KABUR DARI TAWANAN

Pagi hari di kamar hotel tempat sepasang pengantin baru berada. Semalam tidak ada aktifitas apapun selain tidur. Lagipula mana mau Sabhira memberikan tubuhnya suka rela pada pria itu. Meskipun sudah berubah status menjadi istrinya, tetap saja Sabhira akan menolak tegas.

"Hoaaaaah!" teriak Sabhira lalu menendang Barun hingga jatuh ke lantai.

"Astaga, Sabhira!" Barun merintih kesakitan sambil memberi pijatan pada bokongnya sendiri. Pria itu kemudian berdiri dengan tubuh yang sedikit membungkuk. Tatapan tajam pun seketika menjurus langsung pada pelakunya.

"Maaf, aku tidak ingat kalau kita itu sudah menikah," ucap Sabhira dengan rasa bersalah lalu menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Masih pagi sudah berulah saja. Makanya kalau tidur itu lihat-lihat orang di sebelahnya. Jangan main tendang saja. Bisa-bisa tubuhku remuk kalau tiap hari kau tendang terus. Untung bukan asetku yang kau tendang." Barun menggerutu seraya berlalu ke kamar mandi.

"Mana ada orang tidur bisa melihat? matanya saja terpejam. Memang aneh pria itu. Tukang marah, seenaknya memberi perintah dan satu lagi, dia bisa melawan ibuku. Awas saja nanti, akan ku balas perbuatanmu Tuan Barun!" ucap Sabhira bermonolog ketika Barun sudah berada di dalam kamar mandi.

Tiba-tiba sebuah ide berkelebat di dalam otaknya. Sabhira segera turun dari kasur kemudian membuka lemari. Namun sayang tidak ada pakaian apapun di sana selain bathrobe. Sabhira men des ah pelan lalu duduk kembali di tepi kasur sambil melihat ke arah lemari yang terbuka itu.

Gadis itu kemudian berkaca sambil merapihkan rambutnya yang sempat acak-acakan karena baru bangun tidur. Matanya kemudian melihat ke arah pintu kamar mandi yang masih tertutup. Sabhira segera beranjak dari duduknya lalu keluar dari kamar itu.

Setelah pintu berhasil di buka, tiba-tiba matanya melihat sebuah dompet yang diyakini milik Barun tergeletak di atas meja makan minimalis. Sabhira menahan pintunya dengan sebelah kaki, lalu tangannya berusaha meraih dompet itu untuk mengambil sejumlah uang dari dalam sana.

"Yes! dapat." Sabhira menaruh kembali dompet tersebut lalu bergegas pergi dari kamar dan hotel itu.

Langkahnya sengaja di percepat supaya Barun tidak dapat mengejarnya. Namun sayang sungguh sayang ... ketika masuk ke dalam lift, gadis itu bertemu dengan asisten Barun yang juga akan turun untuk sarapan di restauran hotel yang satu lantai di atas lobby.

"Nyonya Barun?" sapa asisten itu. Sabhira belum mengetahui kalau pria yang berada di sampingnya ini adalah tangan kanan Barun.

Tanpa menjawab dengan kata-kata, gadis itu hanya memberikan senyuman dan juga mengangguk hormat pada pria itu. Memang sejak pertemuan pertama mereka kemarin sore, Sabhira tidak berbicara apapun saat ada pria itu.

"Nyonya mau sarapan?" tanya pria itu. Lagi-lagi Sabhira hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalanya.

Sebuah ide pun muncul kembali. Sabhira berakting layaknya orang tunawicara. Pria yang ada di sebelahnya merasa aneh ketika melihat Sabhira pergi sendiri tanpa Barun yang menemaninya.

"Tuan Barun tidak ikut sarapan kah?" Pria itu bertanya lagi. Akan tetapi Sabhira hanya mengangkat kedua bahunya bertanda tidak tahu.

Kemudian lift pun berhenti di lantai tempat restauran berada. "Nyonya saya duluan ya!" pamit asisten itu seraya keluar dari lift.

Sabhira tersenyum sambil mengangguk hormat. Dengan cepat gadis itu menutup kembali pintunya. Tak lama berselang, ia tiba di lobby dan bergegas keluar dari lift. Gadis itu kembali mempercepat langkahnya.

Hingga tepat berada di depan hotel, Sabhira menghentikan bajaj dengan melambaikan sebelah tangannya dan bajaj pun berhenti.

"Mau kemana Nona?" tanya sopir bajaj itu. Namun tidak langsung di jawab oleh Sabhira yang terlihat sangat terburu-buru.

"Jalan dulu saja. Nanti aku beritahukan alamatnya," jawab Sabhira setelah mengunci pintu bajaj itu. Sopir pun mengangguk patuh lalu melajukan bajaj nya.

Sementara di dalam kamar hotel, Barun terkejut karena tidak melihat keberadaan Sabhira di sana. Pria itu segera mencari ponselnya, lalu suara nada dering berbunyi yang membuatnya cepat menemukan ponselnya tesebut.

"Amar? Ada apa dia meneleponku?" gumam Barun lalu menjawab telepon dari asistennya itu.

"Hallo Tuan, beberapa saat yang lalu saya melihat nyonya turun ke lobby. Ketika saya tanya, dia tidak menjawab dengan ucapan melainkan hanya dengan gerakan tubuh dan ekspresi wajah. Sepertinya nyonya pergi dari hotel ini," jawab Amar. Sontak membuat Barun mengepalkan tangan dan mengeratkan rahangnya.

"Ya sudah. Terima kasih informasinya Amar," ucap Barun yang kemudian memutuskan sambungan teleponnya.

"Sabhira, berani-beraninya ya kamu kabur dariku!" Barun sudah semakin naik pitam. Pria itu segera memakai pakaiannya dan mencari istrinya itu.

Sedangkan orang yang Barun cari masih dalam perjalanan menuju kediaman orang tuanya. Gadis itu tidak tahu kalau jarak dari hotel ke rumahnya itu cukup jauh.

"Nona apakah masih jauh? bahan bakar saya sudah mau habis," tanya sopir bajaj itu. Sabhira berdecak kesal. Kalau sampai Barun menemukannya, bisa habislah dia.

"Sepertinya iya. Ya sudah isi saja dulu. Biar nanti saya yang bayar," jawab Sabhira dengan perasaannya yang dirundung gelisah.

Akhirnya ketika tiba di perbatasan kota, sopir itu segera menepikan bajajnya untuk mengisi bahan bakar di sebuah pusat pengisian.

Sabhira yang tidak sabar, memberikan beberapa lembar uang kepada sopir bajaj itu. "Ini ongkosnya, saya mau naik kendaraan umum lain saja," katanya kemudian.

Sopir itu langsung tersenyum sumringah ketika mendapat uang diluar dari ekspetasinya. Mungkin karena gadis itu tidak pernah melakukan perjalanan jauh sendiri, jadi ia tidak tahu berapa ongkos yang akan dibayar pada sopir tersebut.

Sabhira kemudian menaiki bus kota yang kebetulan sedang berhenti. Sedangkan Barun yang baru saja melesatkan mobilnya keluar dari hotel, mulai mencari Sabhira di sepanjang jalan utama itu.

Entah kenapa hatinya bilang kalau Sabhira akan pergi ke rumah orang tuanya. Tanpa berpikir panjang dan menuruti kata hati, Barun melajukan mobilnya diatas kecepatan rata-rata pengemudi di jalan utama tersebut.

Suara klakson kendaraan lain saling bersahutan ketika Barun hampir saja membuat mereka celaka. Itu semua tidak lepas dari caci makian mereka kepada Barun, meskipun Barun sendiri tidak mendengarnya.

Ketika berhenti pada saat lampu merah menyala. Entah sebuah kebetulan, mobil bus yang Sabhira tumpangi berdampingan dengan mobil yang dikendarai oleh Barun.

Sebuah keberuntungan kali ini berpihak pada gadis itu. Barun tidak menyadari keberadaannya di sana, padahal Sabhira duduk di dekat jendela.

Ketika lampu hijau menyala, Barun lebih dulu melajukan mobilnya. Hingga dalam waktu yang cukup singkat karena berkendara sampai menggila, Barun tiba lebih dulu di depan kediaman rumah orang tua Sabhira.

"Rumah ini sepi sekali." Barun bergumam dan memilih menunggu di depan rumah sampai Sabhira keluar dari sana.

Sementara itu, Sabhira yang baru saja turun dari bus kota, berjalan sambil bersenandung riang.

"Senangnya hatiku ... terbebas dari tawanan Tuan Barun. lalalalala .... "

Seketika langkahnya terhenti ketika melihat mobil yang diyakini itu milik Barun. Karena gadis itu ingat betul mulai dari plat nomor hingga warna dan tipe mobil yang membawanya ke hotel kemarin.

Sabhira melihat ke sekeliling. Di samping tempatnya berdiri terdapat pohon mangga yang begitu lebat daunnya. Tanpa berpikir panjang lagi karena tidak ada tempat persembunyian lain, akhirnya Sabhira memanjat pohon mangga itu sampai dirasa tidak akan terlihat oleh siapapun.

To be continue ...

Terpopuler

Comments

💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹

💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹

🤣🤣🤣 sia sia kamu lari dari Tuan Barun pada akhirnya kembali lagi😂😂

2022-11-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!