...Happy Reading...
...__________________...
Malam itu suasana kos terlihat meriah. Mereka menggelar acara bakar-bakaran di halaman belakang yang ternyata cukup luas dan nyaman. Ditambah lagi suasana malam yang cerah, tidak ada sedikitpun awan mendung yang menggumpal di atas. Yang ada hanya ribuan bintang yang siap untuk menemani malam mereka.
Belasan pemuda-pemudi itu sibuk dengan tugas masing-masing. Candaan dan juga obrolan khas anak muda membuat suasana terdengar semakin riuh. Arwen yang melihat itu tentu saja senang dan melupakan semua rasa kesal yang dialaminya sejak tadi siang. Dan kini ia sibuk mengupas bawang merah bersama Lira dan Jihan.
Banu, Latif dan Mark yang sibuk menyiapkan panggangan sejak tadi malah ribut sendiri, soalnya mereka tidak begitu paham cara memasangnya. Pada akhirnya Jefri yang turun tangan. Sedangkan Mira, Dinda dan Rosa sedang sibuk mengurus ikan-ikan yang akan mereka bakar. Mira kesal karena seharusnya para cowok-cowok yang mengurus tugas ini.
"Udahlah Mir ngga ada gunanya ngedumel, yang ada capek sendiri," tukas Dinda yang sudah bosan mendengar omelan Mira sejak tadi.
Mira mendengus kasar. "Kesel Din. Lo lihat aja itu cowok-cowok, santai doang tinggal makan. Kita belum makan udah capek duluan."
"Udahlah, itung-itung latihan nanti kalau udah punya suami. Kerjaan kitakan begini juga," timpal Rosa yang membuat Mira malah mencebikkan bibirnya.
"Punya suami yang nggak mau bantuin bininya, gue potong aja anunya!" Mira memotong-motong ikan dengan pisau secara kasar. Dinda dan Rosa yang melihat itu langsung meringis.
"Sadis lo Mir. Nggak punya baby dong lo sama Banu ntar." Tapi Mira malah makin memotong ikan secara kasar mendengar penuturan Dinda.
Dan begitulah, pertengkaran-pertengkaran kecil membuat suasana justru semakin hangat. Arwen sudah mulai mengenal beberapa di antara mereka, tapi ada juga yang belum, karena beberapa penghuni kos masih ada yang belum pulang.
Waktu sudah menunjukan pukul delapan malam, semua makanan sudah hampir siap dan tertata rapi di atas tikar. Para penghuni lain yang baru pulang mulai bergabung satu persatu hingga 18 orang itu lengkap berkumpul di sana. Mereka semua duduk di atas tikar.
Sulis, selaku anggota tertua di kos ini, nekat membuka acara itu yang membuat semuanya langsung saling melirik satu sama lain. Arwen yang melihat gelagat aneh dari yang lain hanya diam sambil menatap bingung dan juga heran.
"Assalamualaikum semuanya. Saya Sulis Pranomo selaku pembawa acara di sini ingin menyampaikan beberapa patah kata dan pengenalan sebelum masuk ke acara sesi makan-makan. Pertama-tama..."
"Aduh bang langsung ke intinya aja sih!" potong cowok tampan yang duduk di seberang. Arwen masih belum tahu siapa namanya.
"Ini juga langsung ke intinya," sahut Sulis.
"Intro lu kelamaan bang," seru yang lain.
"Apanya yang kelamaan. Dimana-mana kalau membuka acara ya harus gitulah!"
"Bang Sulis, tolong ya ini acara kita, bukan acara sunatan. Jadi langsung aja pada intinya nggak usah bertele-tele!" Jais memberi saran yang langsung diamini oleh yang lainnya.
Dan setelah saling adu argumen selama beberapa menit. Mereka menyerahkan tugas pembukaan itu pada Tania. Sulis yang merasa tugasnya diambil alih hanya bisa mendongkol.
Tania membuka acara dengan santai dan langsung memperkenalkan Arwen sebagai penghuni kos baru. Gadis itu membungkuk dengan malu dan langsung memperkenalkan diri yang disambut riuh oleh penghuni kos lain.
Arwen senang dengan penyambutan yang kekeluargaan ini. Mereka semua ramah dan menyenangkan. Jarang sekali menemukan teman kos yang bisa sesolid ini. Pantas saja sejak dulu kos Tantenya ini memang tidak pernah sepi.
Dan sekarang Sharon yang mengambil alih untuk memperkenalkan anak kos lain pada Arwen. "Oke. Sekarang aku mau ngenalin kalian ke Arwen. Kita mulai dari sebelah kanannya Arwen aja ya. Itu Lira, Mira sama Jihan. Mereka kuliah di Antara jurusan tehnik. Mira sama Lira ambil jurusan informatika, kalau Jihan jurusan mesin." Arwen tersenyum dan menggangguk karena sudah kenal dengan mereka bertiga.
"Nah, sebelahnya lagi ada Trio gesrek Mark, Latif sama Hafiz. Arwen udah kenal mereka duluan kan tadi pagi?" Arwen hanya mengangguk pelan sambil melirik sewot ke arah tiga cowok yang heboh teriak sambil melambaikan tangannya.
"Trus sebelahnya lagi ini Bang Sulis. Dia udah kerja Wen di salah satu perusahaan deket sekolah lo." Arwen membalas anggukan Sulis yang masih terlihat ngambek. Tingkah lakunya yang unik dan lucu membuat Arwen senyum-senyum sendiri.
"Sebelahnya lagi itu Erlan, Regan sama Jefri. Mereka juga kuliah di Antara. Aku nggak mau ngakuin sebenarnya, tapi mereka bertiga emang primadona kampus. Jefri sama Erlan anak sastra. Kalo Regan ambil jurusan apoteker. " Arwen menatap tiga cowok yang memang diakuinya paling tampan di antara mereka semua.
"Trus, sebelahnya itu Tora. Kuliah Di Antara juga. Di sini rata-rata mahasiswa Antara Wen soalnya deket kampusnya. Tora beda tingkat doang, gitu-gitu dia Asdos dan ambil jurusan sastra." Arwen membalas senyuman cowok bernama Tora sambil mengangguk sopan.
"Trus itu Jais, kamu udah kenalan'kan? Dia seangkatan sama aku. Tapi kita nggak kuliah di Antara. Kita kuliah di Nusa Tungga dan jurusan kita sama yaitu Bahasa Jepang."
"Cie Cie yang satu server."
"Cie Cie bentar lagi otw jadian itu Wen."
"Jangan lupa PJ-nya!"
"Apa sih lu berisik!" tukas Jais. Meskipun begitu senyum tidak bisa disembunyikan oleh dua orang yang memang sepertinya saling menyukai itu.
"Trus ini Banu sama Rosa, mereka anak Antara juga. Rosa anak komunikasi. Kalo Banu anak tehnik. Nah yang terakhir ada Tania sama Dinda. Mereka satu kampus sama aku, cuma beda angkatan doang. Tania ini jurusannya kedokteran kalo Dinda sastra."
"Nah Arwen itu semua anak-anak yang kos di sini. Kalo kamu butuh apa-apa trus pengen tanya sesuatu kamu bisa tanya siapa aja. Gitu-gitu mereka pasti bantu kok," cletuk Mira.
Arwen tersenyum manis. "Makasih kak, aku ngga nyangka sih ternyata di sini kekeluargaan banget."
Pernyataan Arwen itu tentu saja disambut dengan senyuman dan tepukan hangat. Dan acara selanjutnya adalah makan-makan. Para cowok-cowok yang sudah kelaparan sejak tadi mendengus kesal karena Mira melarang mereka asal comot. Dia bersikeras harus dibagi secara adil karena jumlah mereka yang banyak. Takutnya ada yang tidak kebagian. Tapi tetap saja, teriakan Mira ujung-ujungnya tidak digubris. Siapa juga yang bisa mencegah geromboloan cowok-cowok kerempeng yang sedang kelaparan.
Malam pun semakin larut. Mereka masih asyik bercengkrama, bercanda, bercerita hingga lupa bahwa waktu sudah hampir tengah malam. Tumpukan piring kotor ada di mana-mana, belum lagi sampah yang berserakan dan juga halaman yang sudah tampak seperti kapal pecah. Tapi mereka terlalu lelah untuk membereskannya. Bahkan beberapa anak cewek sudah tertidur pulas saking lelahnya, beberapa orang juga sudah mulai menuju kamar masing-masing.
Arwen yang merasa tidak enak karena pesta ini dibuat untuknya kini sedang sibuk mencuci puluhan piring kotor sendirian. Membereskan halaman bisa dilakukan besok, tapi Arwen memang tidak betah kalau harus melihat piring kotor yang masih ditumpuk begitu saja.
"Mau dibantuin nggak?"
Suara bariton seorang cowok membuat Arwen hampir menjatuhkan piring yang sedang di pegangnya. Gimana tidak kaget, saat suasana sedang sepi-sepinya lalu tiba-tiba ada suara yang muncul tepat di belakangnya. Arwen menoleh dan mendengus kesal pada cowok yang malah mesem-mesem sendiri. Jefri melipat kedua tangannya di dada sambil menyandarkan tubuhnya pada meja makan.
"Bisa nggak sih kak kalo dateng yang wajar aja, jangan kayak jailangkung!" sergah Arwen kesal.
"Kamunya aja yang terlalu fokus. Lagian malem-malem rajin banget nyuci piring. Yang lain aja udah pada tidur."
"Kak tau nggak, kalau piring kotor dicuci besok malah makin susah nyucinya karena banyak sisa makanan yang nempel. Lagian aku juga nggak enak, ini pesta kan dibikin untuk menyambut aku sebagai penghuni baru."
"Di sini emang gitu, apa-apa dikerjain bareng jadi nggak usah ngerasa nggak enak. Inikan memang tradisi sejak dulu kalau ada orang baru."
"Iya sih. Kakak nggak tidur?" Arwen menoleh pada cowok yang kini sudah berdiri di sebelahnya. Hanya berdiri, tapi setidaknya Arwen senang karena punya teman mengobrol.
"Ini mau ke atas."
Suasana kembali hening. Arwen masih melanjutkan membilas piring sedangkan Jefri hanya berdiri sambil menenggak segelas air putih. Entah kenapa sejak tadi Arwen merasa cowok itu memperhatikan dirinya. Arwen bisa melihat itu dari sudut matanya. Tapi gadis itu acuh.
Dia kan punya mata, masak iya nggak boleh ngeliat. Batinnya.
Tapi sedetik kemudian Arwen merasa jantungnya hampir copot saat merasakan sesuatu menyentuh ujung rambutnya. Arwen hampir menoleh, tapi Jefri menahannya.
"Kakak ngapain?" tanya Arwen.
"Ngiketin rambut kamu."
Mata Arwen terbelalak kaget. Gadis itu benar-benar menahan nafas karena merasa grogi dan canggung.
"Kak nggak usah. Aku jarang iket rambut soalnya."
"Iya, tapi aku risih lihat kamu dari tadi megangin rambut mulu waktu lagi cuci piring. Jadi diem dulu!"
Arwen hanya membatu di tempat, mencoba menahan debaran jantungnya yang sejak tadi tidak bisa dikontrol. Apalagi saat jari tangan Jefri yang dingin sedikit menyentuh kulit lehernya.
Bukannya Arwen tidak pernah diperlakukan manis oleh cowok, Jefri adalah cowok kedua setelah Juna yang berani menyentuh rambutnya. Arwen bisa merasakan rambutnya yang digelung perlahan lalu Jefri menelisipkan sebatang sumpit di antaranya. Cewek mana yang nggak baper kalo diginiin.
"Oke selesai!"
Jefri langsung membalik sedikit tubuh Arwen agar sedikit menghadapnya. Seolah memeriksa bahwa hasilnya pasti cantik. Arwen menurut saja, dia bisa melihat seulas senyum cowok di hadapannya itu yang membuat pandangan mereka akhirnya bertemu. Selama lima detik dua pasang mata itu bergeming, sampai keduanya lalu saling membuang tatapan ke arah lain. Jefri lalu mengusap tengkuknya perlahan.
"Yaudah aku ke atas duluan ya," ucap Jefri akhirnya.
Arwen menggangguk. "Oke kak, thanks ya buat iketannya."
"Jangan kemaleman, besok kamu sekolah." Jefri menunjuk ke arah jam dinding. Arwen hanya mengangguk dan membiarkan cowok itu berlalu. Arwen langsung membuang nafas yang selama ini ia tahan.
Huh... Suasana apa ini? Canggung banget.
"Wen?"
Arwen kembali menoleh dan mendapati Jefri yang masih berdiri di ambang pintu.
"Kenapa kak?"
"Yang tadi.... Nggak usah baper ya!"
Arwen yang semula tersenyum manis langsung memasang wajah dingin. Ingin rasanya melemparkan piring-piring itu ke arah Jefri. Tapi sayang cowok itu langsung menghilang begitu saja tanpa menunggu komentar dari Arwen. Perasaannya yang semula sempat terombang-ambing karena senang langsung sirna seketika.
Ya! Harusnya tidak perlu baper dengan cowok yang suka menggoda seperti Jefri. Arwen kembali membilas piring dengan wajah kesal.
"Dasar stres!"
To be continued..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Tampan_Berani
Kasian 😂
2022-10-26
1
Tampan_Berani
Buset, serem 😁
2022-10-26
1