Kaki jenjang itu berjalan perlahan memasuki kawasan SMA Raharja.
Mata indahnya yang di lapisi kacamata bulat tebal sibuk menelisik tempat baru yang akan menjadi tempat ia menuntut ilmu. Bibir merah ceri itu tak berhenti tersenyum ramah pada sekelebat orang yang menatapnya sinis.
"Permisi, bisa tolong kasih tahu aku dimana ruang kepala sekolahnya?" Sayang sekali, pertanyaan sopannya malah di sambut tatapan sinis dan decihan gadis di hadapan nya.
"Cari saja sendiri, dasar merepotkan." Gadis itu pergi tanpa memberitahu si penanya tentang letak ruang kepala sekolah.
Gadis berkacamata itu hanya tersenyum, lalu kembali mencari orang untuk kembali bertanya hingga ia akhirnya sampai di ruangan kepala sekolah SMA Raharja.
"Sheilla Abraham, benar?" Tanya sang kepala sekolah memastikan.
Gadis berkacamata di hadapan nya mengangguk, membuatnya menghela nafas. "Saya Diana, kepala sekolah SMA Raharja." Gadis itu kembali mengangguk.
"Saya sudah mengetahui semua laporan tentang mu dari sekolah yang dulu. Jadi, apakah benar jika kamu suka berkelahi?" Sheilla mengangguk.
"Anak motor, pembuat onar, pembully, suka melanggar aturan, selalu membolos, dan pernah tauran di sekolah. Apakah itu benar?" Lagi-lagi gadis itu mengangguk membenarkan. "Ya, itu semua benar."
"Wow, melihat penampilan mu sekarang, saya jadi ragu dengan semua laporan ini."
"Jangan melihat buku hanya dari sampul nya saja," Ucap Sheilla dengan wajah datarnya.
Bu Diana terkekeh, "Benar juga apa yang kamu katakan."
"Baiklah, tunggu sebentar, saya akan panggil kan guru untuk mengantar kamu ke kelas mu."
Sheilla hanya diam, mendengarkannya kepala sekolah di hadapannya menelfon seseorang.
"Baiklah, terimakasih bu."
Bu Diana menatap murid baru di hadapan nya. "Keluarlah, di luar sudah ada guru yang akan mengantarkan mu ke kelas mu."
Mengangguk, Sheilla mengucapkan terimakasih pada sang kepala sekolah sebelum keluar dari ruangan itu.
"Apakah kamu Sheilla Abraham?" Tanya guru perempuan cantik berhijab itu dengan suara lembut.
"Ya, saya Sheilla."
Guru cantik itu tersenyum kemudian memperkenalkan diri. "Saya bu Zahra, guru matematika kelas 12." Sheilla hanya merespon dengan anggukan.
Bu Zahra mengantarkan Sheilla sampai ke pintu kelas 12A, membawa Sheilla masuk dan memperkenalkan murid barunya itu.
"Hai, nama ku Sheilla. Senang bertemu dengan kalian." Senyuman manis terpatri di wajah tanpa make up itu.
"Kami yang tidak senang melihat mu," Sinis salah seorang murid.
"Menyebalkan sekali, mulai hari ini mataku akan ternodai oleh gadis berkacamata itu."
"Membuat mata sakit saja."
"Jangan di dengarkan ya, mereka memang seperti itu." Bu Zahra menyentuh pundak Sheilla, merasa kasihan dengan gadis itu.
Sheilla hanya mengangguk. "Bisakah saya duduk sekarang bu?" Lihatlah, gadis itu masih bisa tersenyum meski dalam hati sudah misuh-misuh gak jelas.
"Si*lan, baru kali ini gue diginiin sama orang lain. Awas aja mereka nanti."
Mata Bu Zahra menelisik seisi kelas, hingga retina matanya berhenti pada seoarang murid laki-laki yang duduk dengan wajah tengkurap di atas meja yang berada di bangku pojok paling belakang. "Kamu bisa duduk di samping Ryan yang sedang tidur di bangku pojok paling belakang sana."
Terdengar protesan tak terimakasih dari para gadis di kelas itu, namun Bu Zahra dapat mengatasinya dengan mudah.
Sheilla dengan santai berjalan menuju bangkunya tanpa memperdulikan tatapan tajam dari para gadis di kelas itu.
"Baiklah, keluarkan buku paket kalian dan kerjakan halaman 43."
Pelajaran matematika pun di mulai, semua murid terlihat tenang mengerjakan tugas yang di berikan walau dalam hati mereka sudah mengumpat kesal karena tidak mengerti dengan soal yang tertulis di buku.
Sheilla diam-diam melirik laki-laki yang menjadi teman sebangkunya. Laki-laki yang masih tidur berbantalkan tangan tanpa memperlihatkan wajahnya itu terlihat sama sekali tak terganggu oleh suara Bu Zahra yang mengoceh menjelaskan beberapa rumus yang murid nya tanyakan.
"Kenapa mereka membiarkan laki-laki ini tidur di kelas? sepertinya dia bukan orang biasa. Lebih baik aku menghindari nya."
"Jangan menatap ku seperti itu, nanti kau jatuh cinta." Sheilla terkejut ketika laki-laki di samping nya itu tiba-tiba menegakkan tubuhnya, menatap langsung manik Sheilla.
Gadis itu segera memalingkan wajah dan berdecih lirih. Apa-apaan laki-laki itu, pede sekali.
Namun di samping Sheilla, Ryan malah menyeringai tipis. Entah apa yang ia pikirkan tentang gadis dengan rambut kepang dua itu.
•
•
•
Jam istirahat telah tiba, seluruh murid telah beranjak meninggalkan kelas menuju kantin.
Sheilla baru saja selesai membereskan bukunya dan bersiap pergi ke kantin juga sebelum suara seseorang mengalihkan perhatiannya.
"Belikan aku seporsi nasi goreng pedas tanpa udang." Laki-laki bersurai coklat itu menyodorkan selembar uang berwarna merah pada Sheilla.
"Aku bukan anak buah mu." Terdengar nada kesal dalam suara Sheilla.
"Aku tidak mengatakan jika kau adalah anak buah ku. Aku meminta mu membelikan ku seporsi nasi goreng." Suara berat dengan nada datar itu kembali terdengar.
"Aku tidak mau!"
Sheilla langsung pergi meninggalkan Ryan dengan perasaan kesal, enak saja mau nyuruh-nyuruh dia sesuka hati. Belum tau aja dia, siapa Sheilla ini.
Sedangkan Ryan yang berada di dalam kelas seorang diri hanya tersenyum sinis. Baru ini ada gadis yang menolak membantunya membeli sesuatu, padahal biasanya gadis-gadis itulah yang akan mengantri membelikan nya makanan di kantin untuknya.
•
•
•
Byur...
"Ups... sorry, gak sengaja." Nada menyebalkan itu sungguh membuat emosi Sheilla naik keubun-ubun.
Jika ia tak mengingat tentang tantangan nya dengan sang kakak, mungkin sekarang gadis dengan make-up tebal di hadapan nya itu sudah terduduk di lantai dengan wajah merah bekas tamparan.
Menghela nafas, Sheilla kembali memasang senyumannya. "Tidak masalah, aku akan membersihkan diri, permisi."
"Oh, kenapa buru-buru sekali?" Baru saja Sheilla membalikkan tubuh, seorang gadis kembali menghadang jalannya.
"Ku dengar, kau duduk di bangku yang sama dengan Ryan ya?" Sheilla hanya menjawab dengan anggukan.
"Ku peringatkan ya." Gadis itu mencengkram pipi Sheilla dengan kuat. "Jangan pernah berani, berniat untuk mendekati Ryan atau kau akan tahu apa yang akan terjadi nanti," Ancam nya.
"Aku juga tidak berminat pada laki-laki menyebalkan itu." Balas Sheilla yang mengundang keterkejutan semua orang.
"Wah, berani sekali kau hah!" Cengkraman di pipinya semakin menguat, membuat Sheilla memejamkan matanya karena pipinya yang sedikit sakit.
"Sini, biar ku kasih pelajaran untuk gadis tak tahu diri seperti mu." Tangan gadis itu terangkat, bersiap untuk menampar Sheilla yang sudah memejamkan mata menanti apa yang akan gadis itu perbuat padanya.
"AMANDA MORLENA!" Suara tegas menggelegar itu mengejutkan semua orang, termasuk Amanda; gadis yang hampir menampar Sheilla.
"R_Ryan?"
Seketika cengkraman di pipi Sheilla terlepas, gadis itu segera mengusap pipinya yang memerah karena cengkraman Amanda.
Ryan menatap gadis di hadapan nya dengan tatapan tajamnya, mata elang itu kemudian beralih pada Sheilla yang masih mengusap pipinya.
Tanpa mengatakan apapun, Ryan langsung menarik tangan Sheilla untuk pergi dari sana.
"Ryan! kamu mau kemana?!. Ryan!!!" Bahkan laki-laki itu tak mendengarkan jeritan Amanda.
"Si*l!" Umpat gadis cantik itu kesal.
•
•
•
Ryan membawa Sheilla ke UKS, mendudukan gadis itu di atas ranjang, mata elangnya tak henti-henti nya menatap wajah Sheilla.
"A_ada apa? kenapa menatap ku seperti itu?"
Ryan hanya berdecih lirih membuat Sheilla mengernyitkan kening, kenapa lagi laki-laki itu?
Merogoh jas sekolahnya, Ryan mengambil ponsel lalu mengubungi seseorang. "Datang ke UKS dan bawakan Es batu." Ryan mematikan telfon begitu saja tak membiarkanmu orang di sebrang sana untuk menjawab.
Ryan kembali memperhatikan Sheilla dari atas sampai bawah, hingga mata hijau zamrud nya melihat noda di baju seragam putih yang Sheilla kenakan.
Kembali ia menghidupkan layar handphone nya, mengetik deretan pesan pada seseorang.
Sheilla memalingkan muka ketika Ryan kembali menatap nya tepat dimata, membuatnya ketahuan jika ia sejak tadi terus memperhatikan Ryan.
Suasana hening, terasa canggung bagi Sheilla, sedangkan Ryan tampak begitu santai memandangi wajah gadis di hadapan nya tanpa rasa takut.
"Si*lan, kenapa dia ngeliatin aku terus sih?"
Brak...
Atensi keduanya teralihkan pada pintu UKS yang di buka kasar oleh segerombolan anak laki-laki bertubuh atletis.
"Nih es batu pesenan lo," Anak laki-laki berkulit eksotis itu meletakkan kantong berisi es batu di atas meja samping ranjang.
"Nih, seragamnya juga," Kini seorang anak laki-laki berambut gondrong yang menyodorkan satu set seragam perempuan.
Ryan hanya berdehem pelan, lalu mengucapkan terimakasih pada teman-temannya. "Hem, thanks."
"Sans aja. Btw, siapa nih? pacar lo ya?" Tanya si laki-laki berkulit eksotis.
"Bukan," Jawab Ryan datar.
"Udah, gak usah malu-malu. Dia cantik kok." Balas laki-laki berhidung mancung yang sejak. tadi diam.
"Hay, cantik nama gue Xander Luxury, biasa di panggil Ander." Laki-laki berkulit eksotis itu memperkenalkannya diri kepada Sheilla.
Sheilla hanya tersenyum tipis, kemudian membalas tanpa menyambut uluran tangan Ander. "Sheilla."
"Yahaha, di tolak secara halus nih ya." Tawa si laki-laki berambut gondrong kelahiran Jepang.
"Paan sih, dasar bumbu dapur," Sinis Ander.
Laki-laki itu menjulurkan lidah mengejek, kemudian mulai menata rambut nya sebelum memperkenalkan diri kepada Sheilla. "Kenalin nih, Nakamoto Yuta, tapi nama Indonesia nya Yudha Thama."
"Em, jadi aku harus manggil Yudha, atau Yuta?" Tanya Sheilla dengan wajah polosnya.
"Terserah kamu aja, tapi kalau mau panggil sayang juga gapapa." Yudha mengedipkan mata pada Sheilla, membuat Ander pura-pura muntah sebagai respon.
Sheilla tersenyum canggung, kemudian menatap laki-laki dengan hidung mancung di samping Yudha.
Sadar jika dirinya di perhatikan, laki-laki itu segera memperkenalkan diri. "Dion Rahardika, panggil aja Dion." Sheilla kembali mengangguk.
"Sudah selesai? ayo pergi." Suara dingin Ryan kembali terdengar.
"Yah, gue masih mau di sini Yan, sekalian cuci mata liat cewek cantik," Protes Yudha.
Ryan menatap tajam, membuat Yudha langsung kicep.
Mata tajam itu kembali menatap Sheilla. "Kompres dan ganti baju sendiri, gak usah manja," Ucap Ryan sebelum menyeret ke-tiga sahabatnya keluar dari sana.
Sheilla memutar bola mata malas. Memang nya kalau gak ganti baju sendiri, ia bakal di ganti bajuin oleh siapa? Ryan? Yang benar saja.
"Shhh..." Gadis cantik itu sedikit meringis ketika tangan lentiknya mulai mengompres pipi chubby nya sedikit lecet karena ulang gadis gila di kantin tadi.
Sheilla sudah mengganti seragam kotor nya dengan seragam yang Yudha bawakan tadi, mungkin nanti ia akan mengembalikan uang yang Yudha keluarkan untuk membeli seragam itu di koprasi nanti.
Nakal-nakal gitu, Sheilla juga masih tahu apa itu balas budi. Jangan pikir jika Sheilla ini hanya gadis nakal pembuat onar yang tidak memiliki attitude, karena itu salah besar.
"Permisi." Suara seorang gadis yang baru saja memasuki ruang UKS membuat Sheilla menoleh.
"Ya, ada apa?" Tanya gadis berkacamata itu dengan satu alis yang terangkat.
Gadis itu tersenyum, "Maaf, teman ku sedang pusing, bisa pinjam ranjang nya?" Gadis cantik itu bertanya dengan sopan.
"Oh, tentu saja." Sheilla segera berdiri, mempersilakan gadis itu membawa temannya duduk di atas ranjang, di bantu oleh temannya yang satu.
Sheilla mendudukkan diri di kursi samping ranjang, melanjutkan kegiatan mengompres pipinya.
"Hey, ada apa dengan wajah mu?" Gadis tadi mendekati Sheilla, membiarkan temannya untuk mengurus temannya yang sedang pusing.
"Hanya kena cakar kucing gila, tidak masalah." Jawaban Sheilla membuat gadis di hadapannya bingung.
Sadar dengan wajah bingung gadis itu, Sheilla pun menimpali, "Lupakan saja."
"Woy, Ra ini Love udah mau pingsan woy!! ambilin minum cepet!" Ucap salah satu teman gadis itu dengan suara lantang.
"Oh ya, sebentar." Gadis itu segera pergi untuk mengambil minum di dispenser yang terletak di pojok.
"Aduh Love, jangan mutah dong, nanti gue ikutan mual anjirr!" Gerutu teman gadis itu.
Gadis tadi kembali dengan segelas air, "Ini Love, minum dulu."
Gadis yang kita ketahui bernama 'Love' itu mengambil gelas di tangan sang teman dan langsung meminum air nya hingga habis. "Thanks, Ra."
"You are welcome, Love."
Gadis bernama Love itu mulai mengatur nafas nya yang sedikit tersendat, sedangkan kedua temannya sedang sibuk membersihkan bekas muntahan Love.
Sheilla hanya memperhatikan mereka dengan malas, tangannya tak henti-henti nya mengompres pipinya dengan kantung es batu.
Merasa cukup dengan kantung es nya, Sheilla pun berdiri membawa kantung es batu itu untuk ia buang. Namun suara seorang gadis menghentikan langkahnya, "Hey, mau kemana kau? kita bahkan belum berkenalan."
Gadis dengan rambut kuncir dua itu berdiri di hadapan Sheilla dan mengulurkan tangan, "Kenalin, Cetteryna Caramel panggil aja Nana."
"Sheilla." Jawab si gadis berkacamata tanpa minat, juga tak menyambut uluran tangan Nana.
Merasa uluran tangannya tak mendapat sambutan, gadis itu pun menurunkan tangannya. "Oh, senang bertemu dengan mu."
Deheman kecil Sheilla berikan sebagai jawaban.
"Kalau aku Alicia Ayara, biasanya di panggil Ara," Ucap gadis yang tadi bertanya pada Sheilla.
Sheilla hanya mengangguk mengiyakan, lalu gadis selanjutnya ikut memperkenalkan diri. "Lovely Alexander, panggil Love aja."
"Hem, sekarang aku bisa pergi?" Nada dingin itu lagi.
"Tunggu dulu, ayo kita ngobrol dulu, siapa tahu kita bisa jadi teman," Tawar Nana.
"Gak minat." Sheilla melenggang pergi begitu saja, membuat Nana kecewa karena tawaran nya tak di hiraukan. "Yah, di tolak."
Ara mengusap punggung sahabatnya itu, "Yang sabar aja."
"Cewek tadi kayaknya susah deh buat di deketin," Komentar Love dengan mengurut dagunya sok berfikir.
"Nah itu, karena dia susah di deketin, jadi tantangan kita buat temenan sama dia," Ucap Nana bersemangat.
Love dan Ara mengangguk, mereka juga cukup tertarik untuk menjadikan anak berkacamata yang si*lnya dingin itu buat jadi temen mereka. Yah, setidaknya mereka bakal nambah temen yang waras satu kan? soalnya mereka itu gila semua, kecuali Ara si super kalem.
•
•
•
"Woy, ngelamun mulu!. Itu latihan udah mau mulai ***." Ander menyambar leher Ryan, membuat sang empu mendelik tajam.
Dengan kasar laki-laki itu menyingkirkan tangan Ander dari lehernya, lalu pergi menuju tengah lapangan dengan langkah santai.
Ander hanya dapat berdecak sambil geleng-geleng kepala, kemudian menyusul Ryan untuk berkumpul dengan anggota tim basket yang lain.
Seperti biasa, latihan pertandingan tim basket SMA Raharja tidak pernah sepi. Selalu saja ada suara sorak-sorak penonton yang menyoraki Ryan dan kawan-kawan.
Ada yang menyorakan kata-kata semangat, ada pula yang malah melontarkan ungkapan cinta dan itu semua didominasi oleh anak perempuan.
"Wih, itu bukannya bidadari di UKS tadi ya?" Ucap Yudha yang berdiri tepat di belakang Ryan, otomatis membuat kapten tim basket itu menoleh.
Dan benar saja, disana di salah satu bangku penonton ada seorang gadis cantik berkacamata yang terlihat baru saja datang. Tapi bukannya menonton pertandingan, gadis itu malah bermain ponsel.
"Cih." Memalingkan muka, Ryan kembali fokus pada permainan.
Ryan merebut bola dari lawan dengan mudah, lalu mulai mendrible bola dan melempar nya masuk ke dalam ring. Ryan melakukan lemparan jauh, dan lemparan nya sempurna membobol ring lawan.
Permainan di dominasi oleh Ryan, laki-laki itu hari ini terlihat lebih bersemangat dari biasanya, membuat tim lawan kewalahan.
"Perasaan gue doang, atau Ryan emang keliatan ambis banget tadi pas main?" Tanya Ander dengan nafas tak beraturan, jujur saja ia merasa kualahan menghadapi Ryan sebagai ketua tim lawan.
"Bukan cuma perasaan lo Der, gue juga ngerasain." Balas Yudha.
"Gila bener tuh anak, tim gue kalah telak cuy, 1-20." Ander rasanya gak terima, tapi mau gimana lagi, orang Ryan emang jauh lebih jago dari pada dia.
"Kalian sadar gak, dari tadi Ryan merhatiin cewek itu terus," Tunjuk Dion pada seorang gadis berkacamata yang baru saja berdiri dan pergi meninggalkan tempat itu, Ander dan Yudha otomatis langsung menoleh dong.
Mereka terpaku menatap kecantikan Sheilla yang masih kental terasa walau dengan jarak yang jauh, mereka sampai tidak menyadari ada singa yang menatap tajam mereka.
"Liat apa kalian?" Suara dingin itu membuat keduanya terjangkit kaget.
"E_enggak." Mereka menggeleng kaku, sedangkan Ryan masih dengan tatapan tajamnya membuat mereka menelan ludah masing-masing.
^^^"Berasa ketangkap basah habis nyulik istri orang njir."^^^
•
•
•
Sheilla menatap datar layar ponsel nya, dasar si*lan, baru juga sehari Sheilla pindah, udah ada aja musuhnya yang tahu keberadaan nya.
"Jangan sampai mereka datang kesini, aku gak mau pindah sekolah untuk yang 15 kalinya, itu menyusahkan."
Gadis itu mulai mencari kontak seseorang, tanpa pikir panjang ia langsung menekan sambungan telfon ke kontak tersebut.
"Aku gak mau tau ya, pokoknya kalian harus halangin mereka. Jangan sampai mereka berbuat onar di sekolahan baruku!"
Sheilla menghela nafas setelah panggilan itu terputus, menyimpan ponselnya kembali, ia di kejutkan oleh sebuah wajah tampan Ryan ketika ia berbalik.
"Apakah kamu tidak memiliki urusan?" Sinis Sheilla setelah tersadar dari ke terkejut nya.
Ryan hanya diam memperhatikan wajah Sheilla, tangan kekarnya perlahan-lahan terangkat menyentuh pipi gadis itu.
"A_apa yang kau lakukan?" Ingin sekali Sheilla menepis tangan kekar itu, tapi entah kenapa tatapan intens Ryan malah membuat tubuhnya membeku.
"Apakah masih sakit?" Mata berwarna hijau zamrud itu menatap tepat ke mata biru Sheilla.
Gadis itu menggeleng kaku, kemudian setelahnya ia tersadar dengan apa yang terjadi.
"Bukan urusanmu." Ia memundurkan langkah, kemudian berjalan ke samping melewati Ryan. Namun sayang sekali, tangan kekar itu sigap menangkap tangan indah Sheilla, menahan langka gadis itu.
"Tidak adakah terimakasih yang aku dapatkan?" Suara berat yang entah kenapa menyebalkan di telinga Sheilla itu membuat ia memutar bola mata malas.
Gadis itu berbalik sehingga ia kembali berhadapan dengan Ryan dengan posisi yang berbanding terbalik. "Aku tidak meminta bantuanmu."
Ryan tertawa sinis, merasa tak percaya dengan jawaban gadis berkacamata itu. "Aku sudah membantumu, setidaknya berterimakasihlah. Jika tak ada aku, mungkin sekarang keadaan mu sudah jauh lebih buruk."
Cih, jika tak ada Ryan di sana pun Sheilla tetap bisa mengatasinya. Jika gadis-gadis gila itu sudah mulai bertindak keterlaluan, maka Sheilla akan membalas mereka saat itu juga. Persetan dengan perjanjian nya dengan sang kakak.
Tak mau memperpanjang masalah, akhirnya Sheilla mengalah, "Baiklah, terimakasih. Apakah kau puas?"
"Itu tidak tulus,seharusnya kau menambahkan senyuman manis. " Sheilla mengeraskan tahang mendengarnya.
Menghela nafas, Sheilla kembali mengucapkan terimakasih, namun kali ini dengan sebuah senyuman yang terkesan dipaksakan.
"Sudah bukan?" Kembali di pasangnya wajah datar.
Tersenyum kecil, Ryan pun mengangguk, "Yah, jauh lebih baik. Tapi sepertinya kau butuh memperbaiki senyuman mu."
"Terserah." Sheilla pergi meninggalkan Ryan dengan perasaan jengkel luar dalam.
Ryan hanya mengangkat bahu acuh, kemudian pergi ke kamar mandi untuk berganti seragam.
•
•
•
Sheilla berjalan dengan perasaan kesal, tak henti-henti nya ia mengumpati laki-laki menyebalkan yang si*lnya adalah ketua tim basket SMA Raharja.
Ketika Sheilla masih sibuk dengan kegiatan nya, tiba-tiba sebuah kaki menghalangi jalannya, membuat ia mengangkat kepala untuk melihat siapa orang itu.
"Hay, cupu kita ketemu lagi nih." S*al, itu adalah gadis gila yang hampir menampar Sheilla di kantin tadi. Apalagi yang ingin gadis itu lakukan sekarang?
Membenarkan letak kacamata nya, Sheilla mulai berakting kembali menjadi gadis cupu yang penakut. "Y_ya? a_ada apa ya?" Tanyanya dengan tubuh sedikit bergetar.
"Hey, kenapa kau terlihat sangat takut hmm?" Ucap Amanda dengan nada suara sok sedihnya.
Gadis itu mencengkram pipi Sheilla, tapi tidak terlalu kuat. "Aku hanya ingin berteman dengan mu, kenapa kau terlihat takut?" Nada suara khas anak pembully.
Sheilla mengepalkan tangan, jika ia tidak ingin bahwa dirinya sedang mencoba menjadi murid baik, mungkin tangannya sudah beraksi sejak tadi.
Puk... Puk... Puk...
Pukulan pelan di pipi gadis itu berikan pada Sheilla, matanya menatap Sheilla tajam seolah memberikan nya serangan tanpa sentuhan. "Jauhi Ryan, dan hidup mu akan aman."
Sheilla merintih ketika cengkraman Amanda di pipi nya semakin kuat, jauh lebih kuat dari yang terakhir kali.
"Woy, apa-apaan nih?!" Datang tiga orang gadis cantik bak penyelamat. Mereka adalah Love, Nana, dan Ara, gadis yang di kenal sangat membenci Amanda dan kawan-kawan karena mereka suka membully murid-murid SMA Raharja.
Amanda berdecih, menatap sinis ketiga gadis itu, "Pahlawan kesiangan kembali datang."
Nana berteriak tak terima atas ucapan Amanda, "Apaan lo?! mau adu mekanik hah?!" Gadis itu sudah siap menerjang Amanda jika Ara tidak segera menahan sahabatnya itu.
"Udah Na, sabar." Ara mengusap dada Nana, meminta temannya yang mudah emosi itu untuk bersabar sedikit.
"Mau sabar gimana lagi sih Ra?! orang kayaknya gini tuh udah seharusnya di jadiin perkedel!"
Amanda menatap angkuh pada Nana, membuat emosi gadis itu semakin memuncak. Sedangkan Love berjalan mendekati Sheilla yang sudah terlepas dari cengkraman Amanda.
"Are you okey?" Hanya anggukan kecil yang Love dapatkan sebagai jawaban.
Love balas mengangguk, ia pun mulai melangkah dan berdiri tegak di hadapan Amanda. "Berhenti membully, atau aku akan berbicara kepada mommy untuk mengeluarkan mu."
"Dih, cepu banget lo mentang-mentang anak kepala sekolah." Sahut salah satu teman Amanda.
Love mengangkat bahu acuh, "Pergi."
Amanda menyempatkan diri untuk memberikan Sheilla peringatan untuk yang kesekian kalinya sebelum benar-benar pergi dari sana. Ia tak mau jika harus di keluarkan hanya karena cewek cupu kayak gitu.
"Huh, dasar." Nana menatap kesal kepergian Amanda dan teman-temannya. "Udah Na." Ara kembali menenangkan.
"Kamu gapapa?" Tanya Ara pada Sheilla.
"Hem, thanks." Tak ada lagi yang Sheilla lakukan selain pergi setelah mengucapkan terimakasih.
"What?! cuma gitu doang?!" Mulut Nana menganga tak percaya. Cuma thanks? setelah dia dan teman-temannya menyelamatkan Sheilla? Gila, dasar kulkas berkacamata!
Penyamaran nya sebagai gadis cupu yang tidak memiliki kekayaan apapun membuat Sheilla terpaksa pulang menggunakan bus.
Sebenarnya Sheilla bisa saja berjalan agak jauh dari sekolahan dan menyuruh supirnya menjemput, tapi itu cukup berisiko. Siapa saja bisa melihat nya nanti dan Sheilla tak ingin semua ini selesai begitu saja.
Menghela nafas, gadis itu mengalihkan perhatiannya pada pemandangan di luar jendela. "Sumpek sekali, tau gini mending tadi pesen taxi."
Naik taxi sama di jemput mobil pribadi apa bedanya sih? Sama-sama bisa membuat penyamarannya terbongkar kan? Dasar Sheilla.
"Hay cantik, kakak boleh duduk sini gak?" Tanya seorang om-om perut buncit pada Sheilla dengan senyuman aneh.
Sheilla bergumam, "Kakak katanya? bahkan dia terlihat lebih tua dari pada daddy."
Sheilla ingin menolak, tapi laki-laki itu terlihat seperti orang yang akan berbuat onar jika ia menolaknya. "Y_"
"Permisi kak, kakak bisa duduk di tempat lain. Gadis ini pacar saya, sudah pasti tempat di samping nya adalah milik saya." Ucapan Sheilla terpotong oleh anak laki-laki yang berseragam sama seperti nya, anak laki-laki tampan dengan senyuman menawan.
"Oh, pacarnya ya dek. Maaf, kakak gak tahu." Om-om itu tersenyum dengan perasaan kesal, lalu pergi ke bangku belakang.
Laki-laki tadi tersenyum kepada Sheilla, lalu meminta maaf. "Maaf karena aku telah mengaku-ngaku, dan bolehkan aku duduk di sini?"
Sheilla balik tersenyum, lalu mengangguk kan kepala tanda ia mengizinkan laki-laki itu mengambil tempat duduk di samping nya.
Laki-laki berkulit putih abnormal itu menatap Sheilla dengan senyuman yang tak pernah luntur. "Anak SMA Raharja juga? aku kok gak pernah lihat kamu ya."
Sheilla mengangguk malu-malu, biasalah, akting harus tetap berjalan apalagi laki-laki itu adalah anak SMA Raharja juga. "Iya, aku murid baru dan ini hari pertama aku masuk."
Laki-laki itu mengangguk paham. "Kelas berapa?" Tanyanya lagi.
"Kelas 12." Balas Sheilla yang di sambut raut wajah keterkejutan dari laki-laki itu, Sheilla hanya tersenyum maklum dengan laki-laki itu.
"Bagaimana bisa? pindah sekolah di kelas 12? nanggung banget loh."
Sheilla hanya tersenyum, tak berniat untuk menjawab karena ia juga tak tahu harus menjawab apa. Tidak mungkin ia menceritakan yang sebenarnya, bisa habis dia. Laki-laki itu juga tampak mengerti dengan keterdiaman Sheilla, mungkin itu adalah privasi si cantik.
"Baiklah, tidak masalah jika tidak ingin menjawab. Ngomong-ngomong namaku Adnan Samudra, kamu bisa memanggilku Adnan. Aku anak kelas 12 B." Sheilla mengangguk, kemudian memperkenalkan diri. "Sheilla."
"Hanya itu?" Sheilla lagi-lagi tak menjawab, membuat Adnan menghela nafas.
Setelah nya tidak ada lagi pembicaraan di antara keduanya, Sheilla yang sibuk menatap keluar jendela, dan Adnan yang sejak tadi tak berhenti memperhatikan gadis berkacamata itu.
Adnan cukup terkejut ketika Sheilla bersikap biasa saja ketika melihat ketampanan nya, tidak seperti gadis lain yang langsung menjerit heboh ketika ia melayangkan senyuman. Bagi Adnan, Sheilla adalah gadis pertama dan mungkin satu-satunya yang tidak akan membuat ia risih.
Oke, sepertinya Adnan Samudra si malaikat penebar senyum SMA Raharja telah jatuh cinta pada Sheilla Abraham pada pandangan pertama. Dan puluhan gadis di SMA Raharja pun harus siap sakit hati karena hal itu.
•
•
•
Rumah yang mewah, sangat besar dengan berbagai barang antik dan mahal yang menghiasi setiap sudutnya. Mobil-mobil dan motor-motor mahal yang tersusun rapih di garasi, juga begitu banyak pelayan dan pekerja rumah tak menjadikan rumah itu menjadi tempat ternyaman untuk kembali.
Untuk apa rumah besar, uang banyak, hidup mewah jika tidak ada kasih sayang yang di dapatkan.
Anak-anak rumah itu selalu merasa, rumah mereka hanya hotel untuk tidur, bukan tempat untuk kembali dan beristirahat dari rasa lelah.
Helaan nafas itu kembali terdengar, langkah malasnya membawa ia untuk berjalan menuju tangga.
"Nona Sheilla, bibi sudah siapkan makanan, nona makan ya."
Gadis itu menggeleng dengan senyuman tipis, "Sheilla udah makan di sekolahan bi, bibi aja yang makan."
"Tapi non... "
"Sheilla naik dulu bi." Sheilla naik ke atas menuju kamarnya, ia ingin berganti baju dan segera pergi ke-rumah yang sesungguhnya.
Bi Ina menatap sendu kepada sang nona, ia tahu, pasti anak-anak majikan nya itu merasa sangat kesepian di rumah mewah itu. Orang tua mereka selalu sibuk dengan pekerjaan mereka padahal mereka sudah sangat berjaya.
Menjadi orang kaya itu tidak sepenuhnya menyenangkan, karena apa yang orang miskin miliki, tak semuanya orang kaya miliki juga, contohnya kasih sayang.
Karena itulah, bagi kalian yang memiliki orang tua yang perhatian dan menyayangi kalian jangan di sia-siakan. Nikmati kasih sayang mereka selagi kalian masih bisa.
•
Menjatuhkan tubuhnya di atas kasur, Sheilla memejamkan mata sejenak, kepalanya terasa sedikit pusing hari ini.
Mata cantik berwarna biru itu menatap sebuah foto di atas nakas. Itu adalah foto keluarganya dulu saat mereka masih dalam masa-masa susah, ketika orang tuanya tidak sesibuk sekarang, ketika kasih sayang untuk dia dan saudara-saudaranya masih ada.
"Jika bisa memilih, aku akan memilih tetap berada di masa-masa dulu selamanya. Tidak perlu hidup mewah, yang penting masih ada kehangatan keluarga, dari pada seperti sekarang.
Kaya harta tapi miskin kasih sayang."
•
•
•
Ini adalah rumah Sheilla yang sesungguhnya, tempat keluarga nya berada. Ada kakak, ada adik, ada ibu ada ayah dan ada kasih sayang tentu saja.
"Wah, putri kita datang nih. Gimana harinya? enak gak di sekolah baru?"
Laki-laki yang sedang merangkul bahu Sheilla itu bernama Radinka Vicky Pratama, panggil aja Vicky. Vicky ini sering banget di sebut kembaran Sheilla yang beda 2 tahun, ya tentu saja karena wajah mereka yang mirip. Bahkan mereka semua meyakini jika Vicky ini mungkin saja anak haram keluarga Abraham yang di buang.
"Hari yang buruk dan sepertinya aku butuh sesuatu untuk mengembalikan suasana hatiku." Melepaskan rangkulan Vicky, Sheilla berjalan menuju seorang laki-laki yang duduk di sofa tengah ruangan sambil menghisap sebatang rokok.
"Jangan ngisep nikotin terus, nanti cepet mati baru tau rasa." Sheilla tiduran di sofa dan menjadi kan kaki laki-laki itu sebagai bantalan.
"Buktinya gue sampai sekarang masih hidup," Jawab laki-laki itu acuh.
"Kakak!!" Seru Sheilla kesal. Laki-laki itu tertawa renyah, membuat bau rokok menguar dari mulutnya, "Baiklah, ini batang terakhir untuk hari ini."
"Nah, bagus. Nikotin itu tidak baik untuk paru-paru, mending makan permen."
"Permen juga gak baik buat gigi, cantik!" Laki-laki itu mencubit gemas hidung Sheilla.
"Yang penting gak bikin cepet mati," Balas Sheilla membuat si laki-laki yang di panggil kakak tertawa.
Laki-laki itu adalah Mahendra Joshuar panggil aja Mahen, dia itu ketua geng ARMI ;Anak Remaja Motor Indonesia; Mahen ini adalah member ARMI yang menjadi sosok kakak bagi Sheilla, walau kakak kandung Sheilla juga orang yang cukup baik dan perhatian, tapi Sheilla lebih sering bercerita tentang semua masalah yang ia hadapi kepada Mahen.
"Gimana sekolah? ada yang ganggu kamu gak?" Usapan lembut Mahen berikan di surai panjang Sheilla.
Sheilla mendengus, sedikit malas mengingat hari pertamanya di SMA Raharja. "Menurutmu bagaimana jadinya anak cupu jika bersekolah di sekolahan ternama yang di isi oleh anak-anak konglomerat?"
"Sudah pasti di bully habis-habisan," celetuk laki-laki tinggi yang duduk di sofa yang berhadapan dengan Sheilla dan Mahen.
Laki-laki itu adalah Arendra Yulino, biasa di panggil Aren, tapi anak-anak ARMI biasanya manggil dia Hartono. Gak tau deh kenapa, mungkin karena Aren itu suka banget godain janda kayak Pak Hartono; satpam sekolahan lama mereka. Aren ini member paling muda, sosok adik yang sangat menyebalkan tapi ngangenin bagi Sheilla.
"Yap, jawaban Hartono sangat benar, selamat." Sheilla memberikan tepuk tangan dilanjutkan anak-anak ARMI yang lain sehingga ruangan yang tadinya ramai itu menjadi semakin ramai.
Sedangkan Aren malah memejamkan mata bangga karena jawabannya benar, padahal biasanya dia bakal marah-marah kalau di panggil Hartono sama teman-temannya. Biasanya Aren selalu bilang gini, "Gue ini namanya Arendra Yulino, udah sah secara hukum dan agama, jadi jangan di ganti-ganti!"
"Eh, nanti malem ada balapan nih, mau ikut gak? sekalian naikin mood lo." Laki-laki yang sejak tadi terlihat sibuk dengan ponsel nya tiba-tiba bersuara, dia adalah Roger Martin, atau biasa di panggil RM.
RM ini kakak kedua Sheilla di ARMI, sosok yang juga menjadi bagian penting dari hidup nya. Laki-laki yang selalu melindungi dia walau suka ngajarin yang sesat-sesat, kayak balapan, tawuran, sama tinju. RM juga yang ngajarin Sheilla cara beladiri dan menggunakan senjata.
RM itu jago banget berantem, otak juga encer, encer banget malahan. Gak heran kalau dia selalu rangking 1 parallel di sekolah.
Dilihat dari postur tubuh dan kekuatan nya, kalian pasti mengira RM itu panglima perang. Tapi kalian salah, laki-laki kelahiran 1999 itu memiliki jabatan sebagai penasihat di sini. Ide dan sarannya selalu menjadi hal yang membuat nama ARMI melejit hingga satu Indonesia bahkan negara lain mengenal nama mereka.
Dan untuk pemegang jabatan panglima perang tentu saja di tempati oleh orang yang jauh lebih bringas dari pada RM. Namun sayangnya, orang itu sedang tidak ada di sini sekarang.
"Tapi bukannya Sheilla ada janji sama si Nathan ya, buat jadi anak baik?" Tanya Vicky.
"Perjanjian nya cuma berlaku dalam lingkungan sekolah, kalau di lingkungan rumah mah aku tetep Sheilla Abraham," Jawab Sheilla dengan seringaian mautnya.
RM ikut menyeringai, "Jadi..."
"Daftarin gue."
Yes!!
"5 miliar, kami datang~"
•
•
•
Sepertinya hari ini memang benar-benar hari paling si*l bagi Sheilla. Coba tebak sekarang, siapa empat orang laki-laki yang berdiri di depan sana dengan pakaian serba hitam dan sebuah helm di tangan salah satu dari mereka.
Mereka adalah laki-laki yang baru Sheilla kenal siang tadi, laki-laki yang ia temui di UKS SMA Raharja.
Yap, mereka adalah Ryan, Yudha, Dion, dan Ander.
"Si*l, tamat sudah riwayatku."
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!