Keesokan harinya, Arya tidak mengajar melainkan pergi ke kantornya untuk mengurus sesuatu.
“Tuan, sesuai perkiraan. Hari ini Direktur dari Buana Cakra ingin bertemu dengan Anda,” ucap Henry memberi laporan.
“Bagus. Kita akan jalankan sesuai rencana. Tolong kamu siapkan surat perjanjian tertulis yang tanpa mereka sadari itu akan memberatkan mereka jika terjadi suatu masalah,” perintah Arya.
“Baik, Tuan. Segera saya siapkan,” ucap Henry yang kemudian pergi.
Arya yang sudah sendiri dalam ruangannya ini pun menatap ke luar jendela.
“Mungkin kalau aku yang dulu akan menolak jaminan yang kalian berikan sehingga kalian membujuk Ayahku. Tapi tidak untuk sekarang,...” gumam Arya, “Permainan baru saja akan segera di mulai dan akan aku pastikan semuanya berada dalam kendaliku.”
***
Di saat yang bersamaan dan di tempat yang berbeda, Kania pun beraktifitas sekolah seperti biasanya. Namun hati kecilnya merasa kalau ada yang aneh dengan hari itu.
“Haiss, aku ini kenapa sih? Perasaanku kok dari tadi rasanya tuh gak enak terus,” gumam Kania sambil memegangi dadanya.
Di saat yang bersamaan, Gylsa dan juga Fiko pun datang.
“Kan, lo kenapa bengong sendirian di sini?” tanya Gylsa sambil menepuk pundak Kania.
“Oh kalian rupanya. Gue gak apa-apa kok. Cuma gak tahu kenapa rasanya firasatku tuh gak enak banget,” jelas Kania.
Gylsa maupun Fiko, keduanya saling pandang saat mendengar ucapan Kania.
“Oh. Gue tahu kenapa,” ucap Fiko.
“Kenapa?” tanya Kania.
“Itu karena hari ini Pak Arya gak masuk jadinya dengar-dengar dia hanya memberikan tugas buat kita,” ucap Fiko.
“Ah yang bener, Fik!? Lo tahu dari mana?” tanya Gylsa.
“Haiss...Gimana gue gak tahu coba, kan gue yang ngambil tugasnya. Nih,” ucap Fiko ringan sambil memperlihatkan dua lembar kertas untuk di poto kopi lalu nantinya akan di bagikan kesemuanya.
“Ish, dasar oneng. Mana sini gue lihat,” ucap Gylsa yang langsung mengambil begitu aja kertas yang ada di tangan Fiko dan kemudian melihatnya.
Sesaat setelah melihat, betapa terkejutnya Gylsa dengan tugas tersebut.
Sementara itu, Kania yang melihat ekspresi terkejutnya Gylsa ini pun menceletuk, “Lo kenapa Gyl?”
“Eh, Kan. Lo lihat ini deh,” ucap Gylsa sambil memperlihatkan kertas tugas itu.
11 12 dengan Gylsa, Kania pun juga ikut terkejut lalu kemudian bertanya, “Fik, ini di kumpulin kapan?”
“Hmm, di kumpulinnya nanti. Saat pertemuan selanjutnya,” ucap Fiko.
“Oooo.. Jadi masih ada waktu dua hari lagi donk!?” ucap Gylsa dan diangguki oleh Fiko.
“Hmm, kalau begitu, bagaimana kalau kita kerja kelompok aja,” ajak Gylsa.
“Boleh boleh boleh. Kan, gimana menurut lo?” tanya Fiko.
Kania yang di tanya seperti itu pun diam tidak menyahut. Dia sebenarnya sangat enggan sekali mengerjakan tugas tersebut.
“Hmm, lihat nanti deh. Ntar gue kasih kabar,” ucap Kania pada akhirnya.
***
Siang hari di perusahaan Arya..
Ketika Arya sedang fokus mengerjakan pekerjaannya, tiba-tiba saja orang yang ditunggu-tunggu pun datang.
Dengan bersikap tenang dan dingin, Arya pun menunjukkan kewibawaannya.
“Selamat siang Pak Arya,” sapa Direktur Buana Cakra.
“Siang,” sahut Arya yang tetap fokus pada pekerjaannya.
“Hmm, apa kehadiran saya mengganggu kesibukan Anda?” tanya Direktur tersebut.
“Oh. Tidak juga. Silakan duduk,” ucap Arya mempersilakan tamunya untuk duduk, “apa ada yang bisa saya bantu?”
“Hm, begini Pak. Perusahaan kami ingin melakukan kerjasama dengan perusahaan Bapak,” jelas Direktur tersebut.
“Kerja sama? Kerja sama yang seperti apa yang Bapak inginkan?” tanya Arya yang seketika menghentikan aktifitas pekerjaannya.
“Begini, perusahaan kami sedang membangun kurang lebih seribu unit rumah yang nantinya bisa di komersilkan. Namun di saat itu juga kami menginginkan modal kami kembali di awal agar kami dapat memutarkannya kembali,” jelas Direktur tersebut.
“Lalu?” tanya Arya.
“Kami berharap, perusahaan Bapak dapat membeli semua unit tersebut secara cash dan menjualnya kembali secara kredit. Bagaimana? Apakah itu cukup menguntungkan?” tanya Direktur tersebut.
Arya pun terdiam sebentar dan berpikir sesaat sebelum akhirnya berkata, “Baik. Sebelum kerja sama ini terjadi, lebih baik Bapak baca persyaratan ini dulu.”
Arya pun memberikan sebuah berkas yang sudah dia dapatkan dari Henry.
Di saat yang bersamaan, Direktur itu pun mendadak berubah pucat pasi dan ini membuat Arya tersenyum dalam hati.
“Bagaimana? Apakah Bapak setuju dengan persyaratan yang kami buat ini?” tanya Arya.
Direktur tersebut pun terdiam. Dia bingung dengan apa yang harus di lakukan. Jika sampai salah buat keputusan, maka hal ini akan sangat sulit sekali untuk mendekati perusahaan Arya dan mengambil alih semuanya.
“Baiklah, Pak. Saya setuju,” ucap Direktur tersebut.
“Bagus,...” sahut Arya, “Oh ya satu lagi, selain persyaratan tadi, kami juga meminta adanya sebuah jaminan buat kami. Bagaimana? Apakah anda dapat memberikan jaminan yang dapat kami percayai?”
Mendengar ucapan Arya seperti itu, Direktur itu pun terdiam sesaat dan kemudian...
“Jaminannya putri saya. Saya harap putri saya bisa anda nikahi sebagai bukti jaminan keseriusan dari kami,” ucap Direktur tersebut.
“Putri Anda?” tanya Arya memastikannya.
“Iya, Pak. Putri saya. Anggap saja dia adalah jaminan berharga yang bisa kami berikan untuk perusahaan Anda. Saya yakin, jika Anda sudah melihatnya, Anda akan menyukainya,” ucap Direktur tersebut.
Arya pun terdiam sejenak lalu kemudian berkata, “Baik. Minggu ini saya akan ke rumah Bapak untuk melamar dan di saat itu juga, saya tidak mau ada penolakan dari putri Bapak. Jadi, sebelum waktunya tiba, tolong yakinkan dulu putri Bapak agar mau menerima lamaran saya.”
“Baik, Pak. Saya akan membujuknya. Anda tenang saja,” ucap Direktur tersebut.
***
Malam harinya, Kania yang sedang bermalas-malasan di dalam kamar ini pun tiba-tiba saja terkejut dengan suara ketukan pintu kamar.
Dengan langkah santai, Kania pun berjalan membukakan pintu.
“Oh Mama. Ada apa, Ma?” tanya Kania.
“Kan, bisa keluar sebentar. Ada yang ingin Ayahmu sampaikan,” ucap Mama Rina.
‘Deg’
Seketika hati Kania gelisah. Apakah itu akan terulang.
“Baik Ma,” ucap Kania yang akhirnya mengikuti Mamanya.
Sesampainya di ruang keluarga, tampak Papa Rafi sedang memasang wajah serius.
“Ada apa, Pa?” tanya Kania.
“Kan, Minggu ini kamu akan dilamar oleh seseorang dan kamu harus menerimanya,” ucap Papa Rafia.
‘Deg’
“Benerkan?! Akhirnya terjadi juga,” gumam Kania dalam hati.
“Kan, jangan bengong. Sahutin Papamu,” ucap Mama Rina.
Mendapatkan teguran tersebut, Kania pun tersadar dan kemudian langsung menyahut, “Gak. Aku gak mau terima lamaran dari orang yang belum aku kenal. Aku gak mau.”
Setelah mengatakan itu, Kania pun pergi. Dia tidak peduli bagaimana marahnya Papanya. Tapi buat dia, di kehidupan ini, dia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama seperti dulu.
***
Keesokan harinya, Kania berjalan menuju kelasnya sambil melamun. Namun siapa sangka, dia lagi-lagi..
‘Bruk’
“Eh, maaf,” ucapnya yang tiba-tiba saja terkejut dengan siapa yang sudah dia tabrak.
“Mas Arya?!” gumamnya dalam hati.
Kania pun langsung hendak melanjutkan langkahnya namun sayang masih bisa di tahan oleh Arya.
“Ikut aku.”
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Apakah itu Kania?? Wah licik ternyata Arya,Pedofil ya umur Kania aja baru 16 tahun lho .
2025-02-23
0