LARAS
...Move on tidak perlu terburu, move on hanya perlu waktu. ...
----CallMeVi
...»»---Sҽʅαɱαƚ MҽɱႦαƈα---««...
***Gerombolan*** siswa-siswi berseragam putih abu-abu kompak berjalan membelah Koridor Sekolah yang nampak sepi dengan beberapa buku tebal di genggaman, jas hitam yang membalut atasan putih menjadi simbol bila mereka merupakan siswa Unggulan dari kelas dua belas matematika dan sains yang sudah tidak diragukan lagi kepintarannya.
Dalam gerombolan itu terdapat sosok gadis kuncir kuda yang nampak serius membaca buku tebal di tangan, Laras Friscanara namanya. Remaja tujuh belas tahun yang mempunyai tubuh lebih pendek dari anak seusianya, wajah mungil, kulit seputih susu serta, rambut lurus yang senantiasa diikat satu.
"Laras! Lihat siapa itu yang lagi dihukum!" celetuk salah seorang sahabat Laras sembari merentangkan sebelah tangan agar orang disampingnya berhenti berjalan sekaligus ikut mengikuti arah pandangnya.
Aneska Madelaine, atau yang kerap disapa Aneska oleh orang yang mengenalnya, remaja dengan tubuh tinggi, rambut hitam yang panjangnya mencapai punggung dan senantiasa di gerai rapih, kulit putih yang seragam dengan Laras serta, lesung pipit yang menambah kesan manis semakin menjadikan mantan ketua OSIS itu terlihat begitu mempesona.
Laras menurunkan buku yang menutupi wajah, mengikuti arah pandang Aneska menuju halaman sekolah yang kini terdapat empat remaja badung yang sedang melaksanakan masa hukuman namun, sedetik ketika mata menangkap wajah dari sosok yang sudah dirinya damba sejak lama, tanpa aba jantung berdetak tak karuan.
"Astaga!"
"Gue heran, kenapa orang-orang kayak mereka bisa dipertahanin di sekolah ini." komentar gadis yang berdiri di samping Aneska sembari menatap ketiga lelaki serta seorang perempuan yang sedang melaksanakan hukuman di halaman seperti sebuah kebiasaan.
Ava Scarlett. Sahabat yang dimiliki Laras selain Aneska, mulut pedas Ava layaknya komentar netizen didunia maya. Gadis itu memiliki rambut keriting sebahu dan senantiasa dililit bando kain, kulit khas masyarakat Indonesia serta tahi lalat kecil di atas bibir menjadi daya tarik tersendiri untuk Ava, sahabat Laras ini menjabat sebagai ketua Pramuka tahun lalu.
Laras tadinya memperhatikan objek yang membuat dadanya bergemuruh hebat namun, mendengar kata yang terlontar dari mulut Ava sontak menyebabkan dirinya menundukan kepala, dia bukan takut lebih tepatnya merasa sedih mendengar komentar sang sahabat mengenai pujaan hati.
Aneska merangkul pundak Laras yang kini sedang menunduk dalam. "Ras! Semperin gih! Kasihan panas-panas gini dijemur kayak ikan."
Ava menatap Laras aneh, ia heran sekaligus bingung karena sahabatnya masih saja menyukai orang badung yang tidak mengindahkan aturan hingga detik ini. "Lo masih suka sama Arkan? Apa bagusnya dia si?"
Mendengar kalimat nyinyiran lagi-lagi keluar dari mulut Ava tangan Laras menaikan buku yang sempat ia tutup untuk melihat pujaan hati kemudian, pergi dari tempat itu. "Laras mau belajar."
Ava mendengus lalu ikut berjalan di samping Laras. "Ayolah Ras! Cari cowok yang bener dikit emang engga bisa?"
Aneska merasa muak mendengar kalimat pedas dari Ava hingga berdecak keras dan berkata. "Eh mulut cabe! Suka-suka Laras mau suka sama siapa."
Ava memutar kelereng mata. "Ayolah! Ini bukan dunia orange dimana seorang badboy bisa bersikap uwu apalagi setia."
"Arkan itu bukan Gavin yang tukang tebar benih sembarangan, jangan asal menilai seseorang dong Va." Komentar Aneska yang kini sudah mengungkit hal yang tidak ingin Ava ingat.
Ava menghentikan langkahnya lalu menatap Aneska. "Gue cuma engga mau Laras berakhir kayak gue. Putus cinta itu engga seenak jatuh cinta." Ia menjeda kalimat beberapa detik. "Lagian dulu Gavin satu genk 'kan sama Arkan? Mereka itu engga mungkin bisa sahabatan kalau kelakuannya beda."
Aneska makin geram dengan Ava. "Eh kalau-----"
Dengan cepat Laras berdiri di antara kedua sahabatnya yang kini sudah siap pasang badan untuk saling bertarung bahkan, saking paniknya Laras sampai mencampakkan bukunya. "Udah! Kalian kayak anak kecil."
Ava menghela nafas lalu menatap Laras. "Gue cuma takut lo berakhir kayak gue Ras. Engga cukup ya mencintai dalam diam selama dua tahun? Lebih baik lo lupain Arkan mulai detik ini!"
Laras terdiam sejenak sebelum mengatakan kalimat balasan. "Laras juga pingin lupain apa yang hati rasain." Kepalanya bergerak menatap Ava. "Tapi engga segampang itu."
Setelah mengatakan hal itu Laras berjalanan mendahului kedua sahabat yang masih tetap diam di tempat. Ia menutup mata sejenak ketika mengingat ribuan luka pada hati kala mencintai dalam diam, ingatannya terlempar jauh hingga teringat hari dimana untuk kali pertama jantung dalam dada berdetak lebih kencang, mata menunduk karena gugup serta euforia bahagia kala mendengar suara itu.
Flashback on.
Tαԋυɳ ρҽɾƚαɱα Sҽƙσʅαԋ.
Lorong Sekolah yang berwarna putih gading nampak sepi karena langit sudah berubah warna menjadi Jingga, suara dari sepatu fantofel milik Laras bergesekan dengan lantai menyebabkan suasana hening itu terdengar kian menyeramkan.
Gadis kutu buku itu pulang terlambat karena harus mengerjakan soal latihan di perpustakaan seorang diri hingga tidak memperhatikan waktu.
Laras meremas ujung bawahan merasa gugup karena di depannya kini terlihat segerombolan siswa yang berpenampilan menyeramkan nampak bercanda, ini kali pertama dirinya pulang sendiri karena biasanya gadis pendek itu senantiasa bertiga dengan sahabatnya.
"Laras harus gimana?" batinnya, ia merasa takut meski hanya sekedar melewati gerombolan laki-laki itu walaupun tidak akan kurang dari satu menit.
Suara keras gelak tawa kian membuat Laras mati kutu, belum lagi saat ia mendengar salah satu pembahasan yang sangat tidak enak di dengar oleh telinga suci miliknya, keberanian yang sekuat tenaga ia bangun runtuh detik itu juga layaknya bangunan tanpa pondasi kuat.
Sementara itu, seorang lelaki dengan satu anting di telinga tersadar jika terdapat seorang gadis yang sedari tadi berdiri tak jauh dari tempat mereka. Ia mengangguk paham setelah melihat adanya raut ketakutan yang terpancar dari bola mata sekaligus wajah itu lalu, beranjak dari duduk untuk menghampiri gadis dari kelas unggulan yang nampak menyedihkan.
"Mau pulang?"
Laras tersentak kaget kala gendang telinga mendengar suara berat dari orang yang entah sejak kapan berdiri di hadapan, gadis kuncir kuda itu semakin ketakutan bahkan untuk mengangkat kepala pun rasanya teramat berat di lakukan. "Ka-kamu mau apa?"
Lelaki yang bernama lengkap Arkan Bhagawanta itu tertawa kecil melihat kegugupan yang dipancarkan dari gadis unggulan di depannya. "Kita engga bakal ngelakuin hal aneh kok. Kalau mau lewat, lewat aja."
Meski sudah mendapat jaminan tak langsung, Laras masih belum percaya bahkan kini ia beringsut mundur karena merasa terancam, sementara Arkan harus menahan tawa sekuat tenaga agar tidak pecah sekaligus membuat rasa takut gadis kelas unggulan itu meningkat.
"Bro! Anak unggulan mau lewat! Kalian jangan macem-macem!" teriak Arkan menarik perhatian teman serta Kakak kelasnya.
"Monggo neng!" seruan kompak itu terdengar hingga ke gendang telinga Laras.
"Baiklah. Mau lewat bukan? Mau gue antar?" tawar Arkan.
Laras menutup mata sembari mengangguk, ia benar-benar tidak berani melewati kerumunan itu seorang diri. "Ka-kalau engga keberatan."
Setelah jauh dari tempat gerombolan tadi Laras akhirnya bisa menghela nafas lega, dirinya bersyukur karena di antara laki-laki badboy tadi masih ada seseorang yang memiliki simpati untuknya.
"Lega juga 'kan?"
Laras kembali merasa gugup saat mendengar suara Arkan lalu dengan segera ia membalikan badan hendak secepatnya pergi namun lengan tangannya berhasil dicekal oleh orang yang membantu barusan. Degupan jantung kian bertalu, gadis itu benar-benar takut sampai tubuhnya gemetar hebat.
Arkan sendiri menjadi gemas sekaligus merasa aneh melihat kelakuan gadis kutu buku di depannya, tak lama melepas cekalan tangannya dari gadis kelas unggulan itu. "Maaf. Tapi lo engga bilang makasih nih? Gue udah bantuin kalau lupa."
"Terima kasih," ujar Laras sebelum mengambil langkah lebar, dirinya tidak ingin lebih lama terjebak dalam keadaan menegangkan itu.
"Dasar anak unggulan, sombongnya minta ampun." Arkan meletakkan kedua telapak tangan mengelilingi bibir, membentuk silinder sebelum berteriak. "Nama gue Arkan! Anak IPS tiga!"
Sementara itu, gadis unggulan yang dibicarakan Arkan kini tengah senyum-senyum sendiri memikirkan kejadian layaknya di sebuah drama yang baru saja dirinya timpa, mungkin kini Laras akan menarik ucapannya ketika mengatakan jika seorang badboy yang baik hati hanya tertuang dalam cerita fiksi.
Flasback off.
»»--⍟--««
Terima kasih yang udah mampir, dan semoga betah sampai ending:)
19 Juni 2022
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
IK
izin naca yaa thor
2022-12-23
0
mama Al
teman yang baik harus saling mengingatkan
2022-11-13
0