...Jika cinta membutakan mata, mengapa masih banyak orang yang rela mengeluarkan rupiah demi tampil cantik di depan pasangan?...
---CallMeVi
...»»———Sҽʅαɱαƚ MҽɱႦαƈα——-««...
"Laras!"
Menghembuskan nafas sebelum memaksa senyum Laras lakukan, dia menyambut kedatangan kedua sahabatnya yang tergesa menghampiri.
Sesampainya di hadapan Laras, Ava tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menodong pertanyaan. "Kalian bicara apa aja tadi?"
Laras menjawabnya dengan senyuman lebar.
Aneska menatap Laras dengan senyum, dirinya paham mengapa gadis di depannya kini menunjukan ekspresi malu-malu kucing. "Cie! Yang habis ngobrol sama Arkan, cie!"
Laras menutup mulut menggunakan sebelah telapak tangan lalu tertawa malu sebelum bercakap dengan mata penuh binar. "Iya, Laras seneng banget. Karena akhirnya bisa bersentuhan bahkan bicara sama Arkan."
Aneska ikut senang mendengar adanya perubahan itu lalu ia merangkul bahu Laras. "Kalau udah jadian jangan lupain gue ya. Pokonya kalau kalian jadian lo traktir gue makan bakso setan milik Mang Septo!"
Melihat kedua temannya yang terlihat gembira Ava berdecak. "Ras, lo serius mau sama badboy kayak Arkan? Lo engga takut kalau dia sebelas dua belas kayak Gavin?"
Laras maupun Aneska menghentikan tawanya lalu menatap Ava, mereka memaklumi sikap Ava yang mungkin terlihat berlebihan itu. Dikhianati oleh cinta pertama memang bukanlah hal yang mudah dilupakan.
"Arkan bukan Gavin Va. Jadi stop deh berfikiran macam-macam." Aneska bersuara.
"Gavin, Arkan, Ezra, Evan, Shavana dan Ara dari dulu 'kan selalu bareng. Dan gue yakin mereka satu pemikiran bahkan mungkin kelakuan," kekeuh Ava.
"Jangan mematok seseorang sama Ava, Engga semua teman Gavin kayak Gavin juga, lagian Laras yakin kalau Arkan beda," balas Laras.
"Ras, lo itu engga tahu isi hati Arkan yang sebenernya gimana."
"Emang Ava tahu? Kok bisa seyakin itu?" tuding Laras.
Aneska yang sudah jenuh dan malas berdebat menarik paksa tangan kedua sahabatnya menuju kantin yang berada tak jauh, menghabiskan satu mangkuk bakso ekstra pedas lebih baik daripada mendengar petuah menjengkelkan dari mulut Ava.
🌻
Laras mengigit kuku jari, matanya bergerak membaca satu per satu kata yang tertuang dalam buku di depannya. Novel horor menjadi pilihan dimalam minggu kali ini namun, cerita yang diharapakan menjadi hiburan kini malah menyebabkan perasaan takut serta awas memindai sekeliling bahkan, sesekali gadis berpiyama itu menengok ke jendela kaca yang menampilkan suasana malam.
Di sisi lain, seseorang dengan pakaian serba hitam bersiap melompat dari satu balkon menuju balkon rumah sebelah atau lebih tepatnya kamar Laras tanpa ragu seperti sudah menjadi kebiasaan, hingga akhirnya tubuh dari orang itu tepat mendarat di tempat yang sudah diincar, memberi efek bunyi yang cukup menganggu konsentrasi Laras yang sedang duduk membaca novel di atas tempat tidur.
Mendengar suara dari balkon kamar, tubuh Laras kaku detik itu jua, giginya mulai gemelutuk namun karena penasaran Laras menghampiri balkon untuk mengecek asal bunyi tadi dengan perasaan awas menyertai.
"Ya Tuhan!" Laras memegang dadanya, sosok yang sudah sangat jelas ia kenal muncul di hadapan tanpa aba ketika tangannya membuka pintu balkon yang terbuat dari kaca.
Ketimbang meladeni keterkejutan sepupunya, Ara memindai penampilan Laras, kepalanya menggeleng melihat penampilan gadis pendek yang mengenakan piyama berwarna pink. "Ikut gue kuy! Lo engga sibuk 'kan?"
Laras berjalan menuju ranjang, kembali duduk di atasnya. "Ara mau ajak Laras kemana? Makan seblak di depan?"
Gadis dengan rambut gradasi hitam-hijau itu berkata. "Nanti lo juga tahu, ganti baju lo sana!"
"Kenapa? Tenang. Nanti Laras pakai kardigan." Ia menujuk kardigan rajut yang menggantung di belakang pintu.
Ara menggeleng. "Lo pakai gaun kek, atau apa aja yang bagus. Gue mau ajak lo pergi bukan buat makan kayak biasa."
"Kenapa? Tumben ajak Laras. Memang kita mau kemana?" tanya Laras yang kini sudah mencari pakaian yang akan ia kenakan di dalam lemari.
"Ini 'kan malam minggu. Gue mau ajak lo ketemu Arkan," ungkap Ara yang kini tengah memainkan lampu di atas nakas.
Gerakan Laras terhenti, ia teringat ucapan Dyna tadi siang. Tanpa membalikan badan Laras berkata. "Lain kali ya Ra. Penolakan siang tadi aja udah bikin Laras sakit, emang mereka engga apa kalau Laras gabung lagi?"
Ara berdecak pelan sembari memutar bola mata. "Ayolah Ras. Emang lo engga mau lebih deket sama Arkan?"
Laras menimbang baik-baik hal itu, bila boleh jujur tentu dirinya akan sangat senang bisa berdekatan dengan Arkan namun semuanya tidak semudah pikiran Ara.
"Tapi teman-teman Ara engga suka sama Laras."
"Berarti untuk saat ini tugas lo bertambah. Membuat orang terdekat Arkan suka sama lo, tapi terserah si. Itupun kalau lo benar-benar mau merjuangin Arkan."
Laras melirik pintu kamar yang tertutup dengan ekor mata, di dalam benak ia ragu untuk ikut namun kata hati juga tidak bisa ia anggap sepele, setelah sekian lama merenung Laras kembali membuka mulut. "Pulangnya engga terlalu malam 'kan Ra?"
Ara mengulum senyum semanis mungkin. "Enggalah, udah gih lo siap-siap, gue tunggu di teras rumah!"
Laras menghentikan langkah Ara. "Jangan lewat balkon! Jatuh entar,"
Ara terkekeh lalu membuka pintu kamar Laras untuk menunggu sepupunya bersiap.
Sepeninggal kepergian Ara, Laras lantas mencari pakaian terbaik untuk ia kenakan, gadis itu ingin tampil cantik di depan pujaan hati serta membuat semua orang yang dekat dengan Arkan dapat menerima kehadirannya di tengah-tengah mereka.
Mendengar suara pintu utama dibuka membuat Ara memasukan kembali ponselnya lalu berdiri untuk melihat penampilan Laras. "Bagus! Berangkat sekarang?"
Laras mengenakan gaun selutut berwarna hijau toska, serta flatshoes berwarna senada, tak lupa rambut yang sengaja digerai indah nampak mempercantik penampilan. "Oke! Laras siap."
Ara dan Laras memasuki mobil yang sudah mereka pesan sebelumnya, didalam perjalanan Laras hanya tersenyum membayangkan hal-hal yang bisa membuat Arkan dan dirinya dekat sementara, sepupunya tengah fokus pada ponsel di genggaman.
...»»——⍟——««...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments