuat hidangan.
"Datanglah ke festival jajanan. Hanya dibuka khusus hari ini. Banyak diskon menarik dan juga ... ada grand prize nya juga loh! buruan ke sini!"
Suara iklan di televisi yang terdengar hingga ke dalam kamar, membuat Sabhira ketar ketir dan tidak sabar ingin segera ke sana. Gadis itu terus mondar mandir sambil menggigiti kuku jarinya.
"Ah!" Bagai ada sebuah cahaya yang berkelebat di depan matanya. Sebuah ide cemerlang pun muncul. Sabhira keluar dari kamar sambil mengendap-endap, lalu pergi ke dapur memastikan kalau ibunya masih sibuk memasak.
"Huh, aman." Sabhira mengusap dadanya seraya menghembuskan napas lega. Gadis itu segera mencari keberadaan kunci motor vespa kesayangan ayahnya itu.
Sabhira mencari ke semua laci dari lemari yang ada di ruang keluarga sampai ke kamar orang tuanya. Matanya berbinar ketika menemukan kunci yang ia cari. Gadis itu pun segera keluar dari rumah menuju garasi.
Rolling dor yang menutup garasi itu, ia angkat kuat-kuat. Sebab pintu tersebut jarang sekali di buka. Sehingga air hujan yang mengakibatkan karat pada setiap sudut lipatannya membuat pintu menjadi sulit dibuka.
"Hah! hallo vespa. Kita ketemu lagi, kali ini aku akan mengajak mu jalan-jalan ke kota," kata Sabhira yang berbicara pada vespa berwarna tosca yang terparkir rapih di garasi tersebut.
Gadis itu mulai naik ke atasnya, lalu memasukkan kunci motor dan menyalakan starternya. Tak lupa memakai helm cepak berwarna kuning terang untuk melindungi kepalanya. Sang ibu yang mendengar suara motor pun bergegas keluar meninggalkan ikan yang sedang di gorengnya.
"Sabhira!" teriak sang ibu namun tidak dihiraukan sama sekali oleh anak gadisnya itu.
Sabhira menaikkan standar motornya lalu melajukan vespa keluar dari garasi. Ia sangat bersemangat sekali. Sepanjang jalan mulutnya tidak henti-hentinya bersenandung dan menyanyikan lagu India yang menjadi kesukaannya.
Saat tengah asik bernyanyi. Tepat di persimpangan jalan dari arah yang berlawanan, mobil sedan berwarna hitam melaju cukup cepat. Sabhira terkejut dan hendak menarik rem di tangannya.
Namun ternyata rem tidak berfungsi lagi. Mobil sedan itu pun sudah berhenti mendadak, sementara Sabhira yang kelimpungan berusaha menghentikan motor vespa ayahnya itu.
Brak.
Sabhira berhasil menabrak bagian depan mobil. Terlebih bagian bemper mobil serta lampu sorot sebelah kanannya hancur. Penumpang yang ada di dalam mobil pun turun, dia merasa kesal karena Sabhira menghancurkan mobil mahal miliknya.
Sementara itu, Sabhira menangis karena terpental ke aspal. Bagian kaki serta dadanya terasa sakit.
"Hei kamu!" bentak seorang pria yang telah berdiri dihadapannya. Sabhira menghentikan tangisannya dan menengadah melihat wajah menyeramkan yang ditunjukkan oleh pria itu. Namun gadis itu tidak bisa menghentikan isakan tangis yang membuat napasnya tersendat-sendat.
"Berhentilah menangis. Dasar cengeng! cepat berdiri dan ganti rugi kerusakan mobilku!" sarkas pria itu. Menyilangkan tangannya di dada menunggu gadis yang ada di depannya berdiri.
Sabhira melupakan rasa sakit di sekujur tubuhnya sejenak, ia harus berdiri dan mengahadapi pria yang sedang sangat marah padanya.
"Heh orang kaya! apa matamu buta? kau bahkan tidak melihat aku juga terpental ke aspal. Kalau saja motor vespa ku tidak blong remnya. Maka kejadian ini tidak akan terjadi," kata Sabhira tidak mau kalah. Namun pria itu tertawa menyeringai.
"Kau tidak sadar apa yang kau ucapkan barusan. Kalau saja rem motormu tidak blong, maka kejadian ini tidak akan terjadi. Dan itu sudah membuktikan kalau kamu itu bersalah. Cepat ganti rugi!" timpal pria itu dengan kedua tangannya kini dimasukkan ke dalam saku celana.
"Tidak! aku tidak mu ganti rugi!" sergah Sabhira memberi sorot mata menantang pada pria itu.
"Cih! sudah salah masih tidak terima. Apa orang tuamu tidak pernah mengajarkan arti dari tanggung jawab hah? atau jangan-jangan memang otakmu saja yang bebal!" sarkas pria itu lagi. Sabhira semakin tidak terima.
"JANGAN PERNAH BAWA-BAWA ORANG TUAKU!!" teriak Sabhira tepat di depan wajah pria itu.
Pria itu terdiam, sorot matanya pun semakin tajam. Dia adalah Barun Praya. Pengusaha muda yang bergerak di bidang tekstil. Sayangnya perusahaan miliknya saat ini sedang dirundung masalah karena ada situs yang menyebarkan rumor kalau dirinya seorang homo alias penyuka sesama jenis. Saham yang dijual dipasaran sangat anjlok, dilihat dari sepanjang sejarah dunia bisnisnya. Kepalanya berasa ingin pecah, ketika mengingat hal itu tidak kunjung mendapat jalan keluar.
Setelah cukup lama saling terdiam dan hanya berperang dalam tatapan mata, Tanpa berpikir panjang Barun akhirnya angkat bicara.
"Menikah denganku atau mengganti kerusakan mobil sebesar satu milyar?" tawar Barun dengan sengaja.
"Tidak! kedua pilihan itu tidak ada yang menguntungkan ku!" tolak Sabhira dengan tegas.
"Baik, kalau begitu. Ikut denganku ke kantor polisi!" sahut Barun lagi.
"Oke, aku memilih menikah denganmu saja kalau begitu." Sabhira akhirnya mengalah, karena ia tidak punya uang sebanyak yang Barun minta.
To be continue ...
...----------------...
Assalamualaikum semuanya, gimana kabarnya hari ini? awal bulan harusnya ceria dong hehe. Author mau minta dukungan kalian untuk karya terbaru ini. Caranya gampang kok cukup favorite, like, komen, vote dan juga hadiah. Terima kasih sebelumnya. Wasaalam 😊
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Trisnawati Ilyas
mampir dgn membawa like dan vote....
biar Othornya selalu semangat berkarya....🥰😍
2023-02-28
1
Erni Fitriana
pengen kenal tuan barun achhhhh
2022-12-23
1
Crazy_Girls
hai,
2022-12-05
1