Cepat atau lambat, Siska pasti akan tau juga, akan lebih baik kalau dia tau bukan dari orang lain. Secepatnya aku harus mencari waktu yang tepat untuk bisa bicara dari hati ke hati, agar dia tak salah paham padaku.
Sejenak kusingkirkan masalah Siska, berkas di mejaku sudah menunggu untuk segera aku eksekusi. Semua report yang diminta oleh pusat harus selesai hari ini. Mulai kukerjakan satu persatu tumpukan berkas itu.
Tak terasa hari sudah siang, pantas saja perutku keroncongan. Telepon di mejaku berdering, suara Siska terdengar saat aku mengangkatnya, dia akan makan siang diluar, menanyakan apa aku akan menitip sesuatu. Aku menjawab tidak, seperti biasa dia keluar dengan Mas Hendi.
"Say, nanti malam pulang ngantor kita ngopi di tempat biasa ya! Udah lama nggak kesana" ucapku, sebelum Siska mengakhiri panggilannya.
"Hayuklah, oke aja aku. Ya udah, Mas Hendi udah nunggu di depan. Eh...dia nanyain, kamu mau ikut nggak? Dia mau nraktir katanya."
"Nggak ah, aku udah pesen Mas Bejo tadi" jawabku.
"Ya udah kalau gitu, aku keluar dulu, bye" pamit Siska. Aku meletakkan gagang telepon setelah Siska menutupnya.
Tinggal sedikit lagi laporan selesai, aku memilih melanjutkannya. Laporan lain juga sudah menunggu giliran. Fokusku teralihkan saat mas Bejo datang dengan makan siang yang kupesan.
"Makasih ya mas" ucapku. Sebungkus nasi padang sudah di letakkan di atas piring.
"Sama-sama Bu Amel" jawabnya, sedikit membungkuk dan kemudian berlalu.
Kutarik laci dan mengambil sendok dari dalamnya, sebotol air sudah kusiapkan menemani makan siangku di depan layar monitor. Segera kutuang sambal, yang sengaja dipasahkan.
Ketukan di pintu, mengusik acara makan siangku. Dengan mulut yang masih mengunyah, aku mempersilahkan pengetuk pintu untuk masuk.
Aku terkesiap melihat siapa yang mumcul dari balik pintu, segera kutarik tisu dan mengelap mulutku, kemudian bangun dari dudukku.
"Iya Pak" ucapku kemudian. Pria itu berjalan menuju mejaku dengan dua map berwarna merah di tangannya.
"Tolong kamu buatkan saya proposal untuk ini, saya tunggu ya!" Ucapnya meletakkan map itu di mejaku.
"Maaf pak, ini kan tugasnya Sofi" ucapku.
"Sofi bawahan kamu juga kan? Saya minta ini didahulukan" balasnya dingin.
"Baik pak, saya mengerti, segera saya buatkan proposalnya" jawabku. Pak Farhan hanya mengangguk samar, kemudian keluar.
Aku kembali duduk dan menarik dua map berwarna merah itu. Harusnya tugasku hanya mengetahui, Sofi yang punya tugas mengurus hal ini. Kulanjutkan laporan yang tinggal sedikit lagi, sebelum beralih pekerjaan lainnya.
Segera ku email pada Pak Farhan, setelah kedua proposal itu selesai kubuat. Tak berapa lama, telepon berdering. Pak Farhan meminta hard copy proposalnya juga, dan memintaku mengantar ke ruangannya.
Bergegas aku bawa lembaran proposal beserta berkas dalam map yang tadi diberikan padaku ke ruangan Pak Farhan. Melewati beberapa karyawan yang juga memilih tidak makan siang diluar.
"Siang Bu" sapa Sofi bagian dari tim ku."
"Pak Farhan tadi yang minta, sudah mau saya buatkan proposalnya, tapi katanya nggak usah" lanjutnya lagi.
"Nggak apa-apa, reportmu minggu kedua dan ketiga saja segera seleseikan" jawabku padanya.
"Iya Bu, segera saya selesaikan, untuk laporan mingguannya" jawab Sofi, aku hanya mengangguk.
Kulanjutkan lagi langkahku menaiki anak tangga, menuju ruangan Pak Farhan. Lantai ini memang hanya berisi dua ruangan untuk debuti manager, satu ruangan branch manager dan sebuah ruang rapat yang cukup luas. Terdengar ada suara Pak Fendy dari dalam. Kuketuk pintu itu pelan, terdengar suara pemilik ruangan mempersilahkan masuk.
"Siang Pak" sapaku pada kedua atasan itu, senyum tersungging dibibirku.
"Mei" sapa Pak Fendy tersenyum membalasku, aku cukup akrab dengannya.
Aku berjalan mendekat, memberikan proposal yang Pak Farhan minta.
"Mohon di koreksi dulu pak!" Ucapku kemudian.
Pak Farhan membuka lembaran proposal yang tadi kusodorkan, kemudian lanjut membacanya, kepala mengangguk pelan.
"Sudah" ucapnya kemudian, dia menandatangani bagiannya. Kemudian menunjuk bagianku, akupun juga menandatanginya.
"Scan, email ke Handoyo area, kamu follow up terus sampai di pusat"
"Baik pak" jawabku lagi.
"Kalau sudah tidak ada lagi, saya permisi" pamitku.
"Buru-buru amat to" ucap Pak Fendy.
"Banyak yang perlu di kerjakan pak" jawabku, dan kembali pamit.
Menjelang akhir bulan pasti selalu begini, dari dulu ritmenya selalu sama. Akhir dan awal bulan pasti lebih sibuk.
***
Lepas maghrib, aku melanjutkan sebentar pekerjaanku. Sudah hampir waktu isya, aku berkemas. Tak perlu membawa pekerjaan pulang hari ini. Aku menuju ke ruangan Siska, dia terlihat masih sibuk dengan monitor dan bayak odner di mejanya.
"Nggak pulang?" Tanyaku padanya.
"Laporan Linda baru masuk, Pak Farhan sudah minta, lembur deh" jawab Siska.
"Ketatin lah, anak-anak itu. Jangan terlalu longgar, laporan kan juga ada deadline nya" ucapku.
"Iya, nggak kayak anak-anakmu" aku hanya mengulas senyum, mendengar Siska.
"Aku duluan ya, jangan malam-malam, ok say" lanjutku, kemudian mencium pipi kanan kirinya.
Aku segera berlalu, jam segini kantor masih saja ramai, apa lagi dibagian lapangan.
"Lembur pak bos" sapaku ke surya, salah satu marketing head.
"Target masih jauh, Bu bos" balasnya, sambil memegang kepalanya. Aku tertawa kecil.
"Semangatlah, tim operational selalu siap mendukung" ucapku.
"Aku duluan, persiapan lusa hehe" pamitku.
"Hati-hati, Mei"
Aku mengangguk, kemudian kembali berjalan ke arah lobby. Menyapa dengan manis setiap karyawan yang kutemui. Somad security, memberikan kunci mobilku. Setelah mengucapkan terimakasih, aku bergegas ke tempat parkir.
"Mei"
Baru akan membuka pintu mobilku, Mas Hendi memanggilku, dia berjalan mendekat, saat kubalikkan badan.
"Kamu ada waktu? Mas perlu bicara"
Kulihat jam yang melingkar di pergelangan tanganku, jam tujuh lewat seperempat. Aku mengangguk, ada yang perlu kubucarakan juga dengannya. Tak mungkin bicara di sekitar kantor, aku memilih sebuah kafe tak jauh dari sini.
Dalam lima belas menit, kami sudah duduk berhadapan di salah satu sudut kafe.
"Aku atau Mas dulu yang bicara?"
"Mei duluan aja" jawabnya, aku mengangguk.
"Ini tentang Siska, Mas tau kan? Kalau kami begitu dekat" Mas Hendi mengangguk pelan.
"Aku ingin mengatakan semua tentang kita"
Mas Hendi terlihat terkejut mendengarku.
"Tenang saja, aku tak akan menjatuhkan maa kok, aku akan bilang kita berpisah karena tidak ada kecocokan. Kanena kita di jodohkan dengan paksa" ucapku mencoba tenang.
"Daripada aku terus menutupinya, dan dia tau dari orang lain. Akan buruk akibatnya untuk persahabatan kami" jelasku pada Mas Hendi.
"Jujur masih lebih baik, apapun akibatnya" lanjutku lagi.
Mas Hendi bergeming, entah apa yang pria ini pikirkan. Sesaat pandangan kami berdua, ada yang kembali mendesir dalam dadaku. Sedalam apapun aku mengubur rasa itu, saat menatap mata elang itu, semua seolah muncul kembali ke permukaan.
"Maafkan mas atas semua yang sudah mas lakukan padamu, mas masih sangat labil waktu itu. Tanpa mas sadari mas sudah sangat menyakitimu" ucapnya pelan.
"Mas sudah merenggut kesucianmu, dan meninggalkanmu begitu saja, maafkan mas. Mas kembali mencarimu saat sadar mas telah menzalimimu. Namun, mas tak menemukanmu, tak ada yang tau dimana keberadaanmu." Ucap Mas Hendi.
Aku kembali menatap wajah pria yang dulu sangat ku gilai.
"Mas mencarimu, beberapa tahun ini. Tapi kamu menghilang entah kemana, mama sampai jatuh sakit memikirkanmu, orang tuaku merasa bersalah padamu. Sekarang, saat aku mulai membuka hati dan mencoba bangkit, kita kembali di pertemukan."
Aku menyimak semua yang Mas Hendi ceritakan, menahan sesak di dadaku yang kembali membekapku.
"Aku mencintaimu, sadarku hadir setelah beberapa bulan kita berpisah, namun sepertinya waktu itu semua sudah terlambat. Dirimu telah menghilang tanpa bisa kutemui."
Sungguh bukan hal ini yang ingin aku dengar, hal seperti ini justru akan membuat kacau hidupku.
"Sudahlah Mas, mungkin hubungan kita hanya sampai disitu, kita jalani kehidupan masing-masing, memulai hidup baru. Siska gadis yang baik, dia seperti adikku sendiri, dia sangat mencintai Mas Hendi, tolong jangan pernah menyakitinya" ucapku.
"Tapi Mei, aku ingin kita bersama kembali, belum terlambat kan? Siska pasti akan mengerti. Aku tak yakin bisa dengannya setelah menemukanmu."
"Mas, kita sudah berakhir, Mei sudah tak memiliki perasaan apa-apa lagi. Jadi jangan pernah berfikir untuk merujukku kembali, itu bukan yang aku inginkan."
"Mei kira sudah cukup, mas siapkan sendiri penjelasan untuk Siska, yang jelas aku akan bercerita tentang status kita dulu." Ucapku.
Aku bangun dari dudukku, dan beranjak. Mas Hendi menahanku, dia memegang tanganku.
"Mei, mas mohon, mas tau kamu masih mencintai mas. Kenapa kita harus menyembunyikan dan membohongi perasaan kita sendiri" ucap Mas Hendi.
Tanganku perlahan aku tarik, namun tak dilepasnya, dia masih seperti dulu, egois.
"Mei" panggilan itu membuatku terkejut, itu suara milik Mas Aldi.
Aku menoleh ke asal suara, Mas Aldi memandangiku kemudian melihat ke arah tanganku, Mas Hendi yang juga kaget melepas pegangannya.
"Kalian?"
"Mas Aldi" sapaku padanya.
"Siska mana?" Tanyanya, aku menggeleng.
Mas Aldi melihatku setengah heran, entah apa yang dipikirkannya, tapi bukan pertanda baik sepertinya. Kepalaku mendadak sakit sekali, semua serba kebetulan. Dan ini bukanlah kebetulan yang menyenangkan, tapi akan menjadi masalah.
Sudah jatuh, tertimpa tangga juga. Mungkin itu istilahnya, aku menarik tangan Mas Aldi dan membawa ke salah satu meja, menjauh dari Mas Hendi yang masih bergeming.
"Akan Mei jalasin semua" ucapku saat kami sudah duduk di sebuah kursi. Mas Aldi menatapku, tak bicara apapun, seolah menunggu untuk penjelasanku.
"Mei dan Mas Hendi, dulu pernah menikah" ucapku.
"Apa?"
Mas Aldi terlihat kaget mendengar kalimat yang baru kulontarkan dari mulutku.
*****************
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
jamet
thank you🥰🥰
2022-11-09
0
Atik Dm
so far so good😊
2022-11-09
1