The Possessive Perfect Teacher
“Ma—mas... Ka—ka—kamu!”
Kania langsung tak sadarkan diri setelah meminum obat yang diberikan Arya.
Sementara itu...
“Kania! Kamu kenapa Kania?” tanya Arya saat setelah memberikan obat pada Kania.
Namun setelah memanggil beberapa saat, Kania pun tidak juga sadar. Di saat inilah, Arya menyadari ada yang salah dengan obat yang sudah dia berikan.
Ketika dia sedang merasa bingung, tiba-tiba ponselnya berdering.
“Halo,” ucapnya.
“...”
“Apa?!”
Seketika rasa nyeri terasa di dadanya dan Arya pun akhirnya tergeletak jatuh tidak jauh dari tempat tidur Kania.
***
‘Cit.. Cuit.. Cuit.. Cit..’
Pagi yang indah setelah hujan deras semalaman. Arya yang tiba-tiba saja tersadar dari koma nya ini pun mencoba membuka matanya.
Tampak terlihat cahaya silau di matanya sehingga membuatnya mengerjapkan mata.
“Tuan, tuan sudah sadar?! Syukurlah,” ucap ajudan Arya yang bernama Henry.
“Ini di mana?” tanya Arya sambil memegangi kepalanya.
“Ini di Rumah Sakit, Tuan,” sahut Henry.
“Oh,” ucap Arya singkat yang kemudian terdiam sesaat.
Dalam diamnya, dia berpikir, apakah mungkinkah dia selamat atau apakah justru dia terlahir kembali.
“Hen, sekarang tanggal berapa?” tanyanya memastikan.
“Tuan, ini tanggal 15 Juni 2008,” sahut Henry.
‘Deg’
“Ternyata aku kembali ke awal,” gumam Arya dalam hati.
“Berarti pendaftaran siswa yang masuk ke Sekolah kita sudah terkumpul?” tanya Arya.
“Iya, Tuan. Semua sudah terdata,” sahut Arya.
“Tolong berikan aku laporan datanya. Aku ingin lihat,” perintah Arya.
“Baik, Tuan. Segera saya bawakan,” ucap Henry.
Sesaat setelah Henry pergi, Arya pun melihat ke arah luar jendela lalu berkata, “Kita akan bertemu lagi, sayang. Kali ini aku akan benar-benar menjaga dan menyayangimu serta mencari tahu siapa dalang dari kejadian itu.”
Di saat yang bersamaan namun di tempat yang berbeda.
‘Haaaaaachu..’
“Hadeuh. Rasanya bakalan flu lagi nih,” gumam Kania sambil berjalan melihat papan pengumuman penerimaan siswa di sekolah barunya.
Dengan serius, Kania pun melihat satu per satu deretan nama yang tertera di papan tersebut. Ketika beberapa saat kemudian..
“Sudah kuduga. Sampai saat ini, masih belum berubah,” gumam Kania lesu.
Dia berpikir berulang kali, kalau bukan karena paksaan dari orang tuanya, Kania sangat enggan sekali masuk ke sekolah itu. Tapi apa daya, tanpa sepengatahuannya, orang tuanya sudah langsung mendaftarkannya.
“Hais,...” gumam Kania, “Semangat!”
Tak selang berapa lama, datang seseorang menyapa Kania. Kania yang sudah tahu akan seperti ini pun akhirnya mencoba tersenyum ramah.
***
Satu minggu kemudian, tiba kini hari upacara penerimaan siswa. Kania yang dari awal malas sekolah di sana ini pun sama sekali tidak berniat masuk. Namun,...
“Kania! Bangun! Sudah siang!” ucap Mama Rina dari balik pintu kamar.
“Aaaaah, Ma. Sebentar lagi ya. Masih ngantuk,” tawar Kania.
“Gak ada tawar menawar. Pokoknya dalam waktu lima belas menit, kamu sudah harus siap,” perintah Mama Rina.
Dengan malas, Kania pun bangun dari tidurnya dan kemudian bersiap-siap.
“Kenapa harus ada hari ini?” gerutu Kania saat berkaca melihat penampilannya mengenakan seragam SMU.
Di saat yang bersamaan..
“Kania!!!”
Lagi-lagi terdengar suara Mama Rina memanggilnya.
Masih dengan hati malas, Kania pun akhirnya keluar.
“Iya iya, Ma. Sabar,” ucap Kania sambil menghampiri Mama dan Papanya sambil mencium punggung telapak tangan keduanya.
“Bagaimana? Sudah siap?” tanya Papa Rafi.
Kania pun mengangguk.
“Bagus. Sekarang kamu sarapan dulu, setelah itu kita berangkat,” ucap Papa Rafi.
Tanpa banyak bicara, Kania pun menuruti perintah Papanya. Dia memakan habis sarapannya.
***
Waktu menunjukkan hampir pukul delapan pagi. Waktu di mana sebentar lagi akan dimulai upacara penerimaan siswa.
Seluruh siswa baik baru maupun lama, semuanya berkumpul di lapangan.
Kania yang baru saja datang ini pun segera bergegas berlari ke arah lapangan. Namun di saat sedang tergesa-gesanya dia, tiba-tiba saja..
‘Bruk’
“Ma—maaf,” ucap Kania yang setelah itu langsung pergi begitu saja tanpa memperhatikan siapa yang di tabraknya.
Sementara itu, orang yang tadi dia tabrak pun bergumam, “Benar-benar ceroboh.”
***
Kini tibalah upacara penerimaan siswa. Kania yang datang terlambat ini pun akhirnya memutuskan untuk berbaris paling belakang.
Namun siapa sangka..
“Ehm.”
Bunyi suara seseorang berdehem tidak jauh di samping Kania.
Merasa tidak asing dengan suaranya, Kania pun akhirnya memutuskan untuk menoleh ke arah sumber suara.
“Ha!?”
Betapa terkejutnya Kania setelah mengetahui siapa ternyata ada di sampingnya.
“Kenapa bertemunya lebih awal sih?!” gerutu Kania saat melihat Arya.
Arya sendiri yang melihat sikap Kania ini pun tidak bisa menahan senyum. Dalam benaknya dia bergumam, “Syukurlah kamu baik-baik saja.”
Merasa aneh dengan tingkah Arya, Kania pun bergeser menjauh dari Arya. Namun Arya tidak menyerah. Dia terus mengikuti ke mana pun Kania pergi.
Kania yang merasa kalau sikap Arya ini sudah membuatnya merasa terganggu, Kania pun protes dengan berkata, “Ngapain sih dari tadi ngikutin aku terus?”
“Suka, sayang dan cinta.”
Jawaban yang cukup singkat, padat dan jelas yang di jawab oleh seseorang bernama Arya Dinata.
“Ha?!” ucap spontan Kania sambil menoleh ke arah Arya yang saat itu sedang memberikan senyuman terbaiknya.
“Dasar stres,” gerutu Kania.
Arya pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam dalam hati, “Ternyata kamu tuh lucu juga ya, Kan.”
Dan terlepas dari itu semua, upacara pun berjalan lancar. Para siswa pun kembali ke kelasnya masing-masing.
Sementara itu, di tengah perjalanan, tiba-tiba saja pundak Kania di rangkul seseorang.
“Kan, bareng,” ucap orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah Gylsa, calon sahabat Kania di SMU.
“Hum,” sahut Kania datar.
Akhirnya mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas.
Sesampainya di kelas, ternyata masih ada satu orang lagi yang menghampiri.
“Hai, gue boleh temenan ma kalian gak?” tanya orang itu.
“Ya tentu saja boleh. Iya kan, Kania?” tanya Gylsa dan Kania pun mengangguk.
“Syukurlah. Kenalin, nama gue Fiko. Nama kalian berdua siapa?” tanya Fiko.
“Oh. Nama gue Gylsa dan ini Kania,” sahut Gylsa balik memperkenalkan diri.
Mereka pun berjabat tangan sebelum akhirnya mereka duduk di bangku masing-masing.
Walau masih hari pertama dan belum terlalu saling kenal, namun tetap saja kelas terdengar riuh.
Kania yang dari awal malas ini pun hanya duduk diam memperhatikan ke arah luar jendela.
Saat sedang asik memperhatikan luar, tiba-tiba saja..
“Selamat pagi semuanya,” sapa seseorang yang baru saja berjalan masuk.
Mendengar sapaan tersebut, sontak membuat seluruh siswa pun diam. Namun tidak untuk Kania.
Dia masih tetap saja memperhatikan arah luar jendela.
“Ehm. Apa suasana di luar jauh lebih mengasyikan dari pada di dalam kelas?” ucap orang itu sambil melihat ke arah Kania.
Gylsa yang sadar akan ucapan orang tersebut, sontak memukul pelan pundak Kania sambil berkata, “Kan, Pak guru udah datang. Jangan ngelihat keluar terus.”
Mendapat teguran itu, Kania pun akhirnya melihat ke arah orang tersebut dan..
“Lagi?”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments