They Call Me, Macbeth
Kilas balik, Evangeline POV
Macbeth adalah seorang tokoh dalam cerita dongeng di daratan Eropa. Sosok jenderal kejam, yang rela melakukan segala hal demi mendapatkan kekuasaan, hanya karena ramalan tiga penyihir yang ditemuinya, dalam perjalanan pulang ke Skotlandia.
Dia dengan kejam membunuh orang yang telah membesarkan namanya, Duncan I, Bahkan tega membunuh saudara seperjuanganya, Banquo, demi menutupi kejahatannya.
Seseorang yang berdarah dingin. Bahkan setelah melakukan kejahatan, wajahnya tampak tak bersalah sama sekali, dan berdalih bahwa itu semua adalah miliknya sejak awal.
Aku masih ingat bagaimana ibu asuh ku, Morita, menceritakan kisah tersebut kepadaku suatu malam. Saat itu, aku berusia sepuluh tahun, dan dia baru menginjak dua puluh.
Setiap malam menjelang tidur, dialah yang menemaniku dan sering membacakan cerita-cerita pengantar tidur. Hanya saja, malam itu Morita memilih untuk bercerita tentang kisah mengerikan dari seorang Macbeth, sebagai dongeng sebelum tidurku.
...❄❄❄❄❄...
“Jaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik hati bernama Duncan I. Dia adalah seorang yang gagah berani, dan selalu menolong yang lemah,” ucap seorang wanita, kepada gadis kecil yang sedang berbaring di dalam pelukannya.
“Apa rajanya baik seperti Ayah, Nyonya?” tanya si gadis kecil.
“Ehm ... Kamu benar, Nona! Rajanya seperti Tuan besar!” sahut si wanita.
“Lalu, bagaimana lagi cerita, Nyonya?” tanya gadis kecil itu.
“Suatu ketika, sang raja memerintahkan dua orang prajurit kebanggaannya ke medan perang. Keduanya adalah orang kepercayaannya dan juga jenderal besar di Kerajaan Skotlandia. Mereka bernama Macbeth dan Banquo.”
“Tak berapa lama, keduanya kembali pulang dengan membawa kabar kemenangan. Namun di tengah jalan, mereka tak sengaja bertemu tiga penyihir, yang memiliki rupa yang begitu menakutkan,” lanjut si wanita.
Gadis kecil itu mulai mendekat dan memeluk lengan wanita tersebut, saat dia menyebutkan kata penyihir.
“Apa penyihirnya seperti di cerita snow white? Apa dia nenek-nenek yang mengerikan juga?” tanya di gadis kecil.
Dengan lembut, wanita itu membelai surai hitam gadis kecil yang terlihat mulai ketakutan itu.
“Ehm... mungkin saja sama. Bukankah penyihir dimana-mana selalu seperti itu?” sahut si wanita.
“Jadi, apa dua jenderal itu di sihir oleh penyihir dan mati?” tanya si gadis kecil.
“Tidak. Penyihir itu tidak membunuh mereka. Tapi, mereka justru memberitahukan kabar mengejutkan pada keduanya. Penyihir mengatakan bahwa Machbet akan menjadi raja Skotlandia selanjutnya,” jawab si wanita.
“Ah...syukurlah kalau mereka baik-baik saja. Aku takut dengan ceritamu kali ini, Nyonya,” sahut si gadis kecil.
“Apa kau mau ganti cerita saja? Aku tak mau ayahmu memarahiku karena kau bermimpi buruk nantinya,” ucap wanita itu.
“Oh... tidak perlu. Aku mulai menyukai ceritanya. Silakan kau lanjutkan saja, Nyonya,” sahut si gadis kecil.
“Baiklah. Tapi, kau harus berbaring yang benar dan memakai selimutmu dengan baik,” seru si wanita.
Si gadis kecil itu pun menurut. Dia membetulkan letak bantalnya dan berbaring di samping wanita, yang sejak tadi duduk di sampingnya.
Namun, saat wanita itu hendak melanjutkan ceritanya, tiba-tiba tirai di kamar gadis kecil tertiup angin, dan membuat suasana di luar sana terlihat jelas. Nampak kilat beberapa kali menyilaukan mata, namun tak ada gemuruh petir yang terdengar.
Angin bertiup sangat kencang hingga jendela pun sampai bergetar. Si gadis kecil kembali merasa takut.
“Nyonya, apa Ayah ku sudah pulang?” tanya si gadis kecil.
“Ehm... sepertinya belum. Mungkin sebentar lagi,” sahut si wanita.
“Tapi di luar seperti akan ada badai. Aku khawatir dengan Ayah,” timpal si gadis kecil.
“Jangan khawatir. Tuan besar pasti akan baik-baik saja. Nona sebaiknya tidur lebih awal, dan besok saat bangun Anda akan melihat tuan besar sudah pulang,” ucap si wanita.
“Apa benar seperti itu?” tanya si gadis kecil.
“Tentu saja,” sahut si wanita.
“Ehm... baiklah,” sahut si gadis kecil.
“Jadi, apa mau dilanjutkan ceritanya?” tanya wanita itu.
Gadis kecil itu pun mengangguk.
“Baiklah. Sampai mana kita tadi?” tanya si wanita.
“Mereka berdua bertemu dengan penyihir. Tapi bisa tidak kita lewatkan saja bagian itu?” pinta si gadis kecil.
“Hahahaha... Baiklah, Nona penakut. Aku akan mulai lagi,” ucap si wanita.
“Setelah itu, Macbeth dan Banquo kembali ke istana Raja Duncan I, lalu memberitahukan kabar kemenangan mereka. Raja sangat senang dan akhirnya mengadakan pesta perayaan, untuk memberikan penghargaan kepada prajuritnya.”
“Namun, Macbeth tidak terlihat senang. Dia terus memikirkan kata-kata penyihir, yang mengatakan bahwa dialah raja selanjutnya. Macbeth menceritakan hal itu kepada istrinya, Lady Macbeth, akan cerita tersebut. Lady Macbeth pun mendukung suaminya dan mulai merencanakan sebuah pemberontakan.”
“Dia lalu mengadakan jamuan makan malam, dan sengaja mengundang Raja Skotlandia serta istrinya. Di sanalah, raja dibunuh dan Macbeth mengambil kekuasaan,” tutur si wanita.
Namun, saat dia selesai mengucapkan kata-katanya, angin kembali meniup tirai dan menampakan cahaya kilat yang begitu mengerikan di luar sana, yang disusul oleh suara petir yang begitu keras.
Cahayanya begitu menyilaukan hingga si gadis kecil menjerit ketakutan, ditambah dengan lampu yang tiba-tiba padam.
“Aaaaaaaa!”
Gadis kecil itu pun bangun dan memeluk erat pinggang si wanita yang sejak tadi bercerita untuknya.
Dia nampak begitu ketakutan.
“Anda tenanglah, Nona. Ada saya di sini,” ucap si wanita.
Namun, sesuatu kembali terjadi. Sebuah suara gaduh yang berasal dari lantai bawah, membuat keduanya terkejut hingga si wanita yang tadinya begitu tenang memeluk gadis kecil, terduduk dengan sikap waspada.
“Suara apa itu, Nyonya? Aku benar-benar takut,” ucap si gadis kecil.
“Entahlah. Biar saya lihat keluar. Anda tunggu di sini,” seru si wanita.
“Tidak mau. Aku takut. Aku ikut dengan mu saja,” pinta si gadis kecil.
Wanita itu terdengar menghela nafas panjang. Dia tak lantas mengiyakan begitu saja. Kondisi saat itu benar-benar gelap. Untuk membawa diri sendiri saja sudah repot, apalagi harus digelayuti oleh anak kecil yang sedang ketakutan.
“Baiklah. Tapi biarkan saya mengambil lilin sebentar. Saya janji tidak akan lama,” ucap si wanita.
Akhirnya, dia pun meraih sesuatu dari dalam laci nakas yang ada di samping tempat tidur gadis kecil itu. Dia mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk senter kecil dengan baterai 2 volt.
“Nona, Anda pegang benda ini dulu sebentar, dan arahkan ke lemari yang ada di dekat jendela sana. Saya akan mengambil lilin dari lemari itu,” seru si wanita.
Gadis kecil itu pun menurut, namun baru beberapa langkah wanita tersebut meninggalkannya, sebuah suara kaca pecah terdengar dari lantai bawah. Seketika gadis kecil itu kembali menjerit.
Si wanita cepat-cepat balik badan dan memeluk gadis yang ketakutan.
“Baiklah. Sepertinya saya tidak bisa meninggalkan Anda. Saya harus lihat ke bawah. Mari ke sana sama-sama. Anda peganglah senter kecil ini, biar saya yang membawa lilinnya,” seru si wanita
Gadis itu pun mengangguk. Dia akhirnya bangun dari tempat tidur, dengan kedua tangan yang terus melingkar di pinggang si wanita.
.
.
.
.
To be continuous....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments