THE MOON: Isaac Adventure
"Hei, awas!"
Isaac spontan menarik tangan Neva, memberikan tarikan gravitasi kuat ke arahnya untuk dipeluk.
Namun, yang terjadi malah di luar akal sehat seorang pengandal intuisi dan logis itu.
Saat keduanya tersungkur, kapasitas air laut merambat naik. Padahal mereka berdua cukup jauh dari bibir pantai.
Tanpa gelombang besar, tanpa guncangan hebat, air yang menyerap bagian merah spektrum cahaya itu terus naik. Hingga akhirnya menenggelamkan seluruh area pantai dan seluruh kota di pinggiran Bali tersebut.
Isaac mengambang selagi menahan napas, tapi Neva segera melongok demi menatap pria bergaya rambut dandy tersebut.
"Kita masih bisa bernapas dan berbicara kok, coba aja."
Pria bermata runcing itu melegakan jalur pernapasan, membebaskan gelembung kecil dari mulut. "I-ini ... ini apa? Kamu yang melakukan hal aneh begini?"
Neva menggeleng, rambut panjang lurusnya bergerak lambat. "Aku juga nggak tahu, ini baru-baru aja terjadi."
"Apa yang terjadi sama kamu selama beberapa tahun kita nggak ketemu?"
"Aku nggak melakukan apa-apa. Kenapa, ya?"
Saat napas mereka mulai selaras, tubuh seperti terapung-apung sendiri tanpa beban. Neva meluruskan tubuh, terdiam sejenak untuk melihat jenis-jenis ikan yang melintas di atas kepalanya.
Kenapa dia malah tenang? Nggak merasa panik atau aneh?
Meskipun Isaac memiliki postur tubuh kokoh dan punya bakat berenang, ia tetap gelisah bila kejadiannya di luar akal sehat seperti ini.
"Orang-orang kenapa nggak seperti kita? Bahkan sepertinya mereka nggak melihat kita melayang begini?"
"Aku juga nggak tahu, mungkin kita masuk ke dunia ini dan menjadi nggak terlihat."
Isaac memindai pemandangan kota dan laut yang terendam yang mungkin diakibatkan kehadiran perempuan di sebelahnya. Manusia lain biasa saja dan masih beraktivitas, sementara ikan mampu berenang bebas. Hanya mereka dan makhluk laut yang terperangkap di sini.
Ini aneh, tapi aku suka karena terlihat indah. Tanpa sadar, hati Isaac berbisik pelan seperti itu. Karena dihadapkan dengan alam bawah laut dan berbagai koloni spesies yang jarang terlihat.
"Clown fish, dottyback, neon tetra, chalk bass, banggai ... oh, ada kuda laut juga."
Isaac lantas menoleh lalu tertawa, barulah memberi komentar, "Masih berusaha hafalin nama hewan laut? Nggak berubah dari SMA."
"Kamu tahu nggak, krisis iklim di bumi itu berdampak pada lautan juga? Aku pikir, perlu adanya inisiatif dan apresiasi untuk menjaga kehidupan di bawah laut.”
"Dengan menghafal nama mereka? Jangan bercanda. Lautan menutupi lebih dari tujuh puluh persen permukaan bumi dan mayoritas kehidupan bumi adalah akuatik. Kamu mau menghafal sekitar sembilan puluh empat persen spesies yang hidup di lautan?"
Tergelitik dengan respon impulsif Isaac, perempuan tersebut terkekeh. "Kamu juga nggak berubah dari dulu."
"Lagian, kalau mau berbuat sesuatu itu dari diri sendiri dulu. Jangan buang sampah sembarangan, merapikan sampah sendiri. Nanti orang-orang di sekitar melihat dan ikut terbawa dengan apa yang kita lakukan. It works."
"Aku juga melakukannya kok, tenang aja. Semoga orang-orang cepat sadar akan lingkungan yang makin rusak ini."
"Baguslah, teruskan begitu." Isaac terperanjat saat ikan firefish menyentuh ujung jemarinya. "Eh, memangnya kita bisa santai begini?"
"Gapapa dong, sesekali saja merasakan keanehan ini bareng kamu."
"Heh, lakukan sesuatu dong! Masa kita terjebak begini terus?"
"Melakukan apa? Harus, ya?"
Isaac menggaruk kepala dengan rasa kesal. "Ya, apa aja kek!"
Saat tatapan mata Isaac kembali lurus dengan alis berjengit, satu wujud ikan kecil memancarkan kilau keemasan di dalam sebuah plastik klip. Ia pun menggapai ikan tersebut setelah melepaskan genggaman Neva.
Tanpa ragu membuka klip, ikan keemasan itu dengan gegas berenang ke sisi kiri Isaac lalu menjauh. Ikan lain dengan jutaan aneka warna serta corak berenang mengikuti ikan keemasan yang memutari mereka sampai membuat pusaran kecil. Tubuh Isaac dan Neva bersirkulasi di sekitar pusaran.
Gerombolan ikan menuju pusaran biru pekat di tengah laut dengan akselerasi tinggi. Kedua insan manusia di sana memandang kagum, terhenyak begitu lama. Sampai-sampai tubuh Neva tak sadar terbawa arus, Isaac tidak refleks menarik tangannya.
Terlambat sudah.
Sehingga Isaac ikut tersapu bersama mereka semua.
Konsentrasi fitoplankton semakin menghijaukan lautan dan pusaran semakin ingin menelan tubuh. Mereka spontan berteriak, meronta histeris karena hal aneh.
Yang terjadi setelah Isaac dan Neva bergulung ke dalam pusaran tersebut, mereka kembali ke tempat semula dengan posisi berdiri. Menatap lautan dan lalu lalang manusia di sekitar dengan normal.
"Kita sudah kembali?" Isaac melongo, memperhatikan keadaan sekitar. "Bagaimana kita bisa terjebak di dalamnya?"
Dua kalimat tanya itu konstan dijawab Neva, "Kalau tahu, aku nggak bakalan pasang muka bingung juga."
"Hoi, udah belom?"
Seruan itu berasal dari selasar toko papan selancar milik sang ayah. Yang berteriak selagi berkacak pinggang adalah sang kakak bernama Noah. Kakak satu-satunya Isaac.
Rash guard milik Noah tampak berkilau seputih awan yang menonjolkan bidang lebar dan kegagahan dirinya saat melambai ke arah Isaac.
"Udah apaan, sih?" Isaac menggaruk kepalanya.
Neva spontan menahan lengan Isaac. "Hei, kamu belum selesai ajarin aku selancar."
"Hah? Selancar?"
Neva menghela napas panjang. "Aku jam sembilan tadi datang ke sini terus terkejut kaget lihat kamu, lalu dengan senang hati kamu menawarkanku penyewaan dengan membayar lima puluh persen karena kita bersahabat!”
Kata 'bersahabat' terus menggema di telinga Isaac, membuatnya tertular menghela napas juga. "Ya udah, pakai pelampung gih. Aku agak pelupa kayanya."
Neva berdecak kesal. "Kok pakai pelampung? Kan ada leash? Aku juga bisa berenang."
"Maaf, agak lemot kepalaku gara-gara mencerna hal tadi."
Kemudian, telunjuk Neva mengarah pada papan bermotif pohon kelapa dengan warna keseluruhan kuning dekat kaki Isaac. Dengan tangkas dirinya membalik papan itu lalu memperagakan dasar-dasar berselancar di atas pasir. Mulai dari paddling hingga mempelajari etiket berselancar.
Setelah paham begitu instruksi diulang dua kali dalam durasi satu jam, Neva yakin sambil memboyong papan ke atas lautan. Diawasi penuh oleh sahabat semasa sekolahnya, Isaac Meshach.
"Pakai teknik paddling dengan cara tengkurap di atas papan. Terus, melakukan gerakan mendayung di atas papan selancar guna menangkap ombak."
Neva melakukan dengan serius dan benar, wajahnya menatap lurus aliran ombak yang tenang. Isaac tersenyum puas melihat raut itu selagi memegang pinggiran papan.
"Selanjutnya popping up, berdiri dengan cepat di atas papan setelah berbaring. Lakukan dengan cepat karena ombak di sini cukup bagus."
"Baik, Pelatih!"
"Lebay, cepetan popping up. Aku awasin dari samping nih."
Neva berdiri malah tercebur. Sekali lagi, tetap tercebur. Isaac geleng-geleng kepala sambil memegang pundak Neva. "Bisa seimbang kok, jangan patah semangat. Terus ulang dari paddling langsung popping up."
Neva yang membulatkan tekad kembali melakukan kegiatan dasar tersebut. Namun, kali ini konsentrasi Isaac terdistraksi oleh sesuatu. Sesekali ia tertunduk, merenung atas hal-hal spektakuler hingga tidak ingat ketika Neva yang datang menyewa papan seluncur.
Mereka sudah lama terpisah lalu tiba-tiba takdir mempertemukan kembali dalam keadaan yang aneh. Entah Neva, entah dirinya yang aneh.
"Memangnya, aku udah mulai tua atau kebanyakan pikiran?"
Karena lengah sesaat, tak disangka jarak Neva dan Isaac makin merenggang jauh. Ia tersadar dari lamunan karena berisiknya suara dua pria di hadapannya. Dengan cepat ia mencari-cari keberadaan Neva.
Isaac mengejar sosok perempuan yang berbaju sama dengannya saat ditemukan, kemudian berenang dengan gigih di antara ombak dan peselancar lain. Neva terlihat meletakkan kepala dengan lemas di atas papan.
"Neva, jangan jauh-jauh!"
"Aku tadi nggak sengaja, malah kebawa makin jauh! Terus kakiku kram juga!" Neva menyahut panik.
"Oke, tunggu aku ke sana. Jangan bergerak!"
Namun, sangat tidak terkira, gulungan ombak cukup besar kali ini datang menghantam seluruh tubuh Isaac yang bergejolak panik juga. Ia pun hanyut sampai kakinya ikut kram dan membuatnya panik.
Bukan panik karena memikirkan dirinya, melainkan Neva.
Bagaimana kalau gadis pujaan hatinya mengalami hal serupa?
Bagaimana kalau ia tak bisa menyelamatkan dirinya dan juga Neva?
Karena Neva adalah perempuan yang selalu mengisi pikiran Isaac meski telah berpisah lama. Ia mempunyai perasaan pada gadis itu walau masih dianggap sahabat.
Kali ini, aku akan berusaha membuatmu luluh. Aku nggak bakal berbuat seperti pecundang lagi.
Semakin kaki tidak bisa bergerak, saat itu juga air melintas dari ujung bibir Isaac menuju tenggorokan. Berbahaya. Akan tetapi, masih dicegah dengan merapatkan bibir.
Pandangan Isaac mengabur, menyamarkan tinta kehidupan dari balik kilau kebiruan. Ia pun tak bergerak, seakan dipeluk erat oleh magnet alam bernama lautan. Ia akhirnya tenggelam. Isaac tenggelam tanpa suara.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 34 Episodes
Comments
melisa_anna5
wuih fantasinya lgs dapat, sayang si MC terjebak friendzone
2022-11-01
0
Lihuan Parista
Baru pembukaan sudah ada keajaiban
2022-10-23
4
Julia
neva lucu hapal nma ikan2
2022-10-23
3