SANG PENARI [ END ]

SANG PENARI [ END ]

GANIS

Pada siang yang begitu terik. Seorang penari tradisional yang baru akan memulai debut pertamanya tengah menari seorang diri. Dalam sanggar yang begitu luas, hanya ada dirinya dan tak ada yang lain. Tariannya begitu luwes, ia pun seolah hanyut dalam kehikmatan tarian yang ia bawakan. Pada penampilan perdananya esok hari, tentu semua hal harus dipersiapkan. Sesempurna mungkin, tanpa ada satu pun kekurangan.

Pagelaran besar akan diadakan di balai desa untuk memperingati hari jadi desa. Hal yang lumrah dan telah biasa dilakukan. Beberapa penari dan penyanyi jawa diundang, lengkap dengan para penabuh gamelan untuk memeriahkan acara dan Ganis adalah salah satu dari sekian banyak penari yang turut diminta untuk tampil dalam acara tersebut. Setelah sekian lama hanya menjadi cadangan, kini diizinkan untuk tampil sebagai penari inti. Ganis merasa sangat senang.

Ganis memiliki tubuh yang ramping juga berambut panjang. Wajahnya pun ayu meski tinggi tubuhnya tidak terlalu ideal. Memanglah telah lama, ia bercita-cita untuk dapat menjadi penari jawa yang terkenal. Karena itulah ia mengambil kursus tari sejak masih di bangku sekolah menengah pertama dan di sanggar inilah, ia mulai perjalanan pertamanya.

...🍁🍁🍁...

"Gimana? sudah siap kamu?" tanya Agung, sahabat Ganis sedari kecil.

"Sedikit deg-deg an sih Gung tapi semuanya sudah siap."

"Jangan takut! aku akan berdiri paling depan untuk menonton pertunjukan tarimu."

Ganis mengulas senyum, keduanya memang telah lama berteman dan telah menjadi sahabat hingga sekarang.

"Kebunmu sudah panen Gung?" tanya Ganis.

"Sudah, kenapa? kamu mau minta kopi ya? gampang, setelah proses panen selesai dan kopi sudah kering, kamu pasti aku kasih."

"Enggak, siapa juga yang mau minta," kilah Ganis.

"Oh gak minta ya? kok aneh? biasanya tiap tahun ada yang malak kopi ke aku," ledek Agung disusul tawa kecil.

Keduanya tertawa sembari terus bercengkerama bersama. Kedua sahabat ini telah akrab dengan keluarga masing-masing. Saling mengunjungi pun telah dianggap biasa. Sangat diterima layaknya saudara. Obrolan hangat itu masih berlanjut hingga tanpa terasa, sebaskom kacang rebus telah habis mereka lahap. Barulah kemudian, mereka sadar kalau malam telah kian pekat, Agung berpamitan.

"Eh Nis.. aku pulang ya! sudah malam nih, kamu juga perlu istirahat biar penampilanmu sempurna besok!"

"Iya Gung."

"Kalau kelar semua, bapakmu bakalan aku kasih kopi kok tenang saja!"

"Eh dasar ya!"

Keduanya terkekeh.

"Ya sudah, masuk gih! aku balik!"

"Iya."

Agung pun mengayuh sepeda ontelnya untuk pulang. Rumah keduanya terbilang dekat. Hanya berjarak kurang lebih lima rumah saja. Namun, rumah di desa itu tidak berdempetan seperti di kota. Meski tidak semua tapi kebanyakan, di setiap rumah memiliki halaman luas dan kebun di samping rumahnya. Begitu pun dengan rumah-rumah yang ada di desa tempat Ganis dan Agung tinggal.

...🍁🍁🍁...

Keesokan harinya, semua orang Sanggar terlihat sibuk. Semua barang bawaan dan perlengkapan dicek agar tidak ketinggalan, diangkut semua ke lokasi acara yakni di balai desa. Setelah pengecekan selesai dilakukan, semua kru berangkat ke lokasi pertunjukan. Khusus para sinden dan penari, ada yang berangkat dari sanggar, ada juga yang berangkat sendiri, langsung ke balai desa.

Semua kru sibuk dengan tugasnya masing-masing. Semua gamelan ditata dengan rapi sebelum kemudian para penabuhnya berganti busana yang khusus digunakan untuk pertunjukan. Para sinden dan penari juga sibuk merias diri, termasuk juga Ganis. Bedak, pensil alis dan segala macam riasan ia kenakan untuk mempercantik tampilannya. Meski pun tanpa perlu dipoles pun, Ganis sudah terlihat manis.

Para penjual makanan terlihat sibuk menata barang dagangannya. Setiap kali ada tontonan begini, pasti akan ada banyak pedagang yang berjualan. Wajar saja sebab, akan ada banyak orang yang datang untuk melihat pertunjukan. Tak sedikit juga yang akan membeli jajanan. Entah untuk dimakan di tempat atau pun dibawa pulang.

Waktu berlalu dan malam pun tiba. Pertunjukan dimulai kala keramaian menggema ke segala arah. Orang-orang berdatangan seiring musik gamelan yang mulai dibunyikan. Pemandu acara berbicara sebelum kemudian, para sinden menyanyikan lagu diiringi para penari yang menyuguhkan tarian demi tarian mereka. Lenggak lenggok dengan luwesnya. Paras ayu turut menambah pesona.

Seperti yang telah dijanjikan, Agung duduk di barisan depan. Memberikan dukungan untuk sahabatnya. Beberapa kali Agung terlihat mengacungkan jempol sembari tersenyum, isyarat memberi nilai pada tarian epik yang Ganis tampilkan. Kiranya, bukan hanya Agung yang merasa terhibur. Melainkan para penonton yang lainnya juga. Penampilan perdana Ganis ini sungguh menarik banyak perhatian. Ia pun menerima banyak saweran. Agung mengulas senyum, turut merasa senang atas keberhasilan sahabatnya.

...🍁🍁🍁...

Semenjak debut pertamanya di balai desa, Ganis selalu diikutsertakan pada pertunjukan-pertunjukan berikutnya. Namanya pun melambung dengan cepat. Demikian juga dengan tarif pementasannya yang turut meningkat. Bahkan, telah beberapa kali, ia mentraktir Agung makan di warung langganan, uang hasil dari menarinya.

"Hebat kamu Nis!" puji Agung.

Ganis hanya tersenyum.

"Kamu sudah jadi penari terkenal. Setidaknya di desa kita dan di desa-desa sekitar. Gak lama lagi, kamu akan terkenal di seantero kabupaten," seloroh Agung yang mengundang gelak tawa keduanya.

"Jangan bermulut manis kamu Gung! aku tahu, kamu pengen kutraktir terus kan?" ledek Ganis.

"Itu sih iya tapi, apa yang aku bilang juga serius. Sekarang tuh ya, penampilanmu selalu ditunggu-tunggu."

"Hemm.. kalau begitu, seharusnya kamu bangga bisa jadi sahabatku."

"Tentu saja, bangga sekali aku. Itu tuh, Ari anaknya pak Lurah, udah mulai nanyain kamu ke aku. Dia tahu kalau kita dekat. Dikiranya kita pacaran tapi udah aku jelasin kok kalau kita ini cuma teman. Kayaknya sih, dia naksir kamu Nis."

"Mas Ari ya?"

"Iya."

Ganis hanya tersenyum, tanpa menanggapi lebih jauh.

"Eh Gung.."

"Apa?"

"Kamu pernah bilang kalau kamu ingin jadi penabuh gamelan, apa masih ada minatmu itu?"

"Masih, kenapa? kamu mau bantu?"

"Tentu saja aku mau bantu. Kalau kamu juga mau, aku bisa minta pak Wiryo (ketua sanggar) untuk menerimamu bekerja di sanggar."

"Serius kamu Nis?"

"Serius, kenapa? kamu meragukanku?"

"Bukan-bukan, aku sih malah senang kalau beneran bisa gabung sanggar itu. Sanggar Sekar Arum kan sudah sangat terkenal. Jobnya juga banyak, pundi-pundi uang tentu cepat melimpahnya," jawab Agung disusul tawa cekikikan.

"Dasar mata duitan!"

"Namanya juga manusia, mana ada coba yang gak suka duit?"

Sekali lagi, Agung tertawa.

"Baiklah, tunggu kabar dariku ya!"

"Iya Nis, makasih!"

"Di antara kita, gak perlu terima kasih Gung!"

"Iya-iya. Kita lanjutin makan Nis, habis gitu kuantar kamu pulang!"

"Iya Gung."

Keduanya pun menghabiskan makanan mereka.

...🍁 BERSAMBUNG...🍁...

...🍁🍁🍁...

Terpopuler

Comments

karissa 🧘🧘😑ditama

karissa 🧘🧘😑ditama

awal yg bgus,,pnlisan ny jga trtata,,apik lah pkok e thor,👍👍

2023-03-10

2

Shinta Teja

Shinta Teja

I'm coming,Thor...
dah ku favorit kan itu & akan kuberikan like di setiap episode nya...
kalau poin ku banyak,ku traktir segelas kopi ya,Thor... kalau gak ku kasih mawar merah aja...🤭😁🤣

2022-12-05

1

Ganuwa Gunawan

Ganuwa Gunawan

kacang rebus..ma koran
terus nonton layar tancep deh

2022-11-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!