Luka Darimu
Perempuan berjilbab hitam itu mengambil kunci toko yang ada di dalam tas dan membuka pintu toko.
Ia harus mempersiapkan beberapa keperluan untuk buka toko baju kali ini, toko baju ini bukan toko dirinya melainkan dirinya.
"Ini ada barang baru?"
Ia menyingkirkan beberapa barang yang datang kemarin sore lebih tepatnya dan perempuan itu lantas meletakkan tasnya di atas meja kasir.
Arina, perempuan yang bekerja sebagai penjual baju dan pakaian lainnya, dia menjabat sebagai anak buah bukan founder maupun owner dari toko baju ini.
Arina, perempuan itu membuka-buka plastik itu dan menyiapkan beberapa baju buat pajangan saja.
Arina baru saja mengingat jika hari ini anak dari majikannya itu mau ke sini dan ia membereskan baju-bajunya, setelah selesai ia mengeluarkan handphonenya dari tas.
Arina melangkah dari kasir itu pun mencari kontak nama anak pemilik toko, ya anak pemilik toko sudah dipercayai sama orang tuanya untuk menjaga tokonya.
Ia mengirimkan pesan kepada anak pemilik toko.
Gimana mbak? Mau ke toko nggak
Ia setelah mengirimkan pesan itu, Arin mengambil sarapannya yang ada di totebag di meja kasir.
"Kapan ya dapet pekerjaannya yang gajinya besar?" Arin membatin sambil memakan sarapannya kali ini.
Ia tidak mampu terlalu lama-lama ditekan oleh suami serta anaknya juga.
Ya, suami serta anaknya selalu menekan dirinya untuk menghasilkan uang. Dia sebagai kepala keluarga dan tulang punggung keluarga.
Selama dia masih sehat dan sakit ditekan untuk menyempurnakan keuangan keluarganya.
Dalam sewaktu ini Arina masih ada masalah di rumah tangganya, ia dikatakan nggak bisa menjaga diri selama menjadi ibu.
Karena sekarang Arina sedang mengandung dan itu juga tengah bekerja, dia pingsan di waktu ramai-ramainya orang bekerja.
Arina, dia tidak hanya sebagai ibu saja melainkan ayah bagi anak-anaknya.
Sekarang dia sedang mengandung tiga bulan kurang lebih, selama ini dia konsultasi dengan dokter tidak pernah. Yang penting dirinya selalu berdoa agar menjaga anak keduanya ini selalu dijaga terus.
Ia setelah selesai makan, memasukkan kembali wadah bekalnya ke totebag, Arina sebagai manusia butuh asupan gizi di pagi jari jika tidak kasian dengan calon bayinya.
Dan selama dia mengandung calon anak keduanya ini, suami serta anak pertamanya jelas marah sebab tidak ada yang bisa menerima keberadaan anak kedua ini.
Bagaimana nanti ke depannya jika anak ini tak diterima di kehidupan mereka. Apakah Arina bakal bisa menjalani ke depannya.
Ia beranjak dari kursi itu, mau melangkah terhenti dengan adanya suara handphonenya.
Arina kembali ke meja kasir, dia mengeluarkan handphonenya dari dalam tas.
Suami is calling...
"Halo...,"
"Halo, kamu sekarang pulang ke rumah! Ini nggak ada makanan sama sekali."
Jawaban suaminya yang hanya membutuhkan sarapan di pagi ini, bukannya membuat sendiri atau apa menyuruh istrinya untuk pulang ke rumah.
Arina menggeleng pelan, dia heran dengan suaminya ini.
"Ngapa nggak buat, di rumah juga ada mie sama telor." ucap Arina dengan menyuruh suaminya, ia tidak mungkin pula pulang dengan keadaan toko yang masih terbuka kecuali anak pemilik toko yang menghandle pekerjaannya.
Apalagi dia di sini bekerja dengan temannya, temannya memang hari ini meliburkan diri dulu, ada acara keluarga dengan keluarganya.
Makanya Arina dibantu oleh anak pemilik toko, pemilik toko tidak bisa hadir setiap waktu jadi digantikan oleh anaknya.
"Kamu nyuruh saya, dosa tahu!" Dengan mengucapkan keras dan bisa dibilang Arina mendengarkan mendenging telinganya.
"Mas, saya ini bukan babu kamu ya." Sergah Arina, ia tidak mau disamakan dengan pembantu yang ada di rumahan itu.
Sementara yang ada diseberang telepon mematikan sambungan sepihak, Arina menghela napas kasar.
Ia sebagai istri harus apa, setiap hari memasak sarapan dan suaminya serta anaknya tak ada yang menghargai setiap masakan dirinya.
Karena mereka berkhianat dengan adanya makanan di rumah malah pergi ke warteg untuk membeli makanan dan mengisi perut mereka yang kosong.
Sementara di rumah makanan itu menganggur, jadi sakit hati Arina selama delapan belas tahun pernikahannya berjalan. Tapi, tidak ada kelanjutan untuk dia menggugat suaminya untuk berpisah.
Suaminya menganggur di rumah, tak ada usahanya selama ini untuk mencari pekerjaan karena orang tua dari suaminya selalu mengiming-imingi suaminya untuk tidak bekerja.
Dapet apa lho kalo kerja, cuman keringet sama capek doang yang ada.
Beh, rasanya kalau Arina ingin mengulangi masa lalunya mungkin dia sudah cepat-cepat mengurus gugatan cerainya.
Tapi, ini berjalan dengan waktu yang bukan lama lagi.
Arina, dituntut sebagai ibu dan istri yang harus tampil seolah-olah dia bahagia di kehidupan rumah tangganya.
Anak pertamanya selalu menuntut untuk ada sementara dia harus bekerja separuh waktu setiap hari, dengan gaji yang seperti UMKM. Bukannya itu hanya buat makan tiap harinya dan memenuhi kebutuhannya bakalan tidak cukup.
Selagi cukup, Arina bakal menutupi dan ia sama sekali tidak mau jika berhutang kepada orang lain. Jika ada pekerjaan lain, ia akan menyanggupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Arina perempuan sejuta kenangan dan bayangan.
Sorot mata dan wajah yang harus bisa membohongi orang-orang yang menyatakan dia bahagia.
Padahal semua hanya dua muka yang dia tampilkan tiap harinya.
Apalagi jika kedua orang tuanya akan tahu hal ini, tentunya mereka tak main-main menuntut balik keluarga suaminya. Tapi, selama ini berjalan delapan belas tahun.
Bagaimana bisa Arina menyembunyikan selama itu.
Setelah Arina melamun, dia menatap ada seseorang yang berjalan dengan membawakan belanjaan toko sepertinya.
Arin mengembangkan senyumnya ketika anak pemilik toko itu masuk ke dalam toko dengan membawa plastik yang begitu besar.
"Aduh-duh... Ini belanjanya banyak amat." Arina mendekat ke anak bosnya ini, Azizah nama anak pemilik toko ini. Dia sekarang masih kuliah sebenarnya namun mengambil universitas terbuka jadinya lebih enjoy saja kuliahnya.
Azizah menatap malas, "Bilangnya nggak banyak. Ini banyak Rin, gue sampe heran sama mamah. Ck, kesel banget." ucap Azizah mengadu kepada Arina dan Arina yang ada terkekeh kecil.
"Digaji, dapet uang?"
Azizah mengangguk, "iyalah mana mau gue bawain segedong barang ini ke toko kalo nggak digaji." Balas sengit Azizah dan Arina tersenyum tipis.
Bahagia, belum.
Mendeskripsikan jika orang yang berduit belum bisa menemukan caranya untuk bahagia.
Arina, perempuan itu membongkar plastik yang dibawa Azizah.
"Masih banyak di mobil."
"Jualan baju pasti banyak ya, sampe nggak muat ini badan."
Oke, Arina menjelaskan bahwa Azizah ini orangnya berpenampilan baik dan badannya sedikit berisi.
Makanya bajunya banyak jadi agak bisa leluasa keluar masuk di rumah.
Azizah tidak peduli dengan omongan Arina, ia menganggap biasa soalnya ini udah perkembangan dia selama ini buat naikkin berat badan dan tinggi yang hampir setara harusnya.
Tapi kali ini berbeda, Arina bisa membuktikan sepertinya salah obat ini anak.
---
Oke novel baru boleh dibaca, monggo ☺ karena dulu udah dijanjikan jika dah tamat ada novel baru lagi🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments