NovelToon NovelToon

They Call Me, Macbeth

Kisah seorang Macbeth

Kilas balik, Evangeline POV

Macbeth adalah seorang tokoh dalam cerita dongeng di daratan Eropa. Sosok jenderal kejam, yang rela melakukan segala hal demi mendapatkan kekuasaan, hanya karena ramalan tiga penyihir yang ditemuinya, dalam perjalanan pulang ke Skotlandia.

Dia dengan kejam membunuh orang yang telah membesarkan namanya, Duncan I, Bahkan tega membunuh saudara seperjuanganya, Banquo, demi menutupi kejahatannya.

Seseorang yang berdarah dingin. Bahkan setelah melakukan kejahatan, wajahnya tampak tak bersalah sama sekali, dan berdalih bahwa itu semua adalah miliknya sejak awal.

Aku masih ingat bagaimana ibu asuh ku, Morita, menceritakan kisah tersebut kepadaku suatu malam. Saat itu, aku berusia sepuluh tahun, dan dia baru menginjak dua puluh.

Setiap malam menjelang tidur, dialah yang menemaniku dan sering membacakan cerita-cerita pengantar tidur. Hanya saja, malam itu Morita memilih untuk bercerita tentang kisah mengerikan dari seorang Macbeth, sebagai dongeng sebelum tidurku.

...❄❄❄❄❄...

“Jaman dahulu kala, ada seorang raja yang baik hati bernama Duncan I. Dia adalah seorang yang gagah berani, dan selalu menolong yang lemah,” ucap seorang wanita, kepada gadis kecil yang sedang berbaring di dalam pelukannya.

“Apa rajanya baik seperti Ayah, Nyonya?” tanya si gadis kecil.

“Ehm ... Kamu benar, Nona! Rajanya seperti Tuan besar!” sahut si wanita.

“Lalu, bagaimana lagi cerita, Nyonya?” tanya gadis kecil itu.

“Suatu ketika, sang raja memerintahkan dua orang prajurit kebanggaannya ke medan perang. Keduanya adalah orang kepercayaannya dan juga jenderal besar di Kerajaan Skotlandia. Mereka bernama Macbeth dan Banquo.”

“Tak berapa lama, keduanya kembali pulang dengan membawa kabar kemenangan. Namun di tengah jalan, mereka tak sengaja bertemu tiga penyihir, yang memiliki rupa yang begitu menakutkan,” lanjut si wanita.

Gadis kecil itu mulai mendekat dan memeluk lengan wanita tersebut, saat dia menyebutkan kata penyihir.

“Apa penyihirnya seperti di cerita snow white? Apa dia nenek-nenek yang mengerikan juga?” tanya di gadis kecil.

Dengan lembut, wanita itu membelai surai hitam gadis kecil yang terlihat mulai ketakutan itu.

“Ehm... mungkin saja sama. Bukankah penyihir dimana-mana selalu seperti itu?” sahut si wanita.

“Jadi, apa dua jenderal itu di sihir oleh penyihir dan mati?” tanya si gadis kecil.

“Tidak. Penyihir itu tidak membunuh mereka. Tapi, mereka justru memberitahukan kabar mengejutkan pada keduanya. Penyihir mengatakan bahwa Machbet akan menjadi raja Skotlandia selanjutnya,” jawab si wanita.

“Ah...syukurlah kalau mereka baik-baik saja. Aku takut dengan ceritamu kali ini, Nyonya,” sahut si gadis kecil.

“Apa kau mau ganti cerita saja? Aku tak mau ayahmu memarahiku karena kau bermimpi buruk nantinya,” ucap wanita itu.

“Oh... tidak perlu. Aku mulai menyukai ceritanya. Silakan kau lanjutkan saja, Nyonya,” sahut si gadis kecil.

“Baiklah. Tapi, kau harus berbaring yang benar dan memakai selimutmu dengan baik,” seru si wanita.

Si gadis kecil itu pun menurut. Dia membetulkan letak bantalnya dan berbaring di samping wanita, yang sejak tadi duduk di sampingnya.

Namun, saat wanita itu hendak melanjutkan ceritanya, tiba-tiba tirai di kamar gadis kecil tertiup angin, dan membuat suasana di luar sana terlihat jelas. Nampak kilat beberapa kali menyilaukan mata, namun tak ada gemuruh petir yang terdengar.

Angin bertiup sangat kencang hingga jendela pun sampai bergetar. Si gadis kecil kembali merasa takut.

“Nyonya, apa Ayah ku sudah pulang?” tanya si gadis kecil.

“Ehm... sepertinya belum. Mungkin sebentar lagi,” sahut si wanita.

“Tapi di luar seperti akan ada badai. Aku khawatir dengan Ayah,” timpal si gadis kecil.

“Jangan khawatir. Tuan besar pasti akan baik-baik saja. Nona sebaiknya tidur lebih awal, dan besok saat bangun Anda akan melihat tuan besar sudah pulang,” ucap si wanita.

“Apa benar seperti itu?” tanya si gadis kecil.

“Tentu saja,” sahut si wanita.

“Ehm... baiklah,” sahut si gadis kecil.

“Jadi, apa mau dilanjutkan ceritanya?” tanya wanita itu.

Gadis kecil itu pun mengangguk.

“Baiklah. Sampai mana kita tadi?” tanya si wanita.

“Mereka berdua bertemu dengan penyihir. Tapi bisa tidak kita lewatkan saja bagian itu?” pinta si gadis kecil.

“Hahahaha... Baiklah, Nona penakut. Aku akan mulai lagi,” ucap si wanita.

“Setelah itu, Macbeth dan Banquo kembali ke istana Raja Duncan I, lalu memberitahukan kabar kemenangan mereka. Raja sangat senang dan akhirnya mengadakan pesta perayaan, untuk memberikan penghargaan kepada prajuritnya.”

“Namun, Macbeth tidak terlihat senang. Dia terus memikirkan kata-kata penyihir, yang mengatakan bahwa dialah raja selanjutnya. Macbeth menceritakan hal itu kepada istrinya, Lady Macbeth, akan cerita tersebut. Lady Macbeth pun mendukung suaminya dan mulai merencanakan sebuah pemberontakan.”

“Dia lalu mengadakan jamuan makan malam, dan sengaja mengundang Raja Skotlandia serta istrinya. Di sanalah, raja dibunuh dan Macbeth mengambil kekuasaan,” tutur si wanita.

Namun, saat dia selesai mengucapkan kata-katanya, angin kembali meniup tirai dan menampakan cahaya kilat yang begitu mengerikan di luar sana, yang disusul oleh suara petir yang begitu keras.

Cahayanya begitu menyilaukan hingga si gadis kecil menjerit ketakutan, ditambah dengan lampu yang tiba-tiba padam.

“Aaaaaaaa!”

Gadis kecil itu pun bangun dan memeluk erat pinggang si wanita yang sejak tadi bercerita untuknya.

Dia nampak begitu ketakutan.

“Anda tenanglah, Nona. Ada saya di sini,” ucap si wanita.

Namun, sesuatu kembali terjadi. Sebuah suara gaduh yang berasal dari lantai bawah, membuat keduanya terkejut hingga si wanita yang tadinya begitu tenang memeluk gadis kecil, terduduk dengan sikap waspada.

“Suara apa itu, Nyonya? Aku benar-benar takut,” ucap si gadis kecil.

“Entahlah. Biar saya lihat keluar. Anda tunggu di sini,” seru si wanita.

“Tidak mau. Aku takut. Aku ikut dengan mu saja,” pinta si gadis kecil.

Wanita itu terdengar menghela nafas panjang. Dia tak lantas mengiyakan begitu saja. Kondisi saat itu benar-benar gelap. Untuk membawa diri sendiri saja sudah repot, apalagi harus digelayuti oleh anak kecil yang sedang ketakutan.

“Baiklah. Tapi biarkan saya mengambil lilin sebentar. Saya janji tidak akan lama,” ucap si wanita.

Akhirnya, dia pun meraih sesuatu dari dalam laci nakas yang ada di samping tempat tidur gadis kecil itu. Dia mengeluarkan sebuah gantungan kunci berbentuk senter kecil dengan baterai 2 volt.

“Nona, Anda pegang benda ini dulu sebentar, dan arahkan ke lemari yang ada di dekat jendela sana. Saya akan mengambil lilin dari lemari itu,” seru si wanita.

Gadis kecil itu pun menurut, namun baru beberapa langkah wanita tersebut meninggalkannya, sebuah suara kaca pecah terdengar dari lantai bawah. Seketika gadis kecil itu kembali menjerit.

Si wanita cepat-cepat balik badan dan memeluk gadis yang ketakutan.

“Baiklah. Sepertinya saya tidak bisa meninggalkan Anda. Saya harus lihat ke bawah. Mari ke sana sama-sama. Anda peganglah senter kecil ini, biar saya yang membawa lilinnya,” seru si wanita

Gadis itu pun mengangguk. Dia akhirnya bangun dari tempat tidur, dengan kedua tangan yang terus melingkar di pinggang si wanita.

.

.

.

.

To be continuous....

Dua anak laki-laki

Setelah berhasil menyalakan lilin, keduanya keluar dari kamar. Suasana dingin dari angin yang berhembus di lorong lantai dua, membuat bulu kuduk seketika meremang, ditambah dengan kegelapan yang menyelimuti keduanya.

Dengan sedikit keberanian, dua perempuan itu pun berjalan ke arah tangga dan mencoba melihat situasi yang terjadi di bawah sana, yang sejak tadi terus saja terdengar gaduh.

Saat keduanya hampir mencapai tangga, seseorang muncul tepat di depan mereka dengan wajah yang disinari cahaya lilin temaram. Kedua perempuan itu pun terkejut dan seketika menjerit.

“Aaaaaa...,”

Mereka saling berpelukan karena kaki seolah tak bisa berlari. Si wanita mencoba tenang, dan secepat mungkin menyadari kondisi sekitar.

“Nona Eva, Morita, ini saya Delvin,” ucap orang yang tiba-tiba muncul tadi.

Si wanita yang adalah Morita itu pun menoleh dan mendekatkan lilin ke arah orang tersebut. Dia akhirnya bisa bernafas lega setelah memastikan bahwa itu benar adalah Delvin, sang kepala pengurus rumah di tempat tersebut.

“Haaah... Tuan Delvin. Kau mengagetkan kami,” keluh Morita.

Gadis kecil itu masih terlihat ketakutan dan memeluk erat-erat pinggang Morita. Si gadis kecil yang tak lain adalah aku, memang benar-benar seorang yang penakut sejak dulu. Apalagi bila dalam keadaan gelap gulita.

Morita dengan lembut mengusap punggungku dan juga menenangkanku.

“Nona, tidak apa-apa. Itu hanya Tuan Delvin,” ucap Morita.

“Maafkan saya, Nona. Saya lihat kalian berdua hendak ke bawah, jadi ku cegah sebelum terluka,” ucap Delvin.

“Memang ada apa di bawah?” tanya Morita.

“Tadi saat Tuan besar kembali, angin kencang di luar masuk, menerbangkan beberapa perabot rumah dan membuatnya berantakan. Tak berapa lama, lampu kristal yang tergantung pun ikut jatuh karena kencangnya tiupan angin,” tutur Delvin.

“Lampu gantung sampai jatuh?” tanya Morita tak percaya.

“Benar, Morita. Di luar sedang ada badai. Tapi Tuan besar memaksakan diri untuk pulang malam ini juga,” sahut Delvin.

“Ayah... Di mana Ayah?” tanyaku dalam ketakutan.

“Tuan sekarang sedang berada di ruang kerjanya, bersama anak-anak yang dia bawa pulang,” ucap Delvin.

“Anak?” tanya Morita penasaran.

“Aku ingin bertemu Ayah,” pintaku.

“Apa Nona Eva bisa menemui tuan besar sekarang, Tuan Delvin?” tanya Morita.

“Silakan, Nona. Mari lewat sini,” sahut Delvin.

Pria itu pun menuntun jalan kami dengan memegang sebuah pelita di tangannya. Tak lama, kami pun telah sampai di depan ruang kerja ayahku. Aku melihat Delvin mengetuk pintu beberapa kali, dan mengatakan bahwa aku ingin bertemu dengan ayah yang saat ini ada di dalam sana.

Tak berapa lama, pintu pun terbuka. Nampak seorang pria berjas dengan badan tegap tinggi kekar membukakan pintu untuk kami.

“Silakan masuk, Nona Eva,” serunya.

Delvin pun mempersilakan aku untuk masuk. Karena masih dalam ketakutan, aku terus memeluk pinggang Morita, sehingga wanita itu juga ikut bersamaku ke dalam.

Di sana sedikit lebih terang karena ada beberapa pelita yang dinyalakan. Dua di antaranya berada di atas meja kerja ayahku dan juga di meja tamu.

Baru saja kami masuk, dan pintu telah tertutup kembali, sebuah suara petir tiba-tiba terdengar dan membuatku menjerit ketakutan.

Sebuah suara berat yang sangat aku kenal, memanggil namaku dari jarak yang sangat dekat.

Rupanya, ayah seketika menghampiri ku saat melihat putrinya ketakutan. Aku pun serta merta memeluk ayah dan mencari perlindungan di sana.

“Aku takut, Ayah. Aku takut,” rengekku.

Ayah dengan lembut membelai surai hitam ku dan berusaha menenangkan putri kecilnya ini.

“Tidak apa-apa. Kamu tidak sendirian. Ayah sudah kembali. Kemarilah, ada yang ingin ayah tunjukkan padamu,” ucap Ayah.

Dia lalu menggendong dan membawaku ke arah meja kerjanya. Dia duduk di kursi kebesarannya, sementara aku duduk di pangkuan.

Saat itulah, aku baru menyadari bahwa ada orang lain lagi yang berada di dalam ruangan tersebut, selain aku, Ayah, Morita dan juga si pria berjas asisten Ayah.

Mataku seketika tertuju pada kedua sosok pemuda yang berdiri di depan ku. Sebelum aku sempat bertanya, Ayah lebih dulu berucap.

“Eva, sayang. Perkenalkan, namanya Aaron dan Ardiaz. Mulai sekarang, mereka berdua akan menjadi saudara mu di sini,” ucap Ayah.

Aku menoleh ke arah Ayah, dan kembali memandang kedua pemuda tersebut. Satu terlihat seumuran denganku, satu lagi jauh lebih dewasa.

Cahaya pelita tak cukup membuat pandangan ku jelas melihat kedua pemuda tersebut. Namun, keduanya kembali mengingatkanku pada cerita Morita sebelumnya, tentang dua jenderal yang kembali dari perang, dan salah satunya berniat membunuh raja.

Tanpa sadar, aku meremas lengan ayahku kuat, seolah rasa takut kembali menyerang. Dalam benakku, aku takut jika kedua pemuda yang dibawa pulang Ayah, suatu hari akan berubah menjadi seorang Macbeth.

Kilas balik selesai, Evangeline POV end

...❄❄❄❄❄...

PENGENALAN TOKOH

Evangeline Hemachand

Seorang gadis cantik, calon pewaris tunggal Hera group, sebuah perusahaan besar milik ayahnya yang bergerak di berbagai bidang, serta memiliki beberapa yayasan amal yang tersebar di seluruh penjuru negara bagian Pearl yang beribukotakan Wisteria.

Berusia 19 tahun dan merupakan gadit manja nan ceria, yang selalu menjadi pusat perhatian setiap orang. Semua yang mengenalnya, selalu iri pada keberuntungan yang dia miliki. Dari parasnya yang rupawan, tubuh tinggi semampai, rambut hitam bagaikan tinta, kulit seputih salju, serta hidup mewah di istana yang diciptakan oleh sang ayah. Bahkan sebuah kerajaan bisnis pun telah dipersiapkan untuk diwarisinya.

Ardiaz Danurendra

Seorang kepala pengawal yang bertugas menjaga keamanan seluruh keluarga Hemacandra dan juga membasmi rival bisnis Hera group, yang berusaha memakai cara kotor untuk bersaing.

Pemuda berusia 21 tahun, yang selalu berwajah dingin tanpa ekspresi, dan memiliki banyak bekas luka di sekujur tubuhnya. Bahkan paras tampannya pun tak luput dari goresan senjata tajam hingga meninggalkan bekas memanjang di pelipis dan dagunya.

Aaron Danurendra

Seorang asisten pribadi Tuan Hemachandra. Tangan kanannya dalam setiap urusan bisnis di Hera group. Pintar dan juga selalu tersenyum ramah kepada semua orang. Dia selalu lembut kepada Evangeline, dan memperlakukan gadis tersebut dengan sangat baik.

Pemuda berusia 25 tahun ini merupakan kakak kandung dari Ardiaz, yang dibawa pulang oleh Tuan Hemacandra ke kediamannya beberapa tahun silam.

Morita Hadiwinata

Seorang ibu asuh yang diperkerjakan saat usianya masih 18 tahun. Dia sangat dekat dengan Evangeline, yang memang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk merasakan kehangatan dari sosok seorang ibu. Kini usianya sudah menginjak 30 tahun dan tidak lagi tinggal di kediaman Hemacandra.

Delvin Prapanca

Kepala pengurus rumah kediaman Hemachandra yang mengabdikan hidupnya kepada keluarga duda beranak satu itu, dan terus setia hingga sekarang. Saat ini dia berusia sekitar 38 tahun.

.

.

.

.

To be continuous....

Sembilan tahun berlalu

Sembilan tahun berlalu,

Seorang gadis nampak begitu cantik malam ini, dengan balutan gaun pesta berwarna rose pink yang terlihat begitu mewah, dengan taburan berlian di atasnya.

Sebuah tiara bertengger anggun di atas kepala sang gadis berambut hitam legam, dengan panjang menjuntai hingga pinggang, yang di hiasi mutiara asli kalimantan dan berlian afrika.

Benar-benar penampilan seorang putri bak di negeri dongeng. Bagaimana tidak, gadis tersebut adalah putri tunggal dari pebisnis sukses, yang mampu merajai seluruh bidang di Negara bagian Pearl ini. Dialah Evangeline Hemachandra, putri dari Hemachandra Adiguna.

Malam ini, sang putri akan genap berusia sembilan belas tahun, dan secara resmi akan menjadi pewaris seluruh kerajaan bisnis sang ayah, yang telah meluas hingga ke beberapa negara bagian di sekitarnya, dan bahkan sedang berencana merambah pasar dunia.

Dia kini sedang mulai belajar mengurus perusahaan, sambil melanjutkan kuliahnya di jurusan manajemen bisnis, pada salam satu universitas elit di ibu kota negara bagian tersebut.

Saat ini, Evangeline atau yang akrab dipanggil Eva, sedang berada di salah satu kamar hotel bintang lima, yang telah disewa sebagai ruang rias khusus untuk pestanya malam hari ini.

Pesta ulang tahun tersebut akan berlangsung di salah satu hall utama hotel, dengan mengundang banyak tamu penting serta deretan artis yang akan mengisi acara pada malam hari ini.

Evangeline diberi tahu bahwa malam ini, selain ulang tahunnya, sang ayah pun akan mengumumkan ke publik bahwa dia secara resmi akan menjadi penerus Hera grup selanjutnya.

Gadis itu begitu senang dan sangat menantikan, saat dirinya menjadi pusat perhatian seluruh dunia.

Saat Evangeline tengah memandangi betapa cantik dan mempesona dirinya dari pantulan cermin, seseorang terdengar mengetuk pintu ruangan tersebut, dan membuat kesenangannya terganggu.

“Siapa?” tanya Evangeline.

“Maaf, Nona. Saya diperintahkan oleh Tuan untuk membawa Nona ke tempat acara,” sahut suara dari luar.

“Apa kau Ardiaz?” tanya Evangeline.

“Betul, Nona,” sahut orang bernama Ardiaz itu dari luar.

Mendengar jawabannya, entah kenapa raut wajah Evangeline menjadi kesal, hingga bibirnya mengerucut dengan pipi yang menggembung bak ikan buntal.

Dia kemudian berjalan ke arah pintu dan melihat seorang pemuda yang usainya tak beda jauh darinya, sedang berdiri di sana, dengan mengenakan setelan jas hitam serta alat komunikasi yang tertempel di telinga.

“Bukankah sudah ku hilang, jangan panggil aku Nona. Panggil aku kakak ipar! Kenapa kau susah sekali sih nurutnya,” keluh Evangeline.

Ardiaz tidak menghiraukannya sama sekali. Dia bahkan tak menatap wajah Evangeline.

“Silakan Anda jalan di depan. Semua orang sudah menunggu,” seru Ardiaz datar.

Mendengar penolakan dari pemuda tersebut, membuat Evangeline kesal dan mau tak mau dia pun menuruti perintah dari kepala pengawal pribadi sang ayah, dengan sambil menghentakkan kakinya ke lantai beberapa kali.

Ardiaz Danurendra, seorang pemuda berusia dua puluh dua tahun, merupakan kepala pengawal keluarga Hemachandra yang diasuh sejak kecil oleh sang tuan.

Dia memiliki seorang kakak laki-laki bernama Aaron Danurendra, yang saat ini menjadi asisten pribadi dari Hemachandra Adiguna.

Evangeline sejak lama telah menaruh hati pada Aaron yang selalu bersikap lembut padanya, dan memberi perhatian selayaknya seorang kakak. Tatapannya pun begitu teduh dan menenangkan hatinya.

Berbeda dengan Ardiaz. Pemuda itu sangat pendiam dan juga dingin. Tatapan matanya selalu tajam dan terlihat garang.

Saat Tuan Hemachandra hendak melatih pasukan pribadi, Ardiaz remaja maju dan meminta ikut dalam kelompok tersebut.

Berkat kerja keras dan tekadnya yang tinggi, Ardiaz mampu mengemban amanat menjadi seorang kepala pengawal di keluarga tersebut.

Sementara Aaron, pemuda itu memilih melanjutkan pendidikan dan membantu sang tuan dalam menangani setiap masalah di perusahaan.

Keduanya merupakan anak angkat dari Hemachandra, yang diambil dari sebuah panti asuhan yang ada di kota tersebut.

Bukan karena suatu kebetulan, melainkan kedua anak malang itu tidak lain adalah putra dari mendiang sahabatnya, Danurendra, yang meninggal dalam pembantaian kejam dari rival bisnisnya.

Beruntung saat kejadian, kedua anak tersebut sedang berada di luar rumah karena mengikuti tamasnya. Namun, akibat hal itu, kedua anak tersebut menjadi yatim piatu dalam sekejap. Kejadian kelam itu pula lah yang membentuk Ardiaz menjadi bersikap seperti sekarang ini.

Dan hingga saat ini, mereka menjadi orang-orang Tuan Hemachandra, serta memiliki pekerjaannya masing-masing.

Evangeline terlihat berjalan menyusuri lorong-lorong hotel, menuju ke sebuah aula besar yang telah disiapkan sebagai tempat acara pesta ulang tahunnya.

Saat memasuki aula tersebut, tampak suasana merah muda memenuhi tempat itu. Ribuan bunga mawar dirangkai sedemikian rupa menghias setiap sudut ruangan.

Semua mata tertuju pada bintang pesta malam ini, yang merupakan seorang putri dongeng yang menjelma ke dunia nyata.

Banyak yang iri dengan keberuntungan yang didapatkan Evangeline sejak lahir. Meski begitu, tak ada yang sempurna di dunia ini.

Semua gelimangan harta yang dia dapatkan dari sang ayah, tak sebanding dengan hilangnya sosok seorang ibu di usianya yang masih sangat muda.

Istri Hemachandra meninggal satu bulan setelah melahirkan Evangeline, dikarena komplikasi pasca melahirkan.

Hal itulah yang membuat Evangeline dibesarkan oleh seorang ibu asuh, yang bahkan sampai sekarang masih terus berhubungan baik dengannya, meski sudah tak lagi bekerja di kediaman Hemachandra.

Pada malam ini pun, sang ibu asuh, Morita Hadiwinata, ikut datang ke acara besar tersebut, untuk menyaksikan transformasi sang anak asuh menjadi seorang perempuan dewasa, yang siap mengemban amanat memegang tampuk kepemimpinan Hera group selanjutnya.

Acara berlangsung begitu meriah. Evangeline benar-benar menjadi pusat perhatian seluruh tamu undangan yang hadir.

Acara dimulai dengan sepatah kata dari Tuan Hemachandra, yang berterimakasih atas kehadiran seluruh undangan karena telah berkenan hadir pada malam hari ini.

Setelah itu, dilanjut dengan acara pemotongan kue ulang tahun lima susun yang menjulang begitu tinggi.

Bersama dengan sang ayah, Evangeline memegangi pisau kue panjang dan memotong kue ulang tahunnya. Potongan pertama dia berikan kepada sang ayah.

“Aku suapi ya, Yah,” seru Evangeline.

“Hahahaha... Baiklah. Terserah kau saja,” sahut Tuan Hemachandra.

Pria paruh baya itu pun kemudian membuka mulutnya lebar-lebar dan memakan suapan pertama dari sang putri.

Potongan kedua, diberikan kepada Aaron. Pria yang dia sukai sejak bertahun-tahun lalu, sebagai sosok pemuda yang begitu penyayang hingga membuatnya menaruh hati pada sang asisten pribadi ayahnya.

Potongan ke tiga, diberikan kepada sang ibu asuh, Morita, yang juga berdiri di dekatnya. Keduanya saling berpelukan, dan Evangeline kembali memotong satu kue lagi.

“Ehm...,” gadis itu nampak melihat ke kiri dan kanan. Dia tak melihat keberadaan orang yang dicarinya.

Hingga saat dia menoleh ke bawah panggung, dia mendapati seseorang berjas hitam sedang berdiri dengan tegap di sana.

.

.

.

.

to be continuous...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!