Dear, Pak Boss
Selamat datang kembali di karyaku yang baru. semoga kalian suka ya 😊
happy reading😍
.
.
Sejak tadi Stella tidak berhenti berdecak karena jalanan ibu kota yang padat merayap. Padahal, hari ini Stella harus datang ke kantor lebih pagi untuk penyambutan Direktur Utama yang baru.
Gadis pemilik lesung pipi itu sampai harus memicing untuk menerawang hal apa yang menyebabkan kemacetan terjadi. Bibirnya yang ranum dengan polesan liptint terus mengumpat tiada henti. Berulang kali sang Gadis mengusap mata bulatnya agar pandangannya tidak buram karena asap kendaraan yang mengotori udara.
Alisnya yang sedang, tidak tebal juga tidak tipis sejak tadi bertaut menaungi bulu matanya yang lentik. Disaat sedang seperti itu, Stella malah semakin cantik. Pipinya menggembung hingga wajahnya terlihat sangat lucu.
Suara klakson saling bersahutan memenuhi gendang telinga. "Kenapa macet sih? Apa presiden mau lewat sini? Tolong, Lewatnya dipercepat, Pak. Aku bisa terlambat," monolog Stella frustasi.
Sekitar sepuluh menit, Stella akhirnya bisa melepaskan diri dari belenggu kemacetan yang membuat penampilannya berkeringat. "Sialan! Harus ngebut ini, biar cepat sampai," Setelahnya, Stella menaikkan kecepatan motornya membelah jalanan dengan salip kiri salip kanan.
Pukul tujuh lewat empat puluh lima menit, Stella akhirnya sampai di parkiran kantor. Hal itu tidak membuat Stella bersantai-ria, dia melepas atribut mengendaranya dan berlari memasuki gedung kantor.
Namun, langkahnya harus terhenti ketika mendapati semua karyawan dari setiap divisi sudah berjajar rapi menyambut Direktur Utama yang baru. "Aku terlambat," gumam Stella ingin menyembunyikan dirinya saja di kantong ajaib milik Doraemon.
Pak Bossnya saat ini sedang berjalan melewati semua karyawannya dengan ditemani beberapa pria bertubuh tegap dan berwajah seram.
Stella perlahan mundur, berharap tidak ada yang melihatnya datang terlambat. Stella punya ide untuk masuk lewat pintu darurat yang berada di samping kantor. Namun saat baru dua langkah, suara berat yang terdengar dingin dan datar menginterupsi.
"Mau kemana kamu?" tanyanya terdengar mengintimidasi. Stella meringis malu karena semua mata kini tertuju kepadanya. Dan Stella merasa tidak nyaman menjadi pusat perhatian seperti sekarang ini. "Ma-mau mun-mundur perlahan, Pak," jawab Stella tergagap ketika menyadari siapa yang bertanya. Dia adalah Arshaka Virendra, sang Direktur Utama.
"Suruh dia keruangan saya, Ron!" titah Direktur Utama pada asistennya. Stella ingin menangis saat itu juga, dia hanya bisa berdoa semoga besok Stella masih bisa bekerja seperti biasa.
Semua beralih menatap Direktur Utama yang kini sudah berlalu menuju ruangannya. Sepeninggalan pak Boss, Ana berjalan mendekati Stella. "Stella? Kenapa kamu terlambat disaat yang tidak tepat si?" tanya Ana, teman satu divisi Stella, dengan begitu kesalnya.
Stella menjambak rambutnya frustasi. "Kamu tahulah, Na, jalur dari arah kostanku kaya apa? Gimana dong, Na? Kasih jalan keluar gitu?" rengek Stella putus asa.
Ana mendengus pelan. "Jalan satu-satunya adalah, kamu harus hadapi. Toh, selama ini kamu nggak pernah terlambat kan?" jawab Ana yang sama sekali tidak membuat Stella tenang.
"Nona Stella, Anda di panggil oleh Boss untuk ke ruangannya sekarang!" titah asisten Ron yang sejak tadi belum beranjak dari sana. Stella mengerjap. "Anda masih disini?"
"Baiklah, Ana. Sepertinya aku harus menghadapi pak Boss," ucap Stella pada akhirnya.
Asisten Ron sudah akan melangkah namun urung ketika Stella menghentikannya. "Tunggu Pak Rom. Saya akan mengucapkan salam perpisahan dulu dengan teman saya. Saya tidak tahu apakah setelah ini saya bisa kembali dengan selamat," ucap Stella dramatis dengan menangis dibuat-buat.
Ana memutar bola matanya malas. "Kembali dengan selamat? Kaya mau perang saja," ucap Ana tidak habis pikir dengan tingkah temannya satu ini. Asisten Ron tidak merespon apapun, wajahnya tetap datar tanpa ekspresi.
"Aku pergi menghadap Yang Mulia dulu ya, Na. Jika dua jam lagi aku tidak kembali, berarti aku sudah istirahat dengan tenang," ucap Stella sambil membuat gerakan menghapus air mata. Walau sebenarnya, tidak ada setitik pun air mata yang jatuh.
Ana ingin bersuara namun urung ketika Asisten Ron bersuara lagi. "Cepatlah Nona! Semakin lama, semakin Boss akan marah pada Anda," ucap Ron datar.
"Baiklah."
Setelah itu, Stella berjalan di belakang Ron dengan wajah menunduk malu. Bagaimana tidak? Semua karyawan sedang menatap Stella penuh rasa iba seakan Stella adalah seorang terdakwa yang akan di hukum mati.
Karena langkahnya pendek, Stella sampai berjalan terseok-seok untuk menyeimbangi Ron yang langkahnya begitu lebar. "Pak Rom, tolong pelankan jalan Anda. Saya harus berlari untuk bisa mengejar langkah Anda," ucap Stella memohon.
Rom menghentikan langkahnya lalu membalikkan tubuh untuk menatap Stella sepenuhnya. Stella pun ikut menghentikan langkah dan menatap asisten Ron penuh tanda tanya. "Nama saya Ronald, bukan Romald," tegas Ron dengan tatapan tajamnya.
Nyali Stella seakan menciut hingga mundur beberapa langkah. "Maaf, asisten ROMald," jawab Stella yang lagi-lagi salah sebut. Ron mendengus sebal dengan masih mempertahankan wajah datarnya.
Tanpa protes lagi, Ronald kembali berjalan menuju lift sebagai akses untuk sampai di lantai paling atas. Stella masih setia mengikuti dalam diam hingga tiba di ruangan sang Direktur Utama.
"Silakan masuk! Tuan sudah menunggu, Anda," titah Ron tegas. Stella mengangguk pasrah, tidak ada pilihan lain selain menghadapi pak Bossnya.
Tok, tok, tok.
Stella mengetuk pintu ruangan hingga terdengar suara dari interkom yang menyuruhnya masuk.
Ceklek.
"Selamat pagi, Pak," sapa Stella sambil memgulas senyumnya. Bisa Stella lihat, bosnya saat ini sedang berdiri membelakanginya, menatap pemandangan kota dari balik dinding kaca di ruangannya. "Masuk!" titahnya tegas tak terbantahkan.
Stella menarik napas lalu menghembuskannya beberapa kali untuk menghilangkan ketakutannya. Setelah siap, Stella berjalan lebih dalam lagi menuju meja kerja sang Boss.
Setelah Stella berdiri di samping meja, suara sang Direktur Utama kembali terdengar. "Kamu tahu apa kesalahanmu?" tanyanya dingin dengan posisi masih membelakangi Stella.
Stella menatap punggung tegap milik pria jangkung dihadapannya "Saya terlambat, Pak. Maafkan saya," sesal Stella lalu menundukkan kepala, dia mengakui kesalahannya yang memang terlambat. 'Sebentar, bukankah aku tidak terlambat? Pak Boss saja yang datang terlalu pagi,' batin Stella mencari pembenaran.
"Pak? boleh saya mengemukakan pendapat?" izin Stella dengan cepat. Shaka langsung membalikkan tubuhnya untuk bisa menatap Stella sepenuhnya. "Hm." jawabnya singkat.
Stella mengerjap sebelum kembali bersuara. Dia begitu terpesona dengan wajah tampan yang saat ini sedang menatapnya dengan tajam. Garis hidung yang tinggi, rahang tegas dengan ditumbuhi bulu-bulu halus, dan alis tebal yang menaungi mata tajamnya hingga mampu mengintimidasi lawan bicaranya.
Bisa Stella pastikan, jika pemilik wajah itu mengulas senyum sedikit saja, ketampanannya akan meningkat seribu satu kali.
Klik.
Shaka menjentikkan jarinya di depan wajah Stella hingga berhasil membuyarkan keterpanaannya. Setelah berhasil menguasai diri, Stella kembali berucap. "Pak, bukankah saya tidak terlambat ya? Saya datang tepat pukul tujuh lebih empat puluh lima menit. Itu berarti, saya masih punya kelonggaran waktu lima belas menit," ujarnya beropini.
Shaka menaikkan satu alisnya. "Kamu tetap terlambat!" tegas Shaka yang membuat Stella merasa tidak terima. "Bukan saya yang terlambat, Pak. Tapi Bapak yang datang terlalu pagi," kesalnya dengan wajah cemberut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
ayu nuraini maulina
pake masker pke kaca mata biar g iritasi
2023-10-15
1
Warijah Warijah
Benar memang Bossnya kepagian dtgny ya Stella, berani ngles jg y Stella 🤣🤣🤣🤣
2023-09-18
0
Fiwanaka
cerita nya bagus Thor😍🙏
2023-06-19
0