PEMAKAN SESAJEN

Seperti biasa, pak Wiryo meletakkan beberapa sesajen di beberapa sudut sanggar. Agung melihatnya sekilas lalu bergegas membantu para kru untuk mengangkut gamelan sebab malam itu, mereka hendak melakukan pertunjukan. Sama seperti sebelum-sebelumnya, pertunjukan berjalan dengan lancar. Sedari pembukaan hingga penutupan. Usai acara, semua kru pun kembali sibuk mengemasi barang-barang untuk dikembalikan lagi ke sanggar. Sementara Ganis, ia pulang lebih dulu dengan kekasihnya, mas Ari. Setelah segala urusan di sanggar selesai. Agung duduk sejenak, mengatur napas lalu meneguk air mineral.

..."Ting.. ting.. klunting.. srekk.. srekk.."...

Agung celingukan mendengar suara seperti benda yang saling berdenting. Selain itu, ada juga suara orang yang berjalan. Agung pikir, masih ada kru lain yang sibuk mengangkat barang-barang. Namun, setelah ia perhatikan, semua kru yang tersisa sedang duduk dan tidak ada yang beraktifitas. Agung mengerutkan dahi seraya mengabaikan.

..."Ting.. Ting.. Krusekk... Krusekk.."...

Sekali lagi, Agung mendengar suara serupa. Akhirnya, ia bangkit seraya menajamkan pendengaran untuk mencari sumber suara berasal.

..."Ting.. Ting.."...

Suara itu masih terdengar, seolah memandu Agung untuk menemukan lokasinya. Agung celingukan dan mengendap-endap. Di sana, di sudut gelap sanggar, ia melihat bayangan beberapa orang sedang duduk di atas tanah. Sanggar di malam hari memang tak semua sisinya terang. Lampu halaman yang paling terang hanya diletakkan di depan. Bagian sisi yang lain hanya remang-remang. Bahkan, sering kali tanpa diberikan penerangan.

Agung bergeser sedikit, mencari posisi yang lebih pas agar bisa melihat dengan jelas. Barulah setelah itu, ia dapat melihat semuanya. Ada sekitar lima orang yang sedang duduk di atas tanah. Hanya saja, Agung tidak bisa melihat, apa yang sedang mereka lakukan? dalam hati ingin menyapa tapi, sudut hati yang lain melarang.

"Jangan!"

Seolah ada yang melarang dengan keras agar Agung tidak menyapa mereka.

"Pergi Gung! balik badan dan menjauhlah!"

Sekali lagi, batinnya memerintahkan untuk Agung tak ikut campur tentang apa pun yang kelima orang tersebut lakukan. Agung menghela napas seraya membalikkan badan. Namun, baru selangkah ia berjalan. Rasa penasaran meronta dalam dada. Agung kembali berbalik arah seraya mencari celah agar bisa melihat jelas perihal apa yang kelima orang tadi lakukan.

"Ngapain sih di gelap-gelapan begini? siapa juga mereka? apa pak Wiryo meminta mereka melakukan sesuatu?"

Otak Agung dipenuhi tanda tanya hingga saat ia melihat kalau kelima orang itu sedang memakan sesuatu.

"Astaghfirulloh! itu.. sesajen," pekik Agung di dalam hati.

Ternyata kelima orang atau lebih tepatnya, kelima sosok itu tengah memakan sesajen yang tadi disiapkan oleh pak Wiryo. Ke lima sosok itu memiliki bentuk yang berbeda-beda. Ada yang bertubuh pendek dan ada juga yang bertubuh tinggi. Bertubuh hitam legam dengan kelopak mata yang tidak simetris antara sisi kanan dan sisi kirinya. Pada awalnya, ada sedikit perasaan positif yang berusaha Agung bangun. Agung meyakinkan dirinya kalau kelima sosok itu adalah manusia, seperti dirinya. Namun, ketika semakin lama ia amati. Ia menjadi yakin kalau kelima sosok bukan manusia. Sejak ia sadar, Agung memilih untuk mundur perlahan seraya berjalan menjauh dari sana.

Sialnya, tanpa sengaja Agung melihat penampakan yang lainnya. Ada sosok lain yang juga terlihat tengah memakan sesajen. Pocong, itulah yang Agung lihat di sisi bagian sanggar yang lain. Pak Wiryo memang meletakkan beberapa sesajen di beberapa titik sanggarnya. Hanya saja, Agung tidak menyangka kalau ia akan melihat penampakan dengan mata kepalanya sendiri. Agung hanya bisa membulat dalam diam. Meski ketakutan telah sampai ke ubun-ubun. Namun, kakinya tidak bisa digerakkan. Mulutnya pun terkunci rapat. Ia hanya bisa menelan ludahnya sembari terus melotot melihat beberapa pocong yang sedang memakan sesajen yang telah pak Wiryo sajikan.

"Ya Alloh! badanku kaku. Ini.. mereka.. setan.. pocong.. ya Alloh!" teriak Agung di dalam hatinya.

Sepersekian detik kemudian, tubuhnya bisa digerakkan. Agung terhenyak sesaat lalu bergegas menuju motornya hendak pergi dari sana.

"Pulang kamu Gung?" tanya salah satu kru sanggar.

"Iya mas, mari semua! saya pulang dulu ya?"

"Iya hati-hati."

Agung berjalan lurus menuju motornya seraya berusaha menyalakan mesinnya. Tangannya bergetar hebat hingga membuat kunci motor terlepas dari genggamannya. Ketika Agung berjongkok untuk mengambil kuncinya, ia melihat sebuah kain putih di depannya. Perlahan Agung menggeser pandangannya hingga ke atas dan seketika itu juga ia terhenyak. Reflek, ia mundur dan berteriak membuat para kru yang berada di dalam sanggar bertanya-tanya.

"Ada apa Gung?"

"Kenapa kamu?"

Agung bengong, ekspresi wajahnya jelas menunjukkan kalau ada yang tidak beres. Beberapa kru menghampirinya seraya berusaha menenangkannya.

"Hei, kenapa? ayo-ayo masuk dulu! tenangin diri dulu!"

"Hemm.. enggak-enggak, saya pulang saja!" tolak Agung.

"Dengan keadaan begini? jangan! udah-udah, tenang ya! kita pulang bareng-bareng nanti!"

"Emm..."

"Ayo!"

"Iya."

Agung pun menurut, ia berjalan masuk ke dalam sanggar dan cercaan pertanyaan pun segera dilontarkan padanya. Agung bingung hendak menjawab yang sebenarnya ataukah tidak. Hal ini berkaitan dengan sesajen yang selalu pak Wiryo siapkan. Ada pun penampakan yang ia lihat, belum tentu bisa dilihat oleh yang lainnya. Dia khawatir kalau berkata jujur malah membuatnya dinilai buruk. Dianggap sengaja ingin menjelekkan pak Wiryo. Padahal, Agung bekerja dan mendapatkan honor dari pak Wiryo. Rasanya, kurang pantas saja jika ia mengatakan kejadian yang sebenarnya. Bisa menjadi bumerang untuk dirinya sendiri.

"Gung.. kenapa diam? ada apa sebenarnya?"

"Oh.. ini, saya takut mas kalau cerita di sini," jawab Agung lirih sembari mengarahkan pandangannya ke sekeliling.

Melihat gerak-gerik Agung, para kru yang lain lekas mengerti kalau Agung telah melihat sesuatu yang tak seharusnya ia lihat.

"Baiklah, kami mengerti. Kalau begitu, kita semua pulang saja! jangan ada yang masih tinggal! kita pulang sama-sama!"

"Iya."

"Gung.."

"Iya mas?"

"Tentang apa yang terjadi barusan, kamu ceritakan lewat WhatsApp saja ya! penasaran."

"Iya mas iya."

"Ya sudah ayo, kamu jangan takut!"

Agung menganggukkan kepalanya sembari berjalan di tengah. Sebelum motornya benar-benar meninggalkan area sanggar, Agung sempat menoleh ke belakang. Meski takut, ia pun juga penasaran. Ternyata, sosok-sosok hitam beserta pocong yang tadi ia lihat, kini telah menghilang.

"Alhamdulillah!"

Agung menghela napas panjang seraya menambah kecepatan laju motornya. Di rumah, barulah ia menceritakan tentang apa yang ia lihat kepada mas Bahrul, salah satu kru sanggar. Namun, tidak semuanya ia ceritakan. Agung mengatakan kalau ia melihat beberapa penampakan saat berada di sanggar tadi tapi, ia sama sekali tidak menyinggung perihal yang dilakukan para sosok itu terhadap sesajen yang pak Wiryo siapkan. Dengan begini, Agung tidak berbohong sekaligus tidak menjelekkan bosnya. Terlepas dari semuanya, Agung masih merasakan kengerian meski sekarang, ia telah berada di tempat paling aman baginya yaitu rumahnya.

...🍁 Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

Mimik Pribadi

Mimik Pribadi

Yng lain selama ini gak pernah liat kejadian seperti apa yng Agung liatkah????

2024-01-07

1

roez_dha

roez_dha

NT aku perbaharui,, masa ga ada tombol like & favorit nya...maap kak otor bukan ga like,, tp gak ada...tiap paragrap sambung menyambung gitu 🙏

2022-10-26

4

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

kru yg lain juga kek nya ngerti deh soal ritual2 dan keberadaan astral di sanggar

2022-10-26

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!