Barun mengeluarkan ponselnya dari dalam saku celana kemudian mulai mencari nama seseorang di kontak lalu memanggilnya.
"Hallo, cepat antarkan mobil lain yang ada di rumah ke tempat saya berada sekarang. Nanti alamatnya akan saya share location."
Panggilan pun diputus oleh Barun. Sementara Sabhira merumat-rumat jari tangannya. Raut wajah gadis itu tampak sangat resah dan juga gelisah. Niatnya ingin pergi ke festival jajanan, eh malah terjebak pada kejadian yang tak terduga olehnya. Apa ini bagian dari karma karena mengabaikan nasihat kedua orang tuanya?
Tak lama berselang, sebuah mobil sedan berwarna silver berhenti di depan mereka.
"Mobilnya yang lain? apa pria ini orang kaya?" Sabhira bertanya-tanya dalam hatinya.
"Ikut aku." Barun berjalan ke arah mobil sedan berwarna silver itu lalu membuka pintu penumpang yang berada di samping kemudi. "Masuk ke dalam," lanjutnya mempersilahkan Sabhira dan memberi kode menengokkan kepalanya, raut wajahnya masih datar.
"Tapi motorku bagaimana kalau aku ikut denganmu?" tanya Sabhira yang tidak ingin sang ayah ikut memarahinya.
"Biarkan saja. Nanti ada orang suruhanku yang akan memperbaikinya. Memangnya kalaupun mau kau naiki kembali, apa kau yakin nyawamu akan selamat setelah ini?" jawab Barun. Matanya mendelik tajam membuat Sabhira bersusah payah menelan ludahnya.
Sabhira pun akhirnya melangkah dengan hati yang meragu. Terpaksa, ia masuk ke dalam mobil Barun.
Pintu pun sengaja di tutup lebih kencang oleh Barun, membuat Sabhira spontan menutup kedua telinganya.
"Ada apa dengannya? apa dia tidak sayang kalau pintu mobilnya rusak?" Sabhira bermonolog dengan perasaan yang juga ikut kesal.
Gadis itu langsung diam ketika Barun masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi kemudi, sebelahnya.
"Cepat katakan, dimana rumahmu?" tanya Barun yang mulai mengoperasikan persneling lalu menjalankan mobilnya.
"Untuk apa ke rumahku? aku sudah memberimu jawaban. Jangan buat orang tuaku semakin kepikiran," jawab Sabhira dengan ketus. Rupanya gadis itu masih terbawa emosi sampai ia tidak bisa berpikir jernih.
"Kau ini bodoh atau polos sih?" sarkas Barun, suaranya tiba-tiba meninggi. Sabhira semakin kesal dan tersulut emosi. "Kau pikir menikah yang kau maksud itu diam-diam?" Barun menggelengkan kepalanya. "Walau aku tidak percaya dengan sebuah pernikahan, tapi setidaknya kali ini aku akan menemui orang tuamu dan memintamu untuk menikah denganku," pungkas pria itu kemudian.
Sabhira terperangah sekaligus bingung harus tersentuh atau pun meradang. Pernikahan yang akan dilaluinya tanpa di dasari dengan cinta, membuatnya semakin dirundung kekhawatiran.
Seketika ingatannya kembali pada masa lalunya, dimana mendiang sahabatnya harus meninggal mengenaskan karena dipukul oleh suaminya, yang notabene nya pernikahan mereka itu di dasari oleh cinta. Itulah kenapa Sabhira begitu sangat khawatir.
"Cepat katakan!" bentak Barun yang merasa geram karena Sabhira tiba-tiba terdiam cukup lama.
"Apa sebaiknya kita kenalan terlebih dahulu? aku sendiri bahkan tidak tahu namamu siapa, bagaimana aku bisa berakting di depan kedua orang tuaku?" kelakar Sabhira yang berusaha untuk membuat Barun bisa meredam amarahnya.
"Barun Praya," jawab pria itu singkat.
"Jadi aku harus panggil kamu sebutan apa? Pak, Tuan, Om, Kakak, Mas, Ayang?"
tanya Sabhira dengan wajah yang tanpa ada rasa bersalah.
"TUAN! kau mengerti?" Suara Barun yang tiba-tiba meninggi lagi membuat Sabhira mendadak diam.
"Ba-baik Tuan Barun Praya ... namaku Sabhira Irani, senang berkenalan denganmu!" seru Sabhira dengan senyum sumringah. "Rumahku tidak jauh dari sini kok. Tinggal lurus, lalu ada pertigaan belom kanan dan perempatan lurus lagi. Nah di sebelah kanan, gerbang berwarna putih. Itulah rumahku."
Barun mendengarkan dengan baik dan mengingat apa yang dikatakan Sabhira barusan walau dirinya sedang fokus menyetir.
...----------------...
Setelah lima belas menit perjalanan dari tempat kejadian perkara yang dilakukan oleh Sabhira, mobil yang dikendarai Barun tiba di depan rumah yang diyakini adalah rumah gadis yang duduk disebelahnya itu.
"Yakin ini rumahmu?" tanya Barun. Matanya melihat ke sekeliling area luar pagar yang sepi, hanya ada beberapa orang berlalu lalang di sekitarnya.
"Iya, ayok turun!" ajak Sabhira sambil berusaha membuka seatbelt yang ia pakai.
Karena takut Sabhira melarikan diri, Barun segera ikut turun dari mobilnya saat gadis itu telah menutup pintu mobil miliknya itu. Sabhira pun membuka gerbang rumahnya.
Barun terkejut ketika mendapati sebuah rumah panggung sederhana tempo dulu yang khas dengan aksen tradisionalnya. Pria itu mematung di depan gerbang. Walaupun rumah itu terlihat seperti bangunan lama, tapi halaman rumahnya sangat luas sekali.
"Tuan, ayok masuk! kok jadi bengong sih!" ajak Sabhira. Sementara Barun tersentak ketika tangan gadis itu menarik lengannya.
"Ibu ... aku pulang." Sabhira dengan kebiasaannya selalu berteriak ketika masuk ke dalam rumah membuat Barun menghela napas panjang.
"Sabhira, mana motor ayahmu? kenapa Ibu tidak mendengar suaranya? Kamu nih ya, itu motor lagi rusak. Remnya pun hanya berfungsi sewaktu-waktu saja. Sekarang ... " ucap ibu Sabhira yang tiba-tiba menghentikan omelannya ketika melihat seorang pria yang berdiri tepat di samping anak gadisnya itu. Wanita paruh baya itu datang dari dapur yang kebetulan sejak kedatangan anaknya, baru selesai membuat hidangan. Ia pun berjalan menghampiri mereka.
Barun yang juga mendengar celotehan yang dilontarkan oleh ibu Sabhira itu perlahan tahu akan sifat gadis yang berdiri disebelahnya. Ceroboh dan petakilan.
"Sabhira, siapa pria ini? kenapa kamu pulang bersamanya? lalu motor ayahmu mana?" cecar sang ibu. Namun Sabhira hanya menggarukkan kepalanya sambil tersenyum meringis.
"Kenalkan Ibu, saya Barun Praya. Kekasih Sabhira Irani yang sore ini akan menikahi anak Ibu. Saya sudah terlanjur mencintai dan bercumbu dengannya, maka dari itu saya harus segera menikahinya sebelum anak gadis Ibu ini hamil," papar Barun membuat napas ibu Sabhira tertahan mendadak. Sabhira yang ikut terkejut mendengar ucapan Barun, emosinya bergemuruh. Ingin rasanya ia merobek-robek mulut pria itu.
PRAT!! Sebuah tamparan langsung mendarat di pipi mulus Sabhira. Reflek sebelah telapak tangannya pun mengelus pipi yang terasa panas.
"Ibu tolong, jangan sakiti kekasih saya. Kalau sampai Ibu membuatnya menangis, saya tidak segan melarang Sabhira untuk bertemu dengan Ibu setelah ini. Permisi!" Barun menarik tangan Sabhira untuk pergi dari hadapan wanita paruh baya itu.
Entah sejak kapan air mata Sabhira keluar dari kelopak matanya. Barun pun membawa gadis itu masuk ke dalam mobil. Begitupun dengan dirinya. Kemudian mobil dijalankan, pergi dari sana.
Sepanjang jalan, Sabhira terus terisak dengan tangisannya. Baru kali ini ia melihat sang ibu marah hingga bermain tangan, memberi tamparan untuknya. Disisi lain, Barun yang merupakan dalangnya membuat rasa benci di dalam hati Sabhira begitu kuat.
"Ish!" rintih Sabhira sambil memegangi dada bagian atasnya. Napasnya yang terasa sesak membuat rasa sakit yang tadi sempat hilang kini terasa kembali.
Barun yang menyadari hal itu langsung menancapkan pegal gas mobilnya menuju rumah sakit yang tak jauh dari tempatnya sekarang. Pria itu hampir saja tidak ingat kalau saat kecelakaan tadi, tubuh Sabhira mengalami benturan yang cukup keras.
To be continue ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Nani kusmiati
🤣🤣🤣🤣lucu tuan Barun.
2022-12-03
1
Lia liana
itu mo ngelamar ap mo nagih utang ya.... gak ad Baek Baek ny, lagi stress barun x yak
2022-11-26
1
Titik pujiningdyah
wah gsk beres ini si barun
2022-11-03
1