KECEMBURUAN

Berita tentang Agung yang melihat penampakan menyebar dengan cepat. Semua kru sanggar mengkonfirmasinya. Agung membenarkan dan menceritakan cerita yang sama. Sangat berhati-hati agar tidak keceplosan menceritakan tentang sesajen yang pak Wiryo siapkan selama ini. Sama dengan yang lainnya, Ganis pun menanyai Agung. Merasa penasaran juga dengan berita yang berkembang.

"Jadi benar Gung?" tanya Ganis.

"Iya benar."

"Ngeri juga ya? untung saja aku sudah pulang."

"He'em. Eh Nih, kamu sudah resmi pacaran sama Ari, anaknya pak Lurah?"

Ganis tersenyum.

"Iya, sudah."

"Hemm.."

"Tenang saja, aku tidak akan melupakan sahabatku. Nanti akan aku traktir kamu."

Agung langsung mengiyakan lalu segera merubah ekspresi wajah senangnya menjadi cemberut.

"Loh, kok cemberut gitu? kenapa Gung? Ah, aku tahu, kamu belum terbiasa dengan statusku yang sudah punya pacar ya? tenang saja, kita tetap bisa seperti biasa walau pun mungkin akan sedikit terbagi dengan mas Ari," jawab Ganis cekikikan.

Agung mendengus.

"Iya-iya aku paham. Aku juga mau cari pacar ah biar sama," ucap Agung.

"Wah-wah-wah ide bagus itu. Nanti, kita bisa double date Gung."

"Terserah kamu lah."

"Eh, jangan ngambek!"

"Enggak."

"Bohong!"

"Enggak kok."

"Ya sudah gini deh, aku traktir makan sekarang saja!"

"Oke! let's go!" jawab Agung dengan cepat.

"Eh.. kamu.. hahaha!"

Keduanya pun tertawa seraya bangkit menuju rumah makan langganan mereka.

...🍁🍁🍁...

Malam harinya, mas Ari berkunjung ke rumah Ganis. Mereka mengobrol di teras rumah sembari menikmati ubi rebus dan kacang tanah rebus. Tampaknya, keduanya benar-benar tengah dimabuk asmara. Dalam seminggu, bisa lima kali mereka bertemu. Bahkan, mas Ari seolah tak mampu berjauhan dengan Ganis barang hanya sehari. Ia juga sempat menyinggung perihal pertunangan. Mas Ari ingin cepat-cepat meresmikan hubungan ke jenjang yang lebih serius lagi. Ganis tentu merasa senang tapi, ia belum menyetujui keinginan mas Ari. Ganis menilai kalau semuanya terlalu cepat. Ia ingin, mas Ari menunggunya lebih lama lagi agar keduanya dapat saling mengenal lebih dalam. Selain itu, ia juga ingin membangun kesan yang baik dulu untuk kedua keluarga sebelum benar-benar masuk menjadi menantu. Mendengar alasan Ganis, mas Ari tidak bisa mendebatnya lagi. Ganis tersenyum sebelum kemudian, tiba-tiba diam, membuat mas Ari bertanya-tanya:

"Ada apa? kenapa tiba-tiba kamu diam?"

"Emm.. maaf mas! sebenarnya, ada sebuah tarian yang ingin aku tunjukan ke kamu. Apa kamu bersedia untuk melihatnya?"

"Tentu saja, kamu terlihat sangat cantik ketika menari, lakukanlah!"

Ganis tersipu seraya berdiri dan mulai menari. Ganis menunjukkan tarian ombak banyu yang sebelumnya, pernah ia tunjukkan kepada Agung. Ia menari dengan sangat khusuk seolah tiada siapa pun yang bisa mengganggu. Meski tanpa musik yang mengiringi, Ganis terlihat begitu menikmati. Setiap gerakan yang kurang lebih sama, ia lakukan dengan sangat perlahan. Ari pun hanya bisa diam menyaksikan betapa anggun kekasihnya itu.

Kurang lebih, setengah jam kemudian, Ganis selesai menari. Mas Ari lantas menuangkan teh hangat di gelas lalu mengulurkannya kepada Ganis.

"Minum dulu!" pintanya.

Ganis mengangguk seraya menerima uluran gelas teh hangat dari kekasihnya.

"Terima kasih!" ucap Ganis.

"Capek ya?"

"Enggak kok."

"Tarian kamu anggun sekali, lembut sekali, tarian apa itu?"

"Ombak banyu."

"Oh.. ombak banyu, pantas saja seperti itu. Bagus-bagus! pacar aku selalu memikat saat menari!"

Ganis mengulas senyum nan manis.

...🍁🍁🍁...

Hari demi hari pun berlalu seiring kian tenarnya nama Ganis dikalangan masyarakat. Jadwalnya semakin padat terutama di bulan-bulan yang memang banyak orang yang menggelar hajatan. Namun, hal baik ini memicu kecemburuan dari para penari yang lain. Salah satunya Ratih, rasanya hanya dia yang begitu berani menghardik Ganis saat para penari lain hanya berani menggunjing. Ratih tersenyum sinis melihat Ganis yang tengah memperbaiki selendangnya.

"Tunggu saja!" ucap Ratih di dalam hati.

"Emm.. kenapa ini?" gumam Ganis sembari menggaruk pipi kanannya.

Rasa gatal di pipi kanan Ganis, lekas disusul gatal juga pada area-area yang lain hingga seluruh wajahnya merasakan gatal yang teramat sangat. Tangannya tak henti menggaruk. Rasa gatalnya sungguh tidak tertahan.

"Kamu kenapa Nis?" tanya Agung seraya menghampiri sahabatnya.

"Gak tahu Gung, tiba-tiba gatal wajahku."

"Jangan digaruk terus! bisa luka nanti. Kamu mau tampil loh."

"Gak bisa Gung, gatal sekali ini. Rasanya, tidak tahan kalau tidak menggaruknya."

"Kamu habis makan apa memangnya?"

"Makan? apa ini karena makanan?" tanya balik Ganis sembari terus menggaruk wajahnya.

"Itu hanya dugaan sih tapi biasanya kan ada yang begitu. Gatalmu tiba-tiba datang, bisa jadi karena alergi makanan."

"Emm.. makanan apa ya? aku.. hemm. enggak deh, makananku normal-normal saja kok."

"Coba diingat lagi! siapa yang punya obat gatal ya di sini?"

"Gak ada apotik buka juga di sekitar sini."

"Gak ada Nis, kalau oun ada juga gak bakal sempat."

"Emm.. iya."

...Deg.....

Sepersekian detik kemudian, Ganis membulat sebab teringat akan sesuatu.

"Ada apa Nis?"

"Make up Gung, pasti ada yang salah dengan make up yang aku gunakan."

"Oh benar-benar, coba tanya ke penari lain dulu!"

Agung lekas mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Ia memandangi wajah para penari dan para sinden di sana. Namun, semua terlihat baik-baik saja. Tidak ada yang merasakan gatal seperi yang Ganis rasakan.

"Nis.. sepertinya, yang lain baik-baik saja."

"Hah?"

"Coba kamu perhatikan!"

Ganis melakukan perintah Agung dan barulah ia mengerti kalau ada seseorang atau mungkin beberapa orang yang telah dengan sengaja melakukan hal ini kepadanya.

"Aku mengerti sekarang," gumam Ganis.

"Apa Nis?"

"Ada yang mengerjaiku dengan sengaja."

"Hah? siapa?"

"Aku akan mengetahuinya segera."

"Nis.."

Belum sempat, Agung menyelesaikan ucapannya. Pak Wiryo datang, meminta para penabuh gamelan, sinden dan para penari untuk naik ke atas panggung sebab, acara akan dimulai. Ganis segera menghampiri pak Wiryo seraya menunjukkan wajahnya.

"Ini pasti disengaja pak. Pak Wiryo lihat para penari dan para sinden yang lain! tidak ada yang mengalami gatal seperti saya. Padahal, make up yang kami gunakan, sama."

"Jadi, kamu menuduh kami yang mengerjaimu Nis?" timpal salah seorang sinden dengan nada meninggi.

"Aku tidak tahu, pasti ada di antara kalian pelakunya."

"Jangan sembarangan menuduh kamu Nis! bisa saja karena kulitmu yang sensitif hingga gatal seperti itu. Jangan menyalahkan kami atas apa yang tidak kami lakukan!" sahut sinden yang lain.

"Benar! jika wajahmu rusak, itu kesialanmu sendiri."

Satu persatu sinden dan penari menimpali ucapan Ganis hingga suasana menjadi riuh seketika. Pak Wiryo sendiri sebenarnya mengerti dan mempercayai ucapan Ganis. Namun, ia harus tetap melaksanakan tugasnya dengan baik. Uang pembayaran telah dibayar lunas maka, penampilan prima pun harus diberikan. Alhasil, pak Wiryo meminta Ganis untuk beristirahat saja malam itu dan tidak perlu tampil dulu.

"Saya harap, kamu bisa mengerti," ucap pak Wiryo.

Dengan berat hati, Ganis pun mengiyakan. Semua kru berjalan naik ke atas panggung hingga tinggallah Ganis sendiri.

"Nis.." panggil Agung sebelum ia naik.

"Gak apa-apa Gung, buruan naik gih!"

"Kamu.."

"Udah sana!"

Agung menghela napas sembari menunjukkan raut sedih.

"Buruan naik!" pinta Ganis lagi.

"Iya."

...🍁 Bersambung ... 🍁...

Terpopuler

Comments

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

sepertinya ada "sesuatu" dengan tarian ombak banyu 😳😳

2022-10-27

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!