Housemates
...Happy Reading...
...________________...
"Cari siapa?"
Arwen terlonjak kaget, lalu menarik tangannya yang sejak tadi meraba-raba pagar di depan sebuah rumah besar. Seorang cowok tampan dan tinggi berdiri di belakangnya dengan dua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana. Dari penampilannya sih, dia seperti mahasiswa.
"Eh, anu... Ini mas, saya lagi nyari bel pagarnya kok nggak ada ya?"
Cowok itu menyipitkan mata, lalu meneliti setiap jengkal gadis di hadapannya. Arwen yang merasa diperhatikan menjadi agak malu, apalagi saat itu dia hanya memakai kaos longgar dan celana trining. Ditambah sepatu butut yang cuma dipakai secara asal. Cowok itu lalu melirik koper besar yang ditentengnya. Mungkin dia berpikir cewek ini kabur dari rumah, apalagi saat itu hari memang sudah cukup malam.
"Oh, kamu penghuni baru ya?"
"Eh iya mas, ngomong-ngomong masnya tinggal di sini?"
Cowok itu mengangguk seraya tangannya mendorong pintu pagar yang terbuat dari kayu.
"Gih masuk!"
Lah ternyata nggak dikunci! Batin Arwen.
Hal pertama yang dilihat Arwen adalah halaman dan kebun yang tidak terlalu luas, tapi terlihat sangat rapi dan bersih. Di belakangnya berdiri sebuah rumah besar bercat putih dengan teras yang lumayan luas. Ini adalah sebuah rumah kos baru yang akan ia tinggali sekarang.
Sudah satu minggu lebih Arwen kelabakan mencari kos atau kontrakan baru di dekat sekolahnya. Karena tempat kos yang sebelumnya ia tempati sudah sering terjadi hal ganjil yang sering mengganggu. Lalu tiba-tiba saja Tante Rani, adik sang mama merekomendasikan untuk menempati salah satu kamar di kos miliknya.
Awalnya Arwen ragu karena kos ini berisi para kakak-kakak mahasiswa, sedangkan dia masih anak sekolahan. Tapi karena tidak ada pilihan lain akhirnya Arwen menerima tawaran itu. Dan dia rela pindah malam-malam agar cepat pergi dari kos lamanya.
"Mas ngekos di sini juga?" Arwen mengamati cowok di sampingnya. Dengan model dan tampang seperti itu dia yakin pasti banyak yang naksir.
"Manggilnya jangan mas dong."
"Iya deh kakak. Kak siapa?"
"Erlan."
"Kak Erlan udah lama kos di sini?"
"Udah mau 2 tahun. Kamu sendiri tau darimana kos ini?"
"Dari tante Rani."
"Tante? Maksudnya kamu ponakan Tante Rani?" Erlan bertanya sembari menegaskan bahwa sebutan Tante seolah bukan panggilan saja. Arwen langsung mengangguk mantap.
"Pantes cantik!"
"Woi kampret! Lama banget sih... "
Tiba-tiba terdengar suara nyaring seorang cowok yang berdiri di teras rumah. Cowok itu langsung menyongsong dua orang yang masih berada di halaman.
"Berisik!" tukas Erlan.
"Mana titipan mie ayam gue?" sergah cowok itu, masih belum sadar kalau ada orang lain di sebelah Erlan.
"Mie ayam apaan?"
"Dihhh.. Jangan kura-kura deh. Gue-kan udah WA tadi, nitip mie ayam."
"Nggak dagang!"
"Hah, trus kok nggak bilang?"
"Mending liat dulu hapenya, gue udah WA nggak dagang, lu aja yang ngga baca-baca. "
Cowok dengan rambut grey itu langsung memeriksa ponselnya. Benar saja, karena asyik bermain game, dia tidak melihat pesan dari Erlan. Cowok itu seketika langsung mengerang sambil mengelus-elus perutnya yang kerempeng.
"Sial, mana laper banget gue."
"Kan di rumah ada mie instan."
"Si Mira pelit. Diumpetin mulu!" gerutunya. Sampai saat itu dia baru sadar kalau sejak tadi Arwen ada di sana. Matanya melotot nyaris keluar karena melihat sosok asing yang cantik. Dia mengamati Arwen dengan seksama lalu melirik koper yang dibawanya.
"Lu bawa kabur anak orang Lan?"
Erlan langsung menoyor kepalanya. "Sembarangan kalo ngomong. Ini... Eh siapa namanya?"
Sejenak Erlan lupa kalo sejak tadi mereka belum berkenalan secara resmi.
"Arwen kak."
"Iya Arwen, anak kos baru."
"Serius?" Cowok itu kembali melotot sambil mengusap-usap telapak tangannya pada baju. "Kenalin gue Banu, cowok paling tampan di rumah ini."
Arwen menyambut uluran tangan cowok bernama Banu itu seraya tersenyum kecut. Sepertinya ia akan bertemu dengan bermacam-macam karakter manusia dalam rumah ini.
*****
"Arwen!"
Suara seorang cewek terdengar melengking dari arah pintu masuk. Cewek cantik berambut hitam panjang langsung lari menubruk Arwen. Tentu saja Arwen tahu siapa itu.
"Kak Mira?"
"Kok kamu ngga bilang kalo pindah sekarang? Mana malem-malem lagi," tukasnya setelah pelukannya dilepaskan.
"Iya kak soalnya buru-buru."
"Kok udah kenal aja Mir?" sahut Banu.
"Iyalah, dia sepupu gue ponakannya Tante Rani. Awas lu macem-macem," sergah Mira sambil menunjukkan bogemnya tepat di depan wajah Banu.
"Pantesan cakep."
"Emang lu, burik!"
"Burik gini juga lu demen kan?"
"NEHI! Bawain tuh koper Arwen!"
Arwen kemudian mengikuti Mira masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Erlan dan Banu yang menggerutu sambil menarik koper milik Arwen. Pemandangan pertama yang Arwen lihat adalah ruang tamu bercat hijau cokelat bernuansa alam, tampak teduh dan sangat nyaman. Ditambah terdapat beberapa tanaman pot di dalamnya, membuat hawa dalam ruangan itu sejuk dan tidak panas.
Lalu di sebelahnya terdapat ruang santai tanpa sekat. Televisi besar dan juga berbagai jenis playstation terlihat di sana. Dua orang cowok tampak sedang asyik bermain PS.
Mira lalu menarik Arwen menuju ruangan lain yang ternyata adalah dapur. Arwen terkesiap melihat dapur rapi dan bersih yang bisa dikatakan luas dengan nuansa yang sama seperti ruang tamu. Meja makan panjang dan besar terletak di sebelah pantry. Hal itu mengimbangi jumlah penghuni di rumah ini yang memang cukup banyak.
"Duduk Wen!"
Arwen menarik salah satu kursi yang terletak di depan meja dapur. Ternyata enak banget nongkrong di sini. Mira ikut duduk di sebelahnya, sedangkan Erlan yang sejak tadi mengikuti langsung menuju kulkas dan menuangkan air putih ke dalam gelas. Ia menenggaknya dengan segera.
"Mau minum apa?" tanyanya pada Arwen.
"Air putih aja kak biar gampang."
Erlan mengangguk dan langsung meletakkan segelas besar air putih di hadapan gadis itu.
"Tumben nggak bareng Regan sama Jefri?" Mira mengekori cowok tersebut yang masih berdiri di depan kulkas. Tangannya kini sibuk mencari cemilan, lalu mengeluarkan sekeranjang buah dan mengambil sebutir apel.
"Nggak. Lagian Jefri juga lagi main ke rumah temennya, kalo Regan udah pasti lagi pacaran. Gue ke atas dulu ya," lanjutnya yang langsung disambut anggukan oleh Mira. Arwen membalasnya dengan ucapan terima kasih.
"Berapa orang kak yang kos di sini? Rame banget kayaknya."
"Delapan belas orang."
"Hah.. Sebanyak itu?"
"Ini aja belum ngumpul semua. Kamu lihat aja manusia model kayak Banu, satu aja begitu, bayangin aja ada lima."
Arwen langsung tertawa sekaligus membayangkan betapa kacaunya jika mereka semua berkumpul. Banu yang rupanya mendengar percakapan itu tiba-tiba saja menyembulkan kepalanya di pintu dan langsung merongrong Mira meminta mie instan.
Mira mendelik sewot. "Apa sih lo ganggu aja. Tau nggak, persediaan indomie kita tuh menipis gara-gara lo pada kalo makan ngga pake otak."
"Dih.. gue mah makan pake mulut masa pake otak."
"Bodo!"
Setelah saling adu argumen selama lima menit, Mira akhirnya menyerah dan melempar kunci lemari dapur pada Banu. Yang seketika membuat cowok itu menari bahagia bersama dua cowok lain yang baru masuk ke dalam dapur.
Salah satu dari mereka adalah cowok jangkung yang tadi bermain Ps, namanya Latif. Wajahnya manis, tapi anaknya narsis. Bahkan tingkat kenarsisannya lebih parah dari Banu. Baru melihat Arwen dia sudah memberikan gombalan yang membuat gadis itu harus menahan mual. Dan ternyata mereka satu angkatan, Latif masih duduk di bangku sekolah sama seperti Arwen.
Cowok yang satu lagi tampaknya lebih dewasa dari semua cowok yang ada di dalam ruangan itu. Pembawaanya kalem dan juga tidak banyak bicara. Wajahnya biasa saja, namun sebuah aura lain membuat sosoknya terlihat berkharisma dan juga disegani. Namanya Jais, salah satu penghuni di kos ini yang sudah cukup lama bertahan. Ia menyambut Arwen dengan gaya ramah dan sopan.
Setelah pengenalan dengan beberapa penghuni kos, Mira langsung menyuruh Arwen untuk segera naik ke kamarnya setelah gadis itu selesai menyantap semangkuk indomie soto dengan telur yang hancur berkeping-keping buatan Banu.
"Yaudah mending kamu istirahat aja sekarang, besok-kan sekolah. Kamu nggak usah canggung atau malu karena banyak mahasiswa yang kos di sini. Selain Latif, masih ada Hafiz sama Mark yang satu angkatan sama kamu."
"Iya makasih kak. Ngomong-ngomong kamarku nomer berapa?"
"Nomer 13."
Arwen langsung manyun. "Nggak di sini nggak di sana dapetnya angka sial terus."
"Itu cuma angka, Wen. Di sini nggak ada yang aneh-aneh kayak gitu, soalnya udah banyak yang lebih aneh daripada hantu." Mira menimpali sambil melirik pada Banu dan Latif yang sedang sibuk bertengkar hanya karena masalah telur yang hancur.
"Hahaha.. Iya juga."
Beberapa menit kemudian Arwen sudah berdiri di depan kamarnya yang berada di lantai dua. Akhirnya dia bisa sampai disitu setelah puluhan kali menolak tawaran Latif yang ingin mengantarnya ke atas. Dia melirik sebentar ke arah kamar-kamar di sebelahnya, totalnya ada sepuluh kamar yang berada di lantai dua. Arwen acuh, dia sendiri kesal kenapa harus kebagian kamar nomor 13. Semoga saja tidak ada hal aneh yang muncul, karena nomor ini biasanya suka membawa sial.
"Baru ya?"
Arwen terpekik pelan sampai kunci kamarnya terjatuh. Dia menoleh dan menemukan suara itu pada seorang cowok yang tepat berada di belakangnya. Seorang cowok tinggi berkulit sawo matang dengan wajah yang bisa dibilang manis banget. Dia tersenyum sambil meraih kunci Arwen yang terjatuh dan sekaligus membukakan pintunya.
"Eh, makasih kak." Arwen membungkuk sedikit, sedangkan cowok itu hanya tersenyum, lalu menghilang dibalik pintu yang tepat berada di depan kamar Arwen. Ternyata kamar mereka saling berhadapan.
Arwen hanya mengangkat bahu, dan segera masuk ke kamarnya. Gadis itu sekarang takjub melihat kamarnya sendiri, ternyata cukup luas dan nyaman. Di kepalanya sudah ada banyak sekali ide untuk menghiasi kamar itu sesuai dengan gayanya. Tapi mungkin itu akan dilakukan besok, karena sekarang dia sudah terlalu lelah.
...To be continued... ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Tampan_Berani
Awal yang seru
2022-10-20
2
Tampan_Berani
Bisa aja 😗😁
2022-10-20
1