Pertemuan Tak Disangka

...Happy Reading ...

...________________...

"Lo beneran udah pindah Wen?" celetuk Nina. Saat itu Arwen bersama tiga sahabatnya Nina, Choa dan juga Yuki sedang mengobrol di kantin.

"Iya semalem gue pindah."

"Trus di mana? Asik nggak tempatnya?" tanya Yuki.

"Kos-an tante gue sih sebenernya. Tempatnya enak, cuma ya itu isinya rata-rata anak mahasiswa semua."

"Lah, enak dong Wen. Bisa kenal sama kakak-kakak mahasiswa. Ada yang ganteng ngga?" seru Choa dengan mata berbinar.

"Ada. Hafiz juga kos di sana,"

BRAK!

Yuki tiba-tiba menggebrak meja yang membuat tiga temannya langsung ingin baku hantam karena saking kagetnya.

"Anjir, bikin kaget aja. Ngapain sih lo?"

Yuki buru-buru minta maaf. "Eh sorry. Tapi Wen beneran lo nggak salah? MAKSUDNYA HAFIZ KAPTEN BASKET?"

"IYA. Tapi nggak usah ngegas!"

"Kan lo tau gue fansnya dia."

"Ya santai aja ngomongnya."

"Berisik banget sih lo berdua. Malu tau diliatin sekantin," seru Nina yang langsung menutup muka karena malu anak-anak yang lain menoleh ke arah mereka gara-gara kelakuan dua temannya ini.

"Iya, iya maaf. Tapi beneran lo se-kos sama Hafiz?"

"Ya bener, lagian kenapa sih. Lo ngga usah kayak cacing kepanasan gitu. Jangan kayak ciwi-ciwi ngga jelas itu deh. Lagian gue cuma serumah, nggak sekamar sama Hafiz."

Arwen sedikit gusar. Pasalnya dia tahu kalau Yuki itu mengidolakan Hafiz sama seperti mengidolakan artis. Dan Arwen sedikit menyesal, karena sekarang Yuki merongrong dirinya untuk mempertemukannya dengan Hafiz.

Melihat kondisi pikiran Yuki yang tidak kondusif, Arwen memilih kabur sementara bersama Nina yang juga sudah tidak betah dengan Yuki yang terus menerus membahas tentang Hafiz. Sungguh aneh Choa masih kuat mendengarkan segala kehaluan sahabatnya itu.

"Arwen!"

Arwen dan Nina yang sedang berjalan di koridor lantai satu menoleh dari mana sumber suara itu berasal. Terlihat seorang cowok tinggi dengan wajah yang agak kebule-bulean sedang berlari heboh, siapa lagi kalau bukan Harry, salah satu sahabat mereka yang lain.

"Arwen tunggu!"

"Ngapain sih Har? Dikejar banci lo?" cletuk Nina.

"Ini lebih parah dari banci. Wen lo mending ikut gue sekarang!"

"Ngapain?"

"Lo ngajaknya Arwen doang Har? Gue ngga dianggap?"

"Duh, sorry Nin, ini masalah osis."

Alis Arwen terangkat. "Emang ada apaan sama osis? Bukannya lagi nggak ada kegiatan apa-apa?"

"Udah pokoknya ikut aja, Jinu manggil lo!"

Harry langsung menarik paksa tangan Arwen. Cewek itu hanya pasrah, sedangkan Nina menatap kesal karena ditinggal sendirian.

Arwen dan Harry adalah salah satu murid aktif dan keduanya anggota osis. Terutama Arwen yang menjabat menjadi wakil osis sejak kelas 2 SMA bersama dengan Jinu Alexander yang menjadi ketua osisnya.

Arwen dan Jinu sering dijodohkan karena mereka cocok dan juga sama-sama memiliki pengaruh besar di sekolah. Tapi Arwen tidak pernah menanggapinya dengan serius, berbanding terbalik dengan Jinu yang ternyata diam-diam suka dengan Arwen sejak dulu.

Sepuluh menit berlalu, di ruang Osis Arwen menatap wajah Jinu yang terlihat serius dan gusar. Tidak biasanya dia terlihat seperti itu. Di sana juga ada Yohana (sekretaris) dan juga Nana (bendahara). Dua orang itu menunduk dengan wajah murung.

"Ada masalah apa Nu? Kok tegang banget kayaknya?" tanya Arwen bingung.

"Uang kas Osis hilang semua, Wen."

Jawaban itu sukses membuat mata Arwen melotot.

"Kok bisa? Nana?" Arwen langsung menoleh ke arah Nana karena dia adalah penanggung jawab uang kas osis. Nana hanya tertunduk lesu.

"Ma-maaf Wen. Aku teledor, terakhir aku simpen di laci Osis. Kemarin pas balik masih ada, tapi tadi pagi aku cek udah hilang sama dompetnya. Aku udah cari kemana-mana tapi nggak ketemu."

"Duh, kok bisa sih? Bukannya biasanya lo bawa pulang ya? Kok di simpan di ruang osis?"

"Iya tapi aku mikirnya lebih aman aja kalau di simpan di ruang osis. Lagipula ada kuncinya."

"Tapi Na, siapa aja bisa datang ke ruangan ini. Meskipun itu dikunci, kita nggak tahu niat orang yang mungkin tahu kalau disitu ada uangnya."

Nana semakin tertunduk mendengar penuturan Arwen.

"Maaf Wen."

"Nggak usah minta maaf Na. Tugas bendahara itu emang berat, seharusnya kita sebagai teman jangan memojokkan. Kayak pernah jadi bendahara aja." Yohana menyahut dengan nada suara yang seolah menyindir pada Arwen.

"Gue nggak memojokkan. Tapi karena Nana yang mendapat tanggung jawab itu seharusnya dia lebih berhati-hati lagi. Kalau gue yang jadi bendahara, nggak mungkin duit sebanyak itu gue tinggal di ruangan osisi."

Mendengar jawaban Arwen, Yohana terdiam. Tapi wajahnya menampilkan ekspresi tidak senang. Sejak dulu Arwen dan Yohana sering tidak akur. Keduanya selalu memiliki pendapat yang berbeda dalam setiap hal. Jinu kadang suka pusing dibuatnya, karena harus menjadi penengah dua cewek yang sering tidak mau mengalah satu sama lain.

Tapi, kali ini ucapan Arwen ada benarnya. Nana sudah teledor dan menyebabkan uang yang terkumpul hilang entah kemana. Padahal acara Prom tinggal sebentar lagi. Harry kemudian menyarankan untuk melihat CCTV sekolah.

Jinu menyetujuinya, lalu mereka sepakat untuk melihat CCTV setelah pulang sekolah nanti. Karena bel masuk sudah berbunyi. Jinu juga menegaskan untuk tak menceritakan kejadian ini pada siapapun sebelum tahu pasti siapa yang telah mencuri uang kas.

*****

Siang itu Arwen pulang dengan wajah kusut. Mimik wajah dingin yang biasa dia tampilkan jika ada sesuatu yang membuatnya kesal. Tadi Harry sempat menawarkan untuk mengantarnya pulang, tapi Arwen menolak. Sekarang dia memilih pulang dengan berjalan kaki, dan membelokkan langkahnya ke toko buku loakan langganannya. Arwen semakin kesal karena buku Trio Detektif pesanannya tidak ada.

"Masa kosong sih bang?"

"Serius neng yang seri 28 sama 30 lagi kosong. Nanti kalo ada, abang pasti kolling-kolling eneng," Jelas abang pemilik Toko dengan mimik wajah serius, sedangkan Arwen masih tetep manyun karena kesal.

"Yaudah deh bang saya liat yang lain aja," tukasnya sambil meninggalkan abang pemilik toko yang sekarang sedang senyum-senyum menghitung lembaran uang di tangannya.

Arwen mengitari deretan rak yang memiliki koleksi buku-buku cukup banyak, terlebih buku-buku lama. Sudah sejak kelas 1 SMA toko ini menjadi langganannya, karena Arwen sangat menggilai novel-novel lama. Dan buku loakan biasanya dijual dengan harga yang murah. Toko ini tidak hanya menjual saja tapi juga menyewakan, jadi kalau uang saku Arwen sedang menipis dia sering menyewa buku di sini.

Arwen menilik deretan buku milik Agatha Christie yang juga menjadi salah satu favoritnya. Tangannya sibuk memilah-milah dan membaca setiap judul buku yang ada. Sejujurnya Arwen sudah hampir membaca semua serinya, tinggal beberapa saja yang belum. Karena buku-buku itu sulit didapatkan.

"Masih gila novel Wen?"

Sebuah sapaan lembut itu membuat Arwen sedikit terlonjak. Terlebih saat ia menoleh pada seorang cowok yang sangat ia kenal betul. Desiran jantung yang semula normal dan biasa saja sekarang berubah menjadi cepat dan tak beraturan. Apalagi cowok itu kini menampilkan senyum manis yang sudah lama sekali tidak ia lihat.

"Kak Juna?"

Cowok bernama Juna itu melambaikan tangannya pelan. "Hai Wen, apa kabar? Nggak nyangka bisa ketemu di sini."

Suasana menjadi hening. Arwen sendiri masih berusaha mengontrol detak jantungnya yang terus melompat-lompat tak menentu. Bukannya lebay, tapi cowok yang berdiri satu meter di hadapannya ini sudah menghilang selama 2 tahun. Dan sekarang dia tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa aba-aba. Jelas itu membuat Arwen terkejut.

Arwen dan Juna sudah saling mengenal sejak kecil. Lebih tepatnya rumah mereka bertetangga, dan orang tua mereka juga berteman baik sejak lama. Juna adalah orang yang akan selalu ada untuk Arwen, orang yang selalu menjadi teman baiknya dan Arwen sangat nyaman dengan itu. Orang-orang sering menganggap mereka kakak adik, tapi tak jarang juga yang mengira mereka berpacaran.

Perlakuan manis Juna terus berlanjut meskipun mereka sudah mulai beranjak dewasa. Arwen yang sudah mulai mengerti apa itu yang namanya rasa dan juga cinta mulai mengartikan kebersamaan dan perlakuan Juna padanya adalah sesuatu yang lebih dari saudara dan juga teman. Ya, Arwen mulai menyukai Juna.

Tapi tiba-tiba saja cowok itu pergi tanpa pamit saat Arwen sadar dengan perasaannya. Juna pindah ke Kalimantan bersama dengan keluarganya, dan rumah mereka di Jakarta sekarang dijual. Arwen mulai kehilangan kontak, hampir 2 tahun lamanya dia tidak tahu kabar cowok itu.

Arwen mulai aktif dengan banyak kegiatan dan masuk menjadi anggota Osis. Perlahan dia mulai melupakan sosok Juna, meskipun tidak benar-benar bisa dilupakan. Kenangan mereka terlalu banyak dan waktu yang dibutuhkan juga cukup lama. Lalu tiba-tiba dalam beberapa waktu terakhir Juna mulai kembali menghubunginya, dan sekarang cowok itu kini berdiri tepat di hadapannya dengan wajah dan tampilan yang semakin mempesona.

"Kakak sejak kapan di Jakarta?" Arwen membuka percakapan setelah beberapa saat suasana hening di antara mereka. Arwen menatap cowok itu lamat-lamat. Dia ingin sekali memeluknya, dia ingin Juna tahu seberapa rindunya dia selama ini. Tapi entah kenapa Arwen merasa ada jarak yang begitu jauh antara dirinya dan Juna. Waktu 2 tahun itu mengalahkan belasan tahun kebersamaan mereka. Dan yang Arwen lakukan kini hanyalah mematung di tempat.

"Udah 8 bulan Wen."

Mendengar jawaban itu membuat raut wajah Arwen seketika kecewa. Sudah selama itu, dan Juna tidak pernah menemuinya.

Juna yang menyadari raut kecewa di wajah Arwen tiba-tiba mendekat dan menarik kepala Arwen dengan lembut ke dada bidangnya. Arwen tersentak sesaat, namun ia diam saja.

"Kakak kangen Wen, kangen banget!" Juna memejamkan mata dan mengelus pelan rambut Arwen.

"Kalo kangen kenapa nggak nyari kak? Kalo kita nggak ketemu di sini, kakak juga pasti nggak nyari'kan?" ujar Arwen sambil perlahan melepaskan diri dari dekapan yang sebenarnya tidak ingin dia lepaskan.

Juna tersenyum samar. "Maaf Wen. Kakak bukannya nggak mau nyari, tapi kakak lagi sibuk-sibuknya ngurus pindahan kuliah. Dan kakak emang udah niat buat ketemu kamu kalo waktunya udah tepat."

"Aku nggak ngerti sih kak waktu yang kakak maksud tepat itu gimana. Kemarin-kemarin kakak kontak aku, pas aku tanya juga kakak jawabnya masih di Kalimantan. Aku nggak ngerti kakak nganggep aku ini apa, kakak kayak lupa kalau kita pas kecil deket banget. Kakak pindah ke Kalimantan juga pergi gitu aja."

Arwen sudah tidak sanggup menahan semua unek-uneknya. Juna yang mendengar itu hanya terdiam, guratan rasa bersalah terbaca jelas di raut wajahnya. Tapi sekali lagi yang dia ucapkan hanya kata maaf.

"Maaf Wen. Orang tua kakak lagi ada masalah yang belum bisa kakak ceritain. Tapi kakak janji kok, kakak bakal kasih tau semuanya. Kapan-kapan kita ketemu lagi ya?"

Juna menatap Arwen dalam-dalam seolah meminta jawaban. Tapi lagi-lagi Arwen cuma terdiam. Dan sebelum Arwen sempat menjawab, suara seorang cowok menyahut dari balik punggung Juna.

"Jangan mau!"

Dua orang itu menoleh pada sosok cowok jangkung berkulit coklat. Cowok itu nyengir sambil menatap ke arah Juna, menampilkan senyum yang begitu manis dan enak dilihat.

"Sialan lu!" sergah Juna kesal.

"Lagian, gue sibuk nyari buku lo malah godain cewek," sahutnya sambil melempar buku tebal ke arah Juna yang langsung dengan sigap ditangkapnya. Pandangannya kini beralih ke Arwen, cowok itu mengernyitkan dahi sambil memiringkan kepalanya.

Cowok ini agak sedikit familiar dan membuat Arwen teringat kejadian kemarin malam saat Arwen bertemu dengan cowok ini di depan kamarnya. Ya, dia cowok yang kamarnya tepat di depan kamar Arwen.

"Eh, kamu'kan anak kos baru itu?" Ujarnya sebelum Arwen sempat membuka mulut.

"Iya kak."

"Kalian berdua udah kenal?" tanya Juna.

"Nggak kok, ini baru mau kenalan. Dia anak kos baru di tempat kos gue. Kenalin, gue Regan." Regan menjulurkan tangan yang langsung disambut ramah oleh Arwen.

"Arwen kak."

"Kamu kos di Violet Wen?" Juna tidak bisa menyembunyikan ekspresi terkejutnya.

"Iya."

"Soalnya dia suka nongkrong di kos-an Wen," timpal Regan.

"Oya? Ternyata deket banget ya." Arwen menjawab dengan sinis. Regan yang tidak tahu apa-apa cuma bisa misuh-misuh dalam hati saat Juna tiba-tiba menginjak jempol kakinya. Dia melotot kesal, tapi langsung paham setelah tahu isyarat dari Juna.

Juna berniat mengantarkan Arwen pulang. Tapi gadis itu menolak dengan tegas. Perasaannya sedang kacau sejak tadi, ditambah pertemuannya dengan Juna tidak membuat hatinya menjadi cerah malah justru semakin kalut.

Gadis itu kini berjalan menuju kos bersama Regan. Cowok itu sebenarnya enggan, namun Juna yang memaksanya untuk menemani Arwen pulang.

To be continued...

Terpopuler

Comments

Tampan_Berani

Tampan_Berani

Sekian lama, akhirnya ketemu dengan Juna. Tapi gak nyangka, Regan satu kost. Dunia benar-benar sempit 😁

2022-10-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!