Sheilla Abraham
Kaki jenjang itu berjalan perlahan memasuki kawasan SMA Raharja.
Mata indahnya yang di lapisi kacamata bulat tebal sibuk menelisik tempat baru yang akan menjadi tempat ia menuntut ilmu. Bibir merah ceri itu tak berhenti tersenyum ramah pada sekelebat orang yang menatapnya sinis.
"Permisi, bisa tolong kasih tahu aku dimana ruang kepala sekolahnya?" Sayang sekali, pertanyaan sopannya malah di sambut tatapan sinis dan decihan gadis di hadapan nya.
"Cari saja sendiri, dasar merepotkan." Gadis itu pergi tanpa memberitahu si penanya tentang letak ruang kepala sekolah.
Gadis berkacamata itu hanya tersenyum, lalu kembali mencari orang untuk kembali bertanya hingga ia akhirnya sampai di ruangan kepala sekolah SMA Raharja.
"Sheilla Abraham, benar?" Tanya sang kepala sekolah memastikan.
Gadis berkacamata di hadapan nya mengangguk, membuatnya menghela nafas. "Saya Diana, kepala sekolah SMA Raharja." Gadis itu kembali mengangguk.
"Saya sudah mengetahui semua laporan tentang mu dari sekolah yang dulu. Jadi, apakah benar jika kamu suka berkelahi?" Sheilla mengangguk.
"Anak motor, pembuat onar, pembully, suka melanggar aturan, selalu membolos, dan pernah tauran di sekolah. Apakah itu benar?" Lagi-lagi gadis itu mengangguk membenarkan. "Ya, itu semua benar."
"Wow, melihat penampilan mu sekarang, saya jadi ragu dengan semua laporan ini."
"Jangan melihat buku hanya dari sampul nya saja," Ucap Sheilla dengan wajah datarnya.
Bu Diana terkekeh, "Benar juga apa yang kamu katakan."
"Baiklah, tunggu sebentar, saya akan panggil kan guru untuk mengantar kamu ke kelas mu."
Sheilla hanya diam, mendengarkannya kepala sekolah di hadapannya menelfon seseorang.
"Baiklah, terimakasih bu."
Bu Diana menatap murid baru di hadapan nya. "Keluarlah, di luar sudah ada guru yang akan mengantarkan mu ke kelas mu."
Mengangguk, Sheilla mengucapkan terimakasih pada sang kepala sekolah sebelum keluar dari ruangan itu.
"Apakah kamu Sheilla Abraham?" Tanya guru perempuan cantik berhijab itu dengan suara lembut.
"Ya, saya Sheilla."
Guru cantik itu tersenyum kemudian memperkenalkan diri. "Saya bu Zahra, guru matematika kelas 12." Sheilla hanya merespon dengan anggukan.
Bu Zahra mengantarkan Sheilla sampai ke pintu kelas 12A, membawa Sheilla masuk dan memperkenalkan murid barunya itu.
"Hai, nama ku Sheilla. Senang bertemu dengan kalian." Senyuman manis terpatri di wajah tanpa make up itu.
"Kami yang tidak senang melihat mu," Sinis salah seorang murid.
"Menyebalkan sekali, mulai hari ini mataku akan ternodai oleh gadis berkacamata itu."
"Membuat mata sakit saja."
"Jangan di dengarkan ya, mereka memang seperti itu." Bu Zahra menyentuh pundak Sheilla, merasa kasihan dengan gadis itu.
Sheilla hanya mengangguk. "Bisakah saya duduk sekarang bu?" Lihatlah, gadis itu masih bisa tersenyum meski dalam hati sudah misuh-misuh gak jelas.
"Si*lan, baru kali ini gue diginiin sama orang lain. Awas aja mereka nanti."
Mata Bu Zahra menelisik seisi kelas, hingga retina matanya berhenti pada seoarang murid laki-laki yang duduk dengan wajah tengkurap di atas meja yang berada di bangku pojok paling belakang. "Kamu bisa duduk di samping Ryan yang sedang tidur di bangku pojok paling belakang sana."
Terdengar protesan tak terimakasih dari para gadis di kelas itu, namun Bu Zahra dapat mengatasinya dengan mudah.
Sheilla dengan santai berjalan menuju bangkunya tanpa memperdulikan tatapan tajam dari para gadis di kelas itu.
"Baiklah, keluarkan buku paket kalian dan kerjakan halaman 43."
Pelajaran matematika pun di mulai, semua murid terlihat tenang mengerjakan tugas yang di berikan walau dalam hati mereka sudah mengumpat kesal karena tidak mengerti dengan soal yang tertulis di buku.
Sheilla diam-diam melirik laki-laki yang menjadi teman sebangkunya. Laki-laki yang masih tidur berbantalkan tangan tanpa memperlihatkan wajahnya itu terlihat sama sekali tak terganggu oleh suara Bu Zahra yang mengoceh menjelaskan beberapa rumus yang murid nya tanyakan.
"Kenapa mereka membiarkan laki-laki ini tidur di kelas? sepertinya dia bukan orang biasa. Lebih baik aku menghindari nya."
"Jangan menatap ku seperti itu, nanti kau jatuh cinta." Sheilla terkejut ketika laki-laki di samping nya itu tiba-tiba menegakkan tubuhnya, menatap langsung manik Sheilla.
Gadis itu segera memalingkan wajah dan berdecih lirih. Apa-apaan laki-laki itu, pede sekali.
Namun di samping Sheilla, Ryan malah menyeringai tipis. Entah apa yang ia pikirkan tentang gadis dengan rambut kepang dua itu.
•
•
•
Jam istirahat telah tiba, seluruh murid telah beranjak meninggalkan kelas menuju kantin.
Sheilla baru saja selesai membereskan bukunya dan bersiap pergi ke kantin juga sebelum suara seseorang mengalihkan perhatiannya.
"Belikan aku seporsi nasi goreng pedas tanpa udang." Laki-laki bersurai coklat itu menyodorkan selembar uang berwarna merah pada Sheilla.
"Aku bukan anak buah mu." Terdengar nada kesal dalam suara Sheilla.
"Aku tidak mengatakan jika kau adalah anak buah ku. Aku meminta mu membelikan ku seporsi nasi goreng." Suara berat dengan nada datar itu kembali terdengar.
"Aku tidak mau!"
Sheilla langsung pergi meninggalkan Ryan dengan perasaan kesal, enak saja mau nyuruh-nyuruh dia sesuka hati. Belum tau aja dia, siapa Sheilla ini.
Sedangkan Ryan yang berada di dalam kelas seorang diri hanya tersenyum sinis. Baru ini ada gadis yang menolak membantunya membeli sesuatu, padahal biasanya gadis-gadis itulah yang akan mengantri membelikan nya makanan di kantin untuknya.
•
•
•
Byur...
"Ups... sorry, gak sengaja." Nada menyebalkan itu sungguh membuat emosi Sheilla naik keubun-ubun.
Jika ia tak mengingat tentang tantangan nya dengan sang kakak, mungkin sekarang gadis dengan make-up tebal di hadapan nya itu sudah terduduk di lantai dengan wajah merah bekas tamparan.
Menghela nafas, Sheilla kembali memasang senyumannya. "Tidak masalah, aku akan membersihkan diri, permisi."
"Oh, kenapa buru-buru sekali?" Baru saja Sheilla membalikkan tubuh, seorang gadis kembali menghadang jalannya.
"Ku dengar, kau duduk di bangku yang sama dengan Ryan ya?" Sheilla hanya menjawab dengan anggukan.
"Ku peringatkan ya." Gadis itu mencengkram pipi Sheilla dengan kuat. "Jangan pernah berani, berniat untuk mendekati Ryan atau kau akan tahu apa yang akan terjadi nanti," Ancam nya.
"Aku juga tidak berminat pada laki-laki menyebalkan itu." Balas Sheilla yang mengundang keterkejutan semua orang.
"Wah, berani sekali kau hah!" Cengkraman di pipinya semakin menguat, membuat Sheilla memejamkan matanya karena pipinya yang sedikit sakit.
"Sini, biar ku kasih pelajaran untuk gadis tak tahu diri seperti mu." Tangan gadis itu terangkat, bersiap untuk menampar Sheilla yang sudah memejamkan mata menanti apa yang akan gadis itu perbuat padanya.
"AMANDA MORLENA!" Suara tegas menggelegar itu mengejutkan semua orang, termasuk Amanda; gadis yang hampir menampar Sheilla.
"R_Ryan?"
Seketika cengkraman di pipi Sheilla terlepas, gadis itu segera mengusap pipinya yang memerah karena cengkraman Amanda.
Ryan menatap gadis di hadapan nya dengan tatapan tajamnya, mata elang itu kemudian beralih pada Sheilla yang masih mengusap pipinya.
Tanpa mengatakan apapun, Ryan langsung menarik tangan Sheilla untuk pergi dari sana.
"Ryan! kamu mau kemana?!. Ryan!!!" Bahkan laki-laki itu tak mendengarkan jeritan Amanda.
"Si*l!" Umpat gadis cantik itu kesal.
•
•
•
Ryan membawa Sheilla ke UKS, mendudukan gadis itu di atas ranjang, mata elangnya tak henti-henti nya menatap wajah Sheilla.
"A_ada apa? kenapa menatap ku seperti itu?"
Ryan hanya berdecih lirih membuat Sheilla mengernyitkan kening, kenapa lagi laki-laki itu?
Merogoh jas sekolahnya, Ryan mengambil ponsel lalu mengubungi seseorang. "Datang ke UKS dan bawakan Es batu." Ryan mematikan telfon begitu saja tak membiarkanmu orang di sebrang sana untuk menjawab.
Ryan kembali memperhatikan Sheilla dari atas sampai bawah, hingga mata hijau zamrud nya melihat noda di baju seragam putih yang Sheilla kenakan.
Kembali ia menghidupkan layar handphone nya, mengetik deretan pesan pada seseorang.
Sheilla memalingkan muka ketika Ryan kembali menatap nya tepat dimata, membuatnya ketahuan jika ia sejak tadi terus memperhatikan Ryan.
Suasana hening, terasa canggung bagi Sheilla, sedangkan Ryan tampak begitu santai memandangi wajah gadis di hadapan nya tanpa rasa takut.
"Si*lan, kenapa dia ngeliatin aku terus sih?"
Brak...
Atensi keduanya teralihkan pada pintu UKS yang di buka kasar oleh segerombolan anak laki-laki bertubuh atletis.
"Nih es batu pesenan lo," Anak laki-laki berkulit eksotis itu meletakkan kantong berisi es batu di atas meja samping ranjang.
"Nih, seragamnya juga," Kini seorang anak laki-laki berambut gondrong yang menyodorkan satu set seragam perempuan.
Ryan hanya berdehem pelan, lalu mengucapkan terimakasih pada teman-temannya. "Hem, thanks."
"Sans aja. Btw, siapa nih? pacar lo ya?" Tanya si laki-laki berkulit eksotis.
"Bukan," Jawab Ryan datar.
"Udah, gak usah malu-malu. Dia cantik kok." Balas laki-laki berhidung mancung yang sejak. tadi diam.
"Hay, cantik nama gue Xander Luxury, biasa di panggil Ander." Laki-laki berkulit eksotis itu memperkenalkannya diri kepada Sheilla.
Sheilla hanya tersenyum tipis, kemudian membalas tanpa menyambut uluran tangan Ander. "Sheilla."
"Yahaha, di tolak secara halus nih ya." Tawa si laki-laki berambut gondrong kelahiran Jepang.
"Paan sih, dasar bumbu dapur," Sinis Ander.
Laki-laki itu menjulurkan lidah mengejek, kemudian mulai menata rambut nya sebelum memperkenalkan diri kepada Sheilla. "Kenalin nih, Nakamoto Yuta, tapi nama Indonesia nya Yudha Thama."
"Em, jadi aku harus manggil Yudha, atau Yuta?" Tanya Sheilla dengan wajah polosnya.
"Terserah kamu aja, tapi kalau mau panggil sayang juga gapapa." Yudha mengedipkan mata pada Sheilla, membuat Ander pura-pura muntah sebagai respon.
Sheilla tersenyum canggung, kemudian menatap laki-laki dengan hidung mancung di samping Yudha.
Sadar jika dirinya di perhatikan, laki-laki itu segera memperkenalkan diri. "Dion Rahardika, panggil aja Dion." Sheilla kembali mengangguk.
"Sudah selesai? ayo pergi." Suara dingin Ryan kembali terdengar.
"Yah, gue masih mau di sini Yan, sekalian cuci mata liat cewek cantik," Protes Yudha.
Ryan menatap tajam, membuat Yudha langsung kicep.
Mata tajam itu kembali menatap Sheilla. "Kompres dan ganti baju sendiri, gak usah manja," Ucap Ryan sebelum menyeret ke-tiga sahabatnya keluar dari sana.
Sheilla memutar bola mata malas. Memang nya kalau gak ganti baju sendiri, ia bakal di ganti bajuin oleh siapa? Ryan? Yang benar saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Mrinpur
wahhh,,,kayak ny ryan bisa nebak lw sheila sbnr ny bukan cupu...
2022-10-31
0
Anik Susilowati
lanjut.....ditunggu up selanjutnya....
2022-10-30
0
smiling
lanjut lagi kak,jangan nanggung2 cerita nya😁😁😁😁
2022-10-30
0