OMBAK BANYU

"Wah, mie instanku terlalu matang. Sengaja kamu ya?" gerutu Agung tak terima.

"Mana ada aku sengaja, punyaku juga sama," kilah Ganis.

Hari itu, Ganis berkunjung ke rumah Agung lalu memasak mie instan untuk keduanya. Bukan berarti tidak ada makanan di rumah. Namun, Agung dan Ganis sedang ingin saja makan mie instan. Terlebih saat keduanya melihat bu Saroh (ibu Agung) baru saja memanen sawi hijau dari kebun belakang rumah. Akan menjadi paduan yang pas untuk menemani mie instan dan telur ceploknya.

"Eh Nis, ada yang mau aku tanyain."

"Tanya ya tinggal tanya, mau tanya apa?"

"Kemarin, di pertunjukan terakhir, aku lihat kamu komat-kamit sebelum tampil. Baca apa sih kamu?"

"Oh itu.., lihat apa lagi kamu?"

"Hemm... cuma itu, memangnya kamu ngapain lagi?"

"Bukan aku, maksudku para penari yang lain."

"Oh mereka, emm.. macam-macam. Ada yang nyalain dupa, ada yang menabur kemenyan dan ada juga yang makan kembang."

Ganis sedikit memanyunkan bibir disusul senyum segaris.

"Menurutmu, mereka itu ngapain?" tanya Ganis.

"Kalau gak salah tebak, semacam ritual gitu gak sih, sama seperti yang pak Wiryo biasa lakukan di Sanggar?"

"Ritual ya?"

"Iya."

"Benar sekali, semua orang sedang melakukan ritualnya sendiri-sendiri agar semuanya berjalan sesuai yang diharapkan."

"Lalu apa yang kamu baca waktu itu?"

Ganis menghentikan agenda makannya seraya menatap Agung lekat-lekat kemudian menjawab dengan nada pelan tapi penuh penekanan.

"Mantra.."

"Hah?"

Agung mengernyit.

"Mantra apa? jampi-jampi dari dukun ya?"

Ganis tertawa lebar.

"Serius ini Nis, kamu jangan macam-macam ya! kerja yang benar! biasa-biasa saja, pakai cara yang normal. Jangan sampai pakai yang begituan!"

Ganis cekikikan.

"Aduh Agung! iya-iya, aku tuh berdoa tahu? jangan mikir terlalu jauh! kemarin itu, aku komat-kamit baca doa."

"Beneran?"

"Bener lah," jawab Ganis meyakinkan.

Agung menghela napas panjang lalu memasukkan segulung mie ke dalam mulutnya.

"Maaf Gung! aku bohong," ucap Ganis di dalam hati.

Sesuap dua suap mie telah memasuki kerongkongan dan meluncur bebas menuju lambung. Rasa kenyang pun mulai melambai, memberi kode kepada otak untuk berhenti makan.

"Alhamdulillah! kenyang," ucap Agung.

..."Grradakk.."...

Suara kursi yang digeser tiba-tiba mengejutkan Agung. Sungguh aneh, tidak ada angin, tidak ada hujan, Ganis berdiri kemudian langsung menari. Agung hanya bisa menatap heran pada sahabatnya tersebut.

"Kamu ini kenapa Nis? tiba-tiba berdiri dan langsung menari. Ngagetin aku saja."

Ganis hanya mengulas senyum.

"Lah, terserah lah."

Agung melanjutkan makan camilan snack ringan sembari memperhatikan sahabatnya yang tengah menari. Anehnya, Ganis menari begitu pelan. Nyaris tak ada gerakan lain selain mengayunkan tubuh ke kiri dan ke kanan. Sungguh pelan bagaikan gerakan film yang sengaja dibuat slow motion.

"Nari apa sih kamu?"

Ganis kembali tersenyum.

"Tumben-tumbenan latihan? kenapa gak di sanggar saja sih latihannya?"

Berapa kali pun Agung bertanya, Ganis tidak memberi jawaban kecuali hanya sebuah senyuman.

"Kenapa diam saja?"

Agung mulai menggerutu tapi, sepersekian detik kemudian ia diam. Agung pikir, Ganis membutuhkan konsentrasi ekstra untuk memainkan tarian yang terlihat aneh baginya.

"Hemm.. mungkin ini jenis tarian baru dan Ganis sedang berusaha menghafal gerakannya," benak Agung yang kemudian memilih diam untuk memberikan ruang penuh, agar Ganis dapat berkonsentrasi pada tariannya. Sekitar setengah jam kemudian, Ganis berhenti, kembali duduk lalu meminum air di gelasnya. Agung hanya menatap temannya sembari memanyunkan bibir.

"Apa? kayak gak pernah lihat aku menari saja."

"Bukannya gak pernah tapi tarian apa yang tadi kamu lakukan dan kenapa tiba-tiba ingin menari?"

"Itu namanya tarian ombak banyu."

"Ombak banyu... oh, iya-iya. Pantesan kamu cuma bergerak pelan ke kanan ke kiri. Filosofinya ngikutin air ya?"

Ganis menganggukkan kepala seraya menyruput kuah mie instan yang sedari tadi belum sempat ia nikmati.

"Acchhh.. mie instan selalu mantap!" seru Ganis.

Agung nyengir melihat tingkah sahabatnya.

...🍁🍁🍁...

Di rumah, Ganis kembali memikirkan perihal percakapannya dengan Agung sembari mengeluarkan sebuah gelang yang merupakan jimat keberuntungan. Selain itu, ada sebuah susuk pengasihan yang disematkan di antara kedua alis matanya agar siapa pun merasa tertarik padanya. Susuk itu tentu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Hanya orang-orang tertentu saja yang dapat melihatnya.

Ganis tahu betul kalau Agung akan menentang pilihannya untuk menggunakan susuk. Karena itulah, ia bertindak diam-diam. Baginya, hal semacam ini sangatlah lumrah. Buktinya, semua penari dan para sinden juga melakukan hal yang serupa. Hanya saja, siapa yang paling kuat di antara semuanya. Untuk saat ini, Ganis lah yang paling dominan.

...🍁🍁🍁...

"Assalamualaikum!"

"Waalaikumsalam, ini.."

"Saya Ari buk, anaknya pak Lurah."

"Oh, ada apa ya?"

"Emm.. Ganisnya ada buk?"

"Owalah nyari Ganis?"

"Iya," jawab mas Ari sambil nyengir.

"Ada kok, silahkan masuk!"

"Terima kasih!"

"Tunggu ya, ibuk panggilkan dulu!"

"Iya buk."

Seperti yang telah disepakati, Ari mengajak Ganis untuk malam mingguan berdua. Mereka pergi ke sebuah kedai makan dengan konsep semi outdoor. Tempat para muda-mudi menghabiskan malam minggu mereka. Semacam cafe tapi dalam versi yang lebih sederhana. Entah apa nama yang pas untuk menyebutnya. Di sana jugalah mas Ari akhirnya mengutarakan perasaannya dan meminta Ganis untuk menjadi kekasihnya. Ganis benar-benar dibuat tersipu sekaligus merasa sangat senang.

"Bagaimana Ganis, apa kamu bersedia menjadi kekasihku?" tanya mas Ari memperjelas.

Ganis hanya tersenyum sembari mengangguk pelan. Sontak mas Ari melempar tinju ke udara, luapan kebahagiaan.

"Yesss!!!" serunya.

"Jadi, mulai hari ini kita resmi jadian?"

"Iya mas," jawab Ganis dengan wajah yang memerah.

"Senang sekali rasanya, makasih ya!"

"Ganis yang harusnya berterima kasih. Mas Ari ini kan.. anak orang terpandang dan banyak sekali gadis yang naksir. Ganis merasa tersanjung bisa disukai mas Ari."

"Ah tidak-tidak, kamu salah Ganis. Kamu terlalu merendah, lihat dirimu! kamu itu cantik dan sangat lembut. Aku yang merasa beruntung bisa memiliki hatimu."

Hari yang sangat indah untuk keduanya. Bintang dan rembulan menjadi saksi bersatunya cinta mereka. Seolah bumi hanya milik berdua. Sungguh indah, kisah kasih di masa muda. Meski pun belum bisa dipastikan, akankah kisah itu akan bertahan selamanya atau kah malah kandas di tengah jalan? setidaknya, hari ini mereka bahagia. Perihal esok, siapa yang tahu sebelum menjalaninya.

...🍁🍁🍁...

Jantung Ganis masih berdegup dengan kencang meski kini, ia sudah berada di kamarnya lagi. Rasanya, hormon dopamin (hormon bahagia) enggan memudar dalam diri. Kata demi kata yang mas Ari ucapkan pun terus terngiang dalam sanubari. Meski bukan jatuh cinta yang pertama kali. Namun, akan selalu memberikan sensasi yang begitu sejuk di dalam hati.

...🍁 Bersambung... 🍁...

Terpopuler

Comments

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

⍣⃝ꉣꉣAndini Andana

Ganis menari diluar kendali dia mungkin, makanya diam aja 😱

2022-10-26

4

Rinisa

Rinisa

Next Read....🤗

2022-10-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!