Mantan Suamiku Kekasih Sahabatku

Mantan Suamiku Kekasih Sahabatku

BAB 1

"Mei, kenalin mas Hendi calon suamiku." Aku meletakkan ponsel yang sedari tadi menyita perhatian dan mendongak ke arah calon suami

Siska sahabatku.

Aku bangun dan mengulurkan tangan, tapi, sesaat kemudian aku di buat tertegun. Hal yang sama tampak padanya. Pria itu terkesiap saat melihatku.

"Kalian kenapa? kayak kaget gitu?" Tanya Siska heran.

Senyum aku paksakan sambil mengatur rasa hati, Hendi Raditia namanya. Pria yang

tujuh tahun lalu menjadi suamiku.

"Mei" ucapku pelan.

"Hendi" balasnya. Segera kutarik tanganku perlahan.

Siska kemudian bergelayut manja di tangan pria itu.

"Kami memang belum lama kenal, tapi karena sudah merasa cocok, ya kami putuskan segera menikah saja." Jelas Siska padaku.

"Ya, lebaih baik begitu." Responku, masih tetap mencoba tersenyum.

"Sis, aku ada urusan lain. Aku duluan nggak apa apa kan? Sampai ketu hari senin ya."

Aku mencium pipi kanan kiri Siska, tanpa menunggu jawabannya aku beranjak.

"Kok buru-buru sih?"

"Next time lah, tiap hari juga ketemu. Mas Hendi saya permisi duluan." Pamitku pada Mas Hendi.

Mataku mengembun seketika, luka ini sudah cukup lama, tapi sakitnya masih begitu terasa.

Aku menarik nafasku dalam dengan perlahan menghembuskannya. Tetap saja sesak di dadaku.

Pria itu, menikahiku karna paksaan orang tuanya. Mencoba menhalani hidup berumah tangga tanpa adanya cinta. Tak menunggu waktu lama, tepat enam bulan dia menceraikanku, meninggankanku dengan beribu luka yang menganga. Permintaan maaf mertuaku tak cukup menghapus perbuatan anak lelakinya itu.

Aku dan keluargaku merasa sangat dipermalukan. Kami memilih pindah dari kota itu. Disinilah aku sejak tujuh tahun yang lalu, mencoba bangkit dari keterpurukan dan mengubur luka. Menjadi janda di usia muda, sekarang umurku telah beranjak dua puluh tahun.

Orang tuaku dan orang tua Mas Hendi adalah teman akrab. Aku setuju dengan perjodohan itu, karena jujur aku telah lama menaruh rasa pada Mas Hendi, tapi tidak sebaliknya.

Mas Hendi sudah memiliki pacar waktu itu, setelah enam bulan menikah, tak ada perkembangan dalam hubungan kami.

Dia meninggalkanku, pergi membawa separuh jiwa, asa, dan membawa pergi separuh hidupku. Dia pergi meninggalkan luka yang menganga, luka yang sangat dalam, dan benih dalam rahimku. Aku benar-benar hancur waktu itu, bahkan luka itu masih kurasakan sampai sekarang. Sejak saat itu, aku mati rasa, tak percaya akan cinta.

Aku hidup untuk anakku Sarah, anak yang sedari lahir tak mengenal sosok bernama ayah.

"Yah" aku tau malam itu Mas Hendi pulang dengan aroma alkohol yang menguar dari mulutnya. Dia dalam keadaan mabuk, walaupun aku istrinya, aku sempat berusaha melarang, tapi semua terjadi begotu saja.

Bukan permintaan maaf yang ku dapat esok harinya, malah tumpukan kekesalannya padaku. Aku masih terlalu polos dan naif. Hanya bisa menangis, menerima segala perlakuannya.

Hingga hari itu tiba, dia mengembalikanku pada kedua orang tuaku. Untuk memilih melanjutkan hubungan bersama kekasihnya.

Hampi gila, saat aku berada di posisi itu. Aku rapuh dan hancur, beruntung keluargaku selalu mendukungku. Seorang bayi perempuan lahir dengan sempurna, cantik dan menggemaskan. Dia yang menjadi penyemangatku sampai sekarang. Aku kembali meneruskan kuliahku setelah melahirkan, dan memulai kehidupan baruku.

Sekarang, setelah tujuh tahun terlewatkan, kenapa kami harus kembali di pertemukan. Dan kenapa harus Siska, dia sahabat terbaikku, aku sangat menyayanginya. Kenapa aku tak rela bila Siska bersama pria itu. Aku takut sahabatku mengalami hal yang sama denganku, dan terluka olehnya.

"Mei"

Aku menoleh ke sumber suara, nafasku terdengar kasar. Kenapa dunia sempit sekali, aku sedang belanja keperluan Sarah.

Dia terlihat sendiri, mendorong sebuah troly.

"Bagaimana kabarmu?" Tanyanya kemudian.

"Mei, baik-baik saja" jawabku tanpa melihatnya.

"Mas hampir tak mengenalimu kemarin" ucapnya.

Aku tersenyum masam.

"Iya lah Mas, pasti Mas sudah tak pernah ingat aku lagi" jawabku ketus.

"Bukan, bukan begitu, kamu terlihat berbeda, semakin dewasa dan cantik"

"Mei buru-buru, permisi" ucapku beranjak menjauh darinya.

Tak banyak yang berubah darinya, tetap tampan dan mempesona. Wajar bila Siska langsung jatuh hati pada Mas Hendi. Tapi, apa dia juga mengenal pribadi pria itu. Cukuplah aku yang terluka, jangan sampai Siska sakit hati bila tau semua tentang Mas Hendi.

Tapi kami sudah tak bertemu selama tujuh tahun, mungkin saja dia sudah banyak berubah. Entahlah, yang jelas, kehadirannya kembali di sekitarku membuat hatiku tak nyaman, apalagi tenang.

"Kamu serius? Mau secepatnya nikah?" Tanyaku hati-hati saat menikmati makan siang di kantin samping kantor.

Siska mengulum senyumnya, telihat sekali kalau dia sedang jatuh cinta.

"Tak ada alasan untuk menundanya lagi kan?"

"Kamu sudah mengenal dia dan keluarganya?"

"Belum sih, tapi Mas Hendi minggu depan mau ngajak aku kerumahnya, kenapa kayak gak suka gitu?" Tanya Siska padaku.

"Bukannya nggak suka, cuma, kalian kan belum lama kenal. Wajar kan, sebagai sahabat dekatmu, aku jadi cemas" jawabku.

Siska tersenyum, kemudian memelukku.

"Kamu sahabat terbaikku" ucap Siska.

Lepas istirahat makan siang, kami kembali dengan pekerjaan kami. Banyak laporan yang harus ku kerjakan.

Hujan mengguyur sedari sore tadi, aku turun ke lobby, banyak karyawan sedang menunggu hujan reda. Siska masih mengerjakan laporan yang baru diminta Pak Fendy untuk bahan meeting besok. Ku sapukan pandangan mencari somad, security yang bertugas malam ini. Biasanya, dia akan mengantarku dengan payung sampai mobilku.

"Butuh payung?" Dia lagi.

"Siska masih ada kerjaan, mas tunggu aja" ucapku, tak menjawab pertanyaannya.

"Iya, mas tau, mas antar sampai mobilmu?"

"Nggak usah makasih" jawabku, acuh.

Baru beberapa langkah, aku terpeleset lantai yang licin. Mas Hendi menangkapku, hingga aku terselamatkan. Tak urung teriakanku mengundang banyak pasang mata melihat ke arahku.

"Hati-hati" ucapnya.

"Mei, kamu ngapain?" Suara Siska cukup mengagetkanku. Aku buru-buru melepaskan diri dari Mas Hendi.

Jelas Siska melihatku dengan tatapan berbeda, entah apa yang dipikirkannya.

"Lantainya licin, Mei terpeleset hampir jatuh" jelas Mas Hendi.

Siska melihat ke sekitar, lantai memang basah bekas jejak sepatu. Terlihat Susi datang dengan alat pel dan ember.

"Hati-hati" ucap Siska kemudian.

Aku memaksa senyumku.

"Mad, antar mbak ke mobil!" Seruku saat melihat somad, security yang ku cari dari tadi. Pelan kaki melewati lantai yang baru akan di bersihkan Susi itu.

"Aku duluan ya?" Pamitku ke Siska.

"Hati-hati" pesannya lagi.

Sekilas aku melihat ke arah Mas Hendi yang belum melepas pandangannya dariku.

Somad mengantarku sampai di mobil, walau masih sedikit basah juga, saking derasnya hujan.

"Makasih Mad, besok ya" ucapku sebelum membuka pintu mobil.

"Iya mbak Mei, kayak siapa aja, hati-hati mbak, jalan licin" pesannya padaku.

"Makasih ya, duluan" pamitku lagi.

Pelan kulajukan mobil menembus derasnya hujan. Kacau sekali hatiku saat ini, mencoba tetap tenang karena masih di jalan. Sampai di rumah, hujan juga masih deras mengguyur.

Terpopuler

Comments

Yance Kan

Yance Kan

awal baca dah suka..menarik....

2022-11-11

0

jamet

jamet

di jodohin ya gitu...hehe

2022-11-09

0

niamawar berduri

niamawar berduri

SMP dah nikah ni ,

2022-11-09

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!