NovelToon NovelToon

The Possessive Perfect Teacher

Kembali ke awal

“Ma—mas... Ka—ka—kamu!”

Kania langsung tak sadarkan diri setelah meminum obat yang diberikan Arya.

Sementara itu...

“Kania! Kamu kenapa Kania?” tanya Arya saat setelah memberikan obat pada Kania.

Namun setelah memanggil beberapa saat, Kania pun tidak juga sadar. Di saat inilah, Arya menyadari ada yang salah dengan obat yang sudah dia berikan.

Ketika dia sedang merasa bingung, tiba-tiba ponselnya berdering.

“Halo,” ucapnya.

“...”

“Apa?!”

Seketika rasa nyeri terasa di dadanya dan Arya pun akhirnya tergeletak jatuh tidak jauh dari tempat tidur Kania.

***

‘Cit.. Cuit.. Cuit.. Cit..’

Pagi yang indah setelah hujan deras semalaman. Arya yang tiba-tiba saja tersadar dari koma nya ini pun mencoba membuka matanya.

Tampak terlihat cahaya silau di matanya sehingga membuatnya mengerjapkan mata.

“Tuan, tuan sudah sadar?! Syukurlah,” ucap ajudan Arya yang bernama Henry.

“Ini di mana?” tanya Arya sambil memegangi kepalanya.

“Ini di Rumah Sakit, Tuan,” sahut Henry.

“Oh,” ucap Arya singkat yang kemudian terdiam sesaat.

Dalam diamnya, dia berpikir, apakah mungkinkah dia selamat atau apakah justru dia terlahir kembali.

“Hen, sekarang tanggal berapa?” tanyanya memastikan.

“Tuan, ini tanggal 15 Juni 2008,” sahut Henry.

‘Deg’

“Ternyata aku kembali ke awal,” gumam Arya dalam hati.

“Berarti pendaftaran siswa yang masuk ke Sekolah kita sudah terkumpul?” tanya Arya.

“Iya, Tuan. Semua sudah terdata,” sahut Arya.

“Tolong berikan aku laporan datanya. Aku ingin lihat,” perintah Arya.

“Baik, Tuan. Segera saya bawakan,” ucap Henry.

Sesaat setelah Henry pergi, Arya pun melihat ke arah luar jendela lalu berkata, “Kita akan bertemu lagi, sayang. Kali ini aku akan benar-benar menjaga dan menyayangimu serta mencari tahu siapa dalang dari kejadian itu.”

Di saat yang bersamaan namun di tempat yang berbeda.

‘Haaaaaachu..’

“Hadeuh. Rasanya bakalan flu lagi nih,” gumam Kania sambil berjalan melihat papan pengumuman penerimaan siswa di sekolah barunya.

Dengan serius, Kania pun melihat satu per satu deretan nama yang tertera di papan tersebut. Ketika beberapa saat kemudian..

“Sudah kuduga. Sampai saat ini, masih belum berubah,” gumam Kania lesu.

Dia berpikir berulang kali, kalau bukan karena paksaan dari orang tuanya, Kania sangat enggan sekali masuk ke sekolah itu. Tapi apa daya, tanpa sepengatahuannya, orang tuanya sudah langsung mendaftarkannya.

“Hais,...” gumam Kania, “Semangat!”

Tak selang berapa lama, datang seseorang menyapa Kania. Kania yang sudah tahu akan seperti ini pun akhirnya mencoba tersenyum ramah.

***

Satu minggu kemudian, tiba kini hari upacara penerimaan siswa. Kania yang dari awal malas sekolah di sana ini pun sama sekali tidak berniat masuk. Namun,...

“Kania! Bangun! Sudah siang!” ucap Mama Rina dari balik pintu kamar.

“Aaaaah, Ma. Sebentar lagi ya. Masih ngantuk,” tawar Kania.

“Gak ada tawar menawar. Pokoknya dalam waktu lima belas menit, kamu sudah harus siap,” perintah Mama Rina.

Dengan malas, Kania pun bangun dari tidurnya dan kemudian bersiap-siap.

“Kenapa harus ada hari ini?” gerutu Kania saat berkaca melihat penampilannya mengenakan seragam SMU.

Di saat yang bersamaan..

“Kania!!!”

Lagi-lagi terdengar suara Mama Rina memanggilnya.

Masih dengan hati malas, Kania pun akhirnya keluar.

“Iya iya, Ma. Sabar,” ucap Kania sambil menghampiri Mama dan Papanya sambil mencium punggung telapak tangan keduanya.

“Bagaimana? Sudah siap?” tanya Papa Rafi.

Kania pun mengangguk.

“Bagus. Sekarang kamu sarapan dulu, setelah itu kita berangkat,” ucap Papa Rafi.

Tanpa banyak bicara, Kania pun menuruti perintah Papanya. Dia memakan habis sarapannya.

***

Waktu menunjukkan hampir pukul delapan pagi. Waktu di mana sebentar lagi akan dimulai upacara penerimaan siswa.

Seluruh siswa baik baru maupun lama, semuanya berkumpul di lapangan.

Kania yang baru saja datang ini pun segera bergegas berlari ke arah lapangan. Namun di saat sedang tergesa-gesanya dia, tiba-tiba saja..

‘Bruk’

“Ma—maaf,” ucap Kania yang setelah itu langsung pergi begitu saja tanpa memperhatikan siapa yang di tabraknya.

Sementara itu, orang yang tadi dia tabrak pun bergumam, “Benar-benar ceroboh.”

***

Kini tibalah upacara penerimaan siswa. Kania yang datang terlambat ini pun akhirnya memutuskan untuk berbaris paling belakang.

Namun siapa sangka..

“Ehm.”

Bunyi suara seseorang berdehem tidak jauh di samping Kania.

Merasa tidak asing dengan suaranya, Kania pun akhirnya memutuskan untuk menoleh ke arah sumber suara.

“Ha!?”

Betapa terkejutnya Kania setelah mengetahui siapa ternyata ada di sampingnya.

“Kenapa bertemunya lebih awal sih?!” gerutu Kania saat melihat Arya.

Arya sendiri yang melihat sikap Kania ini pun tidak bisa menahan senyum. Dalam benaknya dia bergumam, “Syukurlah kamu baik-baik saja.”

Merasa aneh dengan tingkah Arya, Kania pun bergeser menjauh dari Arya. Namun Arya tidak menyerah. Dia terus mengikuti ke mana pun Kania pergi.

Kania yang merasa kalau sikap Arya ini sudah membuatnya merasa terganggu, Kania pun protes dengan berkata, “Ngapain sih dari tadi ngikutin aku terus?”

“Suka, sayang dan cinta.”

Jawaban yang cukup singkat, padat dan jelas yang di jawab oleh seseorang bernama Arya Dinata.

“Ha?!” ucap spontan Kania sambil menoleh ke arah Arya yang saat itu sedang memberikan senyuman terbaiknya.

“Dasar stres,” gerutu Kania.

Arya pun menggeleng-gelengkan kepalanya sambil bergumam dalam hati, “Ternyata kamu tuh lucu juga ya, Kan.”

Dan terlepas dari itu semua, upacara pun berjalan lancar. Para siswa pun kembali ke kelasnya masing-masing.

Sementara itu, di tengah perjalanan, tiba-tiba saja pundak Kania di rangkul seseorang.

“Kan, bareng,” ucap orang itu yang tak lain dan tak bukan adalah Gylsa, calon sahabat Kania di SMU.

“Hum,” sahut Kania datar.

Akhirnya mereka berdua pun berjalan bersama menuju kelas.

Sesampainya di kelas, ternyata masih ada satu orang lagi yang menghampiri.

“Hai, gue boleh temenan ma kalian gak?” tanya orang itu.

“Ya tentu saja boleh. Iya kan, Kania?” tanya Gylsa dan Kania pun mengangguk.

“Syukurlah. Kenalin, nama gue Fiko. Nama kalian berdua siapa?” tanya Fiko.

“Oh. Nama gue Gylsa dan ini Kania,” sahut Gylsa balik memperkenalkan diri.

Mereka pun berjabat tangan sebelum akhirnya mereka duduk di bangku masing-masing.

Walau masih hari pertama dan belum terlalu saling kenal, namun tetap saja kelas terdengar riuh.

Kania yang dari awal malas ini pun hanya duduk diam memperhatikan ke arah luar jendela.

Saat sedang asik memperhatikan luar, tiba-tiba saja..

“Selamat pagi semuanya,” sapa seseorang yang baru saja berjalan masuk.

Mendengar sapaan tersebut, sontak membuat seluruh siswa pun diam. Namun tidak untuk Kania.

Dia masih tetap saja memperhatikan arah luar jendela.

“Ehm. Apa suasana di luar jauh lebih mengasyikan dari pada di dalam kelas?” ucap orang itu sambil melihat ke arah Kania.

Gylsa yang sadar akan ucapan orang tersebut, sontak memukul pelan pundak Kania sambil berkata, “Kan, Pak guru udah datang. Jangan ngelihat keluar terus.”

Mendapat teguran itu, Kania pun akhirnya melihat ke arah orang tersebut dan..

“Lagi?”

Bersambung...

Aku mencintaimu

Mendapat teguran itu, Kania pun akhirnya melihat ke arah orang tersebut dan..

“Lagi?”

Arya pun tersenyum dalam hati melihat ekspresi Kania. Sedangkan Kania, jangan di tanya. Dia sangat kesal sekali melihat Arya.

“Baik. Kenalkan, nama saya Arya Dinanta. Saya yang akan menjadi wali kelas kalian,...” ucap Arya memperkenalkan diri, “saya harap ke depannya kalian akan mengikuti pelajaran saya dengan serius dan tidak main-main.”

Di saat yang bersamaan...

“Cih. Ogah. Mending gue madol aja deh dari pada harus ketemu lo terus,” gerutu Kania dalam hati.

“Ok. Sebelum kita mulai pelajarannya, kita tentukan dulu tatanan pengurus kelas. Adakah empat orang di antara kalian yang ingin mencalonkan diri?” tanya Arya yang melihat ke semua siswanya di dalam kelas.

Mendapatkan pertanyaan itu, kelas yang tadinya hening, tiba-tiba riuh dengan bisik-bisik para siswa.

Walau begitu, tidak untuk Kania. Dia sepertinya cukup tidak peduli dengan soal itu. Karena bagi dia yang terpenting adalah bagaimana caranya agar dia tidak terlibat banyak urusan dengan Arya.

“Ya sudah.. Ya sudah.. Jika memang tidak ada dari kalian yang mencalonkan diri, bagaimana kalau saya yang akan memilihkannya,” ucap Arya.

Mendengar ucapan Arya, seluruh siswa di dalam kelas pun spontan langsung menjawab, “Setuju!”

Hal ini membuat Arya tersenyum.

“Baik. Untuk Nama-nama yang saya sebutkan, tolong maju ke depan,” Pinta Arya.

“Baik Pak,” sahut serentak semua siswa.

“Bagus. Saya mulai panggil ya,...” ucap Arya, “Davi, Novi, Farid dan terakhir, Kania. Tolong ke empatnya maju ke depan terlebih dahulu.”

Di saat yang bersamaan, Kania yang tidak sadar namanya di panggil ini pun hanya diam tak bergeming.

Ketika ke tiga orang lainnya sudah ada di depan, Kania masih duduk diam di bangkunya sambil mencoret-coret buku tulisnya.

Arya yang heran dengan sikap Kania ini pun akhirnya datang menghampiri meja Kania.

‘Tuk tuk tuk’

Arya mengetukkan pulpennya di atas meja Kania sehingga yang empunya meja pun tersadar dan spontan mendongakkan kepalanya ke atas.

“Maju!” perintah Arya tegas.

“Buat apa?” tanya Kania.

Mendapatkan pertanyaan itu, membuat wajah Arya mejadi merah padam dan hal ini dapat dilihat jelas oleh Gylsa.

“Kan, maju. Kamu terpilih jadi pengurus kelas,” bisik Gylsa sambil menepuk pundak Kania dari belakang.

Mendengar ucapan Gylsa, Kania pun langsung menyahut, “Oh. Gak mau.”

Hal ini sontak membuat darah Arya pun mendidih.

“Kaniaaaaaaa! Maju sekarang juga!” bentak Arya sehingga membuat seluruh siswa yang di dalam kelas merasa ikut tegang dan takut.

Kania pun menatap ke arah Arya dengan tatapan kebencian.

Sambil berdiri, Kania pun berbisik, “Ternyata memang benar ini sifat aslimu.”

Sesudah mengatakan itu, Kania pun langsung berjalan ke depan kelas meninggalkan Arya yang masih terdiam termangu.

Dia sangat terkejut dengan apa yang barusan dikatakan Kania barusan padanya.

Saat Arya sedang larut dalam pikirannya, tiba-tiba Kania berteriak, “Halo. Bapak yang paling ganteng sejagat raya. Sekarang udah lengkap empat orang di depan nih. Setelah ini mau ngapain lagi?”

Mendengar ucapan Kania yang seperti sedang mengejeknya itu, tanpa dia sadari, dia pun mengepalkan tangannya kesal. Namun di saat yang bersamaan dia pun tersadar, kalau dia tidak boleh melakukan kesalahan yang sama seperti masa lalunya.

Dengan menarik nafas panjang, Arya pun bergumam, “Haiss.. Kania oh Kania. Sepertinya kamu sengaja membuatku kesal. Baiklah. Anggap saja saat ini kamu sedang balas dendam padaku dan aku akan menerimanya.”

Arya pun langsung maju ke depan dan kemudian memberitahukan posisi-posisi pengurus kelas beserta tugasnya.

Dalam tatanan pengurus kelas ini di jelaskan bahwa yang menjadi ketua kelas adalah Davi, Wakil ketuanya adalah Novi, Sekretarisnya Farid dan otomatis bendaharanya adalah Kania.

Kania yang mendapati tugas sebagai bendahara ini pun hanya bisa diam. Karena buat dia, sangat percuma juga dia protes, yang ada juga tidak akan di dengar.

Hanya bisa mencari cara agar kejadian waktu itu jangan sampai terulang lagi, itulah yang bisa Kania lakukan saat ini.

Setelah semuanya sudah disepakati, akhirnya pelajaran pertama pun langsung di mulai.

***

Dua jam pelajaran Arya pun telah berakhir. Kania yang sudah merasa jenuh ini pun akhirnya merasa lega dan saat pergantian jam berlangsung, Kania pun memutuskan untuk pergi ke toilet.

Belum juga dia sampai di tempat tujuan, tiba-tiba saja tangannya di tarik masuk ke dalam ruang olah raga oleh seseorang.

Saat itu, pelajaran praktek olah raga memang belum lha aktif. Sehingga menjadikan ruangan tersebut pun kosong.

Kania yang di tarik tangannya ini pun terkejut. Ingin rasanya dia berteriak namun sayangnya mulutnya langsung di bungkam oleh seseorang.

Ketika berusaha melepaskan bungkaman tangan tersebut, namun betapa terkejutnya Kania karena orang yang dia lihat adalah...

“Mas Arya!?” gumamnya dalam hati.

“Kan, diam dulu. Jangan berteriak,” perintah Arya yang langsung diangguki kepala oleh Kania.

“Haaaa.. Haaaa...”

Nafas Kania pun terengah-engah.

“Pak, Bapak tuh ngapain sih? Dari tadi pagi bersikap aneh sama aku. Apa kita sebelum ini punya dendam?” celetuk Kania.

Arya pun terdiam. Dia masih bingung dengan apa yang harus dia lakukan. Apakah dia harus berkata jujur kalau dia sebenarnya hidup kembali atau kah ini belum waktu yang tepat untuk mengatakannya.

Di tengah-tengah Arya termenung, tiba-tiba saja lagi-lagi Kania berkata, “Pak, hallo. Bapak ini kenapa sih!? Ya sudah kalau memang gak mau jawab. Aku pergi.”

Belum juga Kania melangkahkan kakinya menjauh dari Arya, tiba-tiba saja...

“Aku mencintaimu,” ucap Arya.

Mendengar ucapan Arya, Kania pun mengurungkan langkahnya dan kemudian berbalik lalu menatap wajah Arya. Hingga beberapa saat kemudian...

“Pak, beneran deh. Aku gak kuat. Mau ke toilet,” ucap Kania yang langsung berlari ngibrit sehingga membuat Arya menepuk keningnya.

Setelah beberapa saat kemudian, di dalam toilet, Kania pun langsung membasuh wajahnya dengan air dan kemudian bercermin.

“Hadeuh. Gila. Di hari pertama sudah mendapatkan cobaan yang begitu besar seperti ini. Tapi setelah di pikir-pikir, bukankah waktu itu tidak ada kejadian pernyataan cinta seperti ini!? Apakah ada sedikit perubahan takdir kalau begini caranya?” gumam Kania dalam hati lalu kemudian menepuk-nepuk ke dua pipi nya agar tersadar dari pikiran yang aneh.

Sementara itu di saat yang bersamaan dan di tempat yang berbeda...

“Halo,” ucap Arya saat menerima panggilan masuk.

“Tuan, semuanya sudah selesai di urus. Ternyata memang benar ada kejadian seperti itu,” lapor Henry melalui panggilan telepon.

“Bagus. Kita lakukan saja sesuai rencana. Ingat, jangan sampai ada yang tahu soal ini,” ucap Arya.

“Baik Tuan,” sahut Henry dan panggilan pun diakhiri.

Dan sesaat setelah itu...

“Kania, tidak peduli apa pun yang terjadi. Aku akan melindungimu di kehidupan ini.”

Bersambung...

Kerja sama

Keesokan harinya, Arya tidak mengajar melainkan pergi ke kantornya untuk mengurus sesuatu.

“Tuan, sesuai perkiraan. Hari ini Direktur dari Buana Cakra ingin bertemu dengan Anda,” ucap Henry memberi laporan.

“Bagus. Kita akan jalankan sesuai rencana. Tolong kamu siapkan surat perjanjian tertulis yang tanpa mereka sadari itu akan memberatkan mereka jika terjadi suatu masalah,” perintah Arya.

“Baik, Tuan. Segera saya siapkan,” ucap Henry yang kemudian pergi.

Arya yang sudah sendiri dalam ruangannya ini pun menatap ke luar jendela.

“Mungkin kalau aku yang dulu akan menolak jaminan yang kalian berikan sehingga kalian membujuk Ayahku. Tapi tidak untuk sekarang,...” gumam Arya, “Permainan baru saja akan segera di mulai dan akan aku pastikan semuanya berada dalam kendaliku.”

***

Di saat yang bersamaan dan di tempat yang berbeda, Kania pun beraktifitas sekolah seperti biasanya. Namun hati kecilnya merasa kalau ada yang aneh dengan hari itu.

“Haiss, aku ini kenapa sih? Perasaanku kok dari tadi rasanya tuh gak enak terus,” gumam Kania sambil memegangi dadanya.

Di saat yang bersamaan, Gylsa dan juga Fiko pun datang.

“Kan, lo kenapa bengong sendirian di sini?” tanya Gylsa sambil menepuk pundak Kania.

“Oh kalian rupanya. Gue gak apa-apa kok. Cuma gak tahu kenapa rasanya firasatku tuh gak enak banget,” jelas Kania.

Gylsa maupun Fiko, keduanya saling pandang saat mendengar ucapan Kania.

“Oh. Gue tahu kenapa,” ucap Fiko.

“Kenapa?” tanya Kania.

“Itu karena hari ini Pak Arya gak masuk jadinya dengar-dengar dia hanya memberikan tugas buat kita,” ucap Fiko.

“Ah yang bener, Fik!? Lo tahu dari mana?” tanya Gylsa.

“Haiss...Gimana gue gak tahu coba, kan gue yang ngambil tugasnya. Nih,” ucap Fiko ringan sambil memperlihatkan dua lembar kertas untuk di poto kopi lalu nantinya akan di bagikan kesemuanya.

“Ish, dasar oneng. Mana sini gue lihat,” ucap Gylsa yang langsung mengambil begitu aja kertas yang ada di tangan Fiko dan kemudian melihatnya.

Sesaat setelah melihat, betapa terkejutnya Gylsa dengan tugas tersebut.

Sementara itu, Kania yang melihat ekspresi terkejutnya Gylsa ini pun menceletuk, “Lo kenapa Gyl?”

“Eh, Kan. Lo lihat ini deh,” ucap Gylsa sambil memperlihatkan kertas tugas itu.

11 12 dengan Gylsa, Kania pun juga ikut terkejut lalu kemudian bertanya, “Fik, ini di kumpulin kapan?”

“Hmm, di kumpulinnya nanti. Saat pertemuan selanjutnya,” ucap Fiko.

“Oooo.. Jadi masih ada waktu dua hari lagi donk!?” ucap Gylsa dan diangguki oleh Fiko.

“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau kita kerja kelompok aja,” ajak Gylsa.

“Boleh boleh boleh. Kan, gimana menurut lo?” tanya Fiko.

Kania yang di tanya seperti itu pun diam tidak menyahut. Dia sebenarnya sangat enggan sekali mengerjakan tugas tersebut.

“Hmm, lihat nanti deh. Ntar gue kasih kabar,” ucap Kania pada akhirnya.

***

Siang hari di perusahaan Arya..

Ketika Arya sedang fokus mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba saja orang yang ditunggu-tunggu pun datang.

Dengan bersikap tenang dan dingin, Arya pun menunjukkan kewibawaannya.

“Selamat siang Pak Arya,” sapa Direktur Buana Cakra.

“Siang,” sahut Arya yang tetap fokus pada pekerjaannya.

“Hmm, apa kehadiran saya mengganggu kesibukan Anda?” tanya Direktur tersebut.

“Oh. Tidak juga. Silakan duduk,” ucap Arya mempersilakan tamunya untuk duduk, “apa ada yang bisa saya bantu?”

“Hm, begini Pak. Perusahaan kami ingin melakukan kerjasama dengan perusahaan Bapak,” jelas Direktur tersebut.

“Kerja sama? Kerja sama yang seperti apa yang Bapak inginkan?” tanya Arya yang seketika menghentikan aktifitas pekerjaannya.

“Begini, perusahaan kami sedang membangun kurang lebih seribu unit rumah yang nantinya bisa di komersilkan. Namun di saat itu juga kami menginginkan modal kami kembali di awal agar kami dapat memutarkannya kembali,” jelas Direktur tersebut.

“Lalu?” tanya Arya.

“Kami berharap, perusahaan Bapak dapat membeli semua unit tersebut secara cash dan menjualnya kembali secara kredit. Bagaimana? Apakah itu cukup menguntungkan?” tanya Direktur tersebut.

Arya pun terdiam sebentar dan berpikir sesaat sebelum akhirnya berkata, “Baik. Sebelum kerja sama ini terjadi, lebih baik Bapak baca persyaratan ini dulu.”

Arya pun memberikan sebuah berkas yang sudah dia dapatkan dari Henry.

Di saat yang bersamaan, Direktur itu pun mendadak berubah pucat pasi dan ini membuat Arya tersenyum dalam hati.

“Bagaimana? Apakah Bapak setuju dengan persyaratan yang kami buat ini?” tanya Arya.

Direktur tersebut pun terdiam. Dia bingung dengan apa yang harus di lakukan. Jika sampai salah buat keputusan, maka hal ini akan sangat sulit sekali untuk mendekati perusahaan Arya dan mengambil alih semuanya.

“Baiklah, Pak. Saya setuju,” ucap Direktur tersebut.

“Bagus,...” sahut Arya, “Oh ya satu lagi, selain persyaratan tadi, kami juga meminta adanya sebuah jaminan buat kami. Bagaimana? Apakah anda dapat memberikan jaminan yang dapat kami percayai?”

Mendengar ucapan Arya seperti itu, Direktur itu pun terdiam sesaat dan kemudian...

“Jaminannya putri saya. Saya harap putri saya bisa anda nikahi sebagai bukti jaminan keseriusan dari kami,” ucap Direktur tersebut.

“Putri Anda?” tanya Arya memastikannya.

“Iya, Pak. Putri saya. Anggap saja dia adalah jaminan berharga yang bisa kami berikan untuk perusahaan Anda. Saya yakin, jika Anda sudah melihatnya, Anda akan menyukainya,” ucap Direktur tersebut.

Arya pun terdiam sejenak lalu kemudian berkata, “Baik. Minggu ini saya akan ke rumah Bapak untuk melamar dan di saat itu juga, saya tidak mau ada penolakan dari putri Bapak. Jadi, sebelum waktunya tiba, tolong yakinkan dulu putri Bapak agar mau menerima lamaran saya.”

“Baik, Pak. Saya akan membujuknya. Anda tenang saja,” ucap Direktur tersebut.

***

Malam harinya, Kania yang sedang bermalas-malasan di dalam kamar ini pun tiba-tiba saja terkejut dengan suara ketukan pintu kamar.

Dengan langkah santai, Kania pun berjalan membukakan pintu.

“Oh Mama. Ada apa, Ma?” tanya Kania.

“Kan, bisa keluar sebentar. Ada yang ingin Ayahmu sampaikan,” ucap Mama Rina.

‘Deg’

Seketika hati Kania gelisah. Apakah itu akan terulang.

“Baik Ma,” ucap Kania yang akhirnya mengikuti Mamanya.

Sesampainya di ruang keluarga, tampak Papa Rafi sedang memasang wajah serius.

“Ada apa, Pa?” tanya Kania.

“Kan, Minggu ini kamu akan dilamar oleh seseorang dan kamu harus menerimanya,” ucap Papa Rafia.

‘Deg’

“Benerkan?! Akhirnya terjadi juga,” gumam Kania dalam hati.

“Kan, jangan bengong. Sahutin Papamu,” ucap Mama Rina.

Mendapatkan teguran tersebut, Kania pun tersadar dan kemudian langsung menyahut, “Gak. Aku gak mau terima lamaran dari orang yang belum aku kenal. Aku gak mau.”

Setelah mengatakan itu, Kania pun pergi. Dia tidak peduli bagaimana marahnya Papanya. Tapi buat dia, di kehidupan ini, dia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.

***

Keesokan harinya, Kania berjalan menuju kelasnya sambil melamun. Namun siapa sangka, dia lagi-lagi..

‘Bruk’

“Eh, maaf,” ucapnya yang tiba-tiba saja terkejut dengan siapa yang sudah dia tabrak.

“Mas Arya?!” gumamnya dalam hati.

Kania pun langsung hendak melanjutkan langkahnya namun sayang masih bisa di tahan oleh Arya.

“Ikut aku.”

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!