Setelah berhasil menyalakan lilin, keduanya keluar dari kamar. Suasana dingin dari angin yang berhembus di lorong lantai dua, membuat bulu kuduk seketika meremang, ditambah dengan kegelapan yang menyelimuti keduanya.
Dengan sedikit keberanian, dua perempuan itu pun berjalan ke arah tangga dan mencoba melihat situasi yang terjadi di bawah sana, yang sejak tadi terus saja terdengar gaduh.
Saat keduanya hampir mencapai tangga, seseorang muncul tepat di depan mereka dengan wajah yang disinari cahaya lilin temaram. Kedua perempuan itu pun terkejut dan seketika menjerit.
“Aaaaaa...,”
Mereka saling berpelukan karena kaki seolah tak bisa berlari. Si wanita mencoba tenang, dan secepat mungkin menyadari kondisi sekitar.
“Nona Eva, Morita, ini saya Delvin,” ucap orang yang tiba-tiba muncul tadi.
Si wanita yang adalah Morita itu pun menoleh dan mendekatkan lilin ke arah orang tersebut. Dia akhirnya bisa bernafas lega setelah memastikan bahwa itu benar adalah Delvin, sang kepala pengurus rumah di tempat tersebut.
“Haaah... Tuan Delvin. Kau mengagetkan kami,” keluh Morita.
Gadis kecil itu masih terlihat ketakutan dan memeluk erat-erat pinggang Morita. Si gadis kecil yang tak lain adalah aku, memang benar-benar seorang yang penakut sejak dulu. Apalagi bila dalam keadaan gelap gulita.
Morita dengan lembut mengusap punggungku dan juga menenangkanku.
“Nona, tidak apa-apa. Itu hanya Tuan Delvin,” ucap Morita.
“Maafkan saya, Nona. Saya lihat kalian berdua hendak ke bawah, jadi ku cegah sebelum terluka,” ucap Delvin.
“Memang ada apa di bawah?” tanya Morita.
“Tadi saat Tuan besar kembali, angin kencang di luar masuk, menerbangkan beberapa perabot rumah dan membuatnya berantakan. Tak berapa lama, lampu kristal yang tergantung pun ikut jatuh karena kencangnya tiupan angin,” tutur Delvin.
“Lampu gantung sampai jatuh?” tanya Morita tak percaya.
“Benar, Morita. Di luar sedang ada badai. Tapi Tuan besar memaksakan diri untuk pulang malam ini juga,” sahut Delvin.
“Ayah... Di mana Ayah?” tanyaku dalam ketakutan.
“Tuan sekarang sedang berada di ruang kerjanya, bersama anak-anak yang dia bawa pulang,” ucap Delvin.
“Anak?” tanya Morita penasaran.
“Aku ingin bertemu Ayah,” pintaku.
“Apa Nona Eva bisa menemui tuan besar sekarang, Tuan Delvin?” tanya Morita.
“Silakan, Nona. Mari lewat sini,” sahut Delvin.
Pria itu pun menuntun jalan kami dengan memegang sebuah pelita di tangannya. Tak lama, kami pun telah sampai di depan ruang kerja ayahku. Aku melihat Delvin mengetuk pintu beberapa kali, dan mengatakan bahwa aku ingin bertemu dengan ayah yang saat ini ada di dalam sana.
Tak berapa lama, pintu pun terbuka. Nampak seorang pria berjas dengan badan tegap tinggi kekar membukakan pintu untuk kami.
“Silakan masuk, Nona Eva,” serunya.
Delvin pun mempersilakan aku untuk masuk. Karena masih dalam ketakutan, aku terus memeluk pinggang Morita, sehingga wanita itu juga ikut bersamaku ke dalam.
Di sana sedikit lebih terang karena ada beberapa pelita yang dinyalakan. Dua di antaranya berada di atas meja kerja ayahku dan juga di meja tamu.
Baru saja kami masuk, dan pintu telah tertutup kembali, sebuah suara petir tiba-tiba terdengar dan membuatku menjerit ketakutan.
Sebuah suara berat yang sangat aku kenal, memanggil namaku dari jarak yang sangat dekat.
Rupanya, ayah seketika menghampiri ku saat melihat putrinya ketakutan. Aku pun serta merta memeluk ayah dan mencari perlindungan di sana.
“Aku takut, Ayah. Aku takut,” rengekku.
Ayah dengan lembut membelai surai hitam ku dan berusaha menenangkan putri kecilnya ini.
“Tidak apa-apa. Kamu tidak sendirian. Ayah sudah kembali. Kemarilah, ada yang ingin ayah tunjukkan padamu,” ucap Ayah.
Dia lalu menggendong dan membawaku ke arah meja kerjanya. Dia duduk di kursi kebesarannya, sementara aku duduk di pangkuan.
Saat itulah, aku baru menyadari bahwa ada orang lain lagi yang berada di dalam ruangan tersebut, selain aku, Ayah, Morita dan juga si pria berjas asisten Ayah.
Mataku seketika tertuju pada kedua sosok pemuda yang berdiri di depan ku. Sebelum aku sempat bertanya, Ayah lebih dulu berucap.
“Eva, sayang. Perkenalkan, namanya Aaron dan Ardiaz. Mulai sekarang, mereka berdua akan menjadi saudara mu di sini,” ucap Ayah.
Aku menoleh ke arah Ayah, dan kembali memandang kedua pemuda tersebut. Satu terlihat seumuran denganku, satu lagi jauh lebih dewasa.
Cahaya pelita tak cukup membuat pandangan ku jelas melihat kedua pemuda tersebut. Namun, keduanya kembali mengingatkanku pada cerita Morita sebelumnya, tentang dua jenderal yang kembali dari perang, dan salah satunya berniat membunuh raja.
Tanpa sadar, aku meremas lengan ayahku kuat, seolah rasa takut kembali menyerang. Dalam benakku, aku takut jika kedua pemuda yang dibawa pulang Ayah, suatu hari akan berubah menjadi seorang Macbeth.
Kilas balik selesai, Evangeline POV end
...❄❄❄❄❄...
PENGENALAN TOKOH
Evangeline Hemachand
Seorang gadis cantik, calon pewaris tunggal Hera group, sebuah perusahaan besar milik ayahnya yang bergerak di berbagai bidang, serta memiliki beberapa yayasan amal yang tersebar di seluruh penjuru negara bagian Pearl yang beribukotakan Wisteria.
Berusia 19 tahun dan merupakan gadit manja nan ceria, yang selalu menjadi pusat perhatian setiap orang. Semua yang mengenalnya, selalu iri pada keberuntungan yang dia miliki. Dari parasnya yang rupawan, tubuh tinggi semampai, rambut hitam bagaikan tinta, kulit seputih salju, serta hidup mewah di istana yang diciptakan oleh sang ayah. Bahkan sebuah kerajaan bisnis pun telah dipersiapkan untuk diwarisinya.
Ardiaz Danurendra
Seorang kepala pengawal yang bertugas menjaga keamanan seluruh keluarga Hemacandra dan juga membasmi rival bisnis Hera group, yang berusaha memakai cara kotor untuk bersaing.
Pemuda berusia 21 tahun, yang selalu berwajah dingin tanpa ekspresi, dan memiliki banyak bekas luka di sekujur tubuhnya. Bahkan paras tampannya pun tak luput dari goresan senjata tajam hingga meninggalkan bekas memanjang di pelipis dan dagunya.
Aaron Danurendra
Seorang asisten pribadi Tuan Hemachandra. Tangan kanannya dalam setiap urusan bisnis di Hera group. Pintar dan juga selalu tersenyum ramah kepada semua orang. Dia selalu lembut kepada Evangeline, dan memperlakukan gadis tersebut dengan sangat baik.
Pemuda berusia 25 tahun ini merupakan kakak kandung dari Ardiaz, yang dibawa pulang oleh Tuan Hemacandra ke kediamannya beberapa tahun silam.
Morita Hadiwinata
Seorang ibu asuh yang diperkerjakan saat usianya masih 18 tahun. Dia sangat dekat dengan Evangeline, yang memang tidak pernah mendapatkan kesempatan untuk merasakan kehangatan dari sosok seorang ibu. Kini usianya sudah menginjak 30 tahun dan tidak lagi tinggal di kediaman Hemacandra.
Delvin Prapanca
Kepala pengurus rumah kediaman Hemachandra yang mengabdikan hidupnya kepada keluarga duda beranak satu itu, dan terus setia hingga sekarang. Saat ini dia berusia sekitar 38 tahun.
.
.
.
.
To be continuous....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 119 Episodes
Comments