Arina, dia pulang ke rumah sekitar jam sepuluh malam kurang lebih! Ia tadi ada kendala di toko, disebabkan dengan adanya uang yang berkurang.
"Assalamu'alaikum...," ucapnya dengan lesu dan wajahnya saja sudah banjir keringat sekarang sudah menumpuk menjadi daki. Baunya begitu menyengat, apalagi dia masa hamil ini.
Jarang sekali untuk mandi.
Arina, masuk ke dalam rumah. Melihat rumah yang masih terang benderang membuat dirinya menaruh curiga dengan suaminya.
Benar saja suaminya sudah ngelimpruk di lantai, dan ia melihat banyak barang yang berantakan jatuh di lantai.
Ia mengelus dada.
"Kenapa sih mas, kamu ini tiap hari mabuk aja kerajaannya!" Gerutu Arina dengan situasi seperti ini mana bisa Arina membangunkan suaminya dan ia juga tidak mau menggotong tubuh berat suaminya itu.
Arina ia menjaga betul kandungannya, tapi kasian dengan suaminya.
Arshal Ramadhani, orang itu adalah suaminya yang sekarang kondisinya sedang mabuk ini tertidur dengan posisi terlentang dan Arina tidak bisa membayangkan hal itu terjadi ketika suaminya terbangun dari mabuknya.
Ia tidak mau hal itu terjadi olehnya.
Apalagi dengan kandungan tiga bulan tidak bisa ia menjaga dengan baik, maka orang tuanya bakal marah bisa jadi.
Dan orang tua? Mereka belum tahu mengenai keadaan Arina, selama ini hanya berkomunikasi lewat benda pipih yang selalu di gunakan untuk jejaring sosial.
Arshal, suaminya itu setiap hari dengan keadaan pulang selalu seperti ini tak hanya itu suaminya selalu menghamburkan uang dengan berjudi.
Padahal papah serta mamahnya adalah pemilik dari pondok pesantren, yang mengelola pesantren yaitu papahnya. Berarti dalam artian kata harusnya Arshal bisa mencerminkan bagaimana sikap kewibawaan papahnya sebagai seorang kyai.
Dan seorang kyai tanggungan nya begitu besar, menanggung dosa semuanya.
Arshal tidak merasa kasihan dengan kedua orang tuanya, memang tidak mempunyai hati nurani untuk anak ini.
Arina sekali lagi, entah dulu yang ia fikirkan sebelum menikah dengan Arshal apa yang ada di benaknya sehingga dia bisa menikah dengan Arshal.
Salah satunya akibat paksaan dari orang tuanya sehingga ia bisa menerima Arshal semudah itu.
Dulu Arshal memang pernah dekat dengannya namun hanya sebatas teman SMP, lalu SMA Arina sudah berpisah dengan Arshal tak mungkin lagi bersama.
Arina sampai saat itu menemukan Arshal ketika ada di warung, dan hanya bercanda terus ya sudah keterusan sampai sekarang bercandanya.
Memainkan hati seorang wanita.
Itulah pekerjaan Arshal, tidak bekerja hanya nongkrong di rumah dan ia hanya lulusan SMA. Tapi, itu semua berkat papahnya yang bisa memegang suatu kampus jadinya Arshal melanjutkan pendidikannya ketika menikah.
Entah darimana datangnya sebuah masalah, namun yang pernah Arina ketahui dari kampusnya.
Mungkin salah pergaulan, jadinya sampai sekarang suaminya tak berubah.
Kemudian daripada Arina melamun, sekarang dia membereskan beberapa barang agar tidak terpijak okeh kakinya.
Rumah ini serasa sepi dan senyap, jangankan mau rame. Anak pertamanya yang usianya sekarang delapan belas tahun itu entah kemana.
Tak ada barang hidungnya sama sekali, dari hari Minggu sampai hari Kamis belum pulang sama sekali.
Arina merindukan anaknya itu yang dulu sangat hangat dengannya dan begitu sayang dengan, tapi suatu keajaiban datang dengannya.
Ia tidak bisa merasakan kehangatan anaknya, ia tidak bisa melihat senyuman bahagia anaknya.
Sekarang anak itu dituntut untuk menjadi sempurna oleh ayahnya, ya anak pertamanya itu memang patut diacungi jempol.
Meraih prestasi di mana-mana, ajang perlombaan selalu dia ikuti dan sampai ia sakit, tetap saja ayahnya memaksa untuk mengharapkan nilai besar.
Tapi seorang ayah mana bisa menerima anaknya itu, anak pertamanya sampai dari lahir tak akan pernah diakui oleh Arshal.
Arshal hanya menganggap dia hanya orang asing bukan anak saya.
Tuntutan jelas semakin besar ketika ia mengikuti ajang perlombaan, setiap meraih medali dan Piala tapi selalu momen itu membuat membekasnya begitu lama.
"Nak, pulang ya nak! Kangen ibu sama kamu, tiap pagi pingin lihat kamu." Dia melamun sambil membersihkan beberapa pecahan botol kaca.
Entahlah yang ada di sini, minuman alkohol jenis apa.
Uang lebih penting, bukan yang terpenting ada uang.
Ia akan bekerja demi tulang punggung keluarga, bisa menguliahkan sang anak cukup bisa membahagiakan dirinya untuk berjasa kepada anaknya.
Seenggaknya bisa menjadi ibu dan ayah yang berguna.
Setelah selesai membersihkan, dari cuci piring sampai mandi tengah malam. Baru lah Arina bisa duduk santai di sofa sambil melihat keadaan yang semakin dingin rasanya.
Arina mengambil handphonenya, ia melihat pesan dari anaknya.
Di situ tidak ada satu pun pesan yang tertinggal selama satu bulan lebih kurangnya.
Ya, ketika Arina mengatakan kepada anak pertamanya itu jika dia mengandung buah hatinya yang kedua membuat kehidupan anak pertamanya menjadi terbagi.
Jadi, di situ muncul bibit dendam mendalam bagi sang kakak.
"Maafin ibu nak, ibu hanya bisa menjaga titipan Tuhan buat besarin kamu sama adek kamu ini." Ucapnya dengan meneteskan air mata, bagaimana tidak sesak seketika kehidupannya direbut oleh semesta kembali.
Ketika itu semuanya sudah diambil kebahagiannya.
Ia meringkuk di atas kursi sofa dengan memeluk pahanya sebagai senderan untuk menceritakan bagaimana hatinya jika disakiti oleh semesta lagi.
Lagi dan lagi ia menelan luka yang begitu amat sesak.
"Sekali lagi ma-af." Bibirnya bergetar dan pelupuk matanya sudah menggenang dengan air mata.
"Ibu minta kamu jadi anak baik ya nak di sana, jaga kesehatan mu."
Teramat lah sakit bagi seorang ibu mendengar anaknya sudah tidak ada di rumah apalagi ini sudah tak ada kenampakan bagi anak pertamanya untuk pulang ke rumah.
Pernah Arina menemui putranya di kampus tapi saat itu menghilang bagaikan di telan bumi.
"Besok ibu bakal bawain kamu bekel, nak. Kamu pulang ya," ujarnya dengan menelan bak pil pahit.
Arina menatap foto keluarga dimana di situ bareng-bareng berfoto ria, si suami masih bisa menyempatkan untuk foto karena ajakan dari orang tuanya.
Mertuanya.
Arina setelah berdrama, bukan ini semua ia tumpahkan untuk kesedihan dirinya.
Dan dengan sifat tempramen anaknya menurun dari sifat ayahnya menjadi pelajaran bagi dirinya.
Juga menuruni dari sifatnya jika anaknya begitu diam seribu bahasa ketika ada masalah.
Tak dapat dipungkiri jika anak pertamanya persis dari segi rupa dan sifat sama dengan ayahnya, dengan sifat yang sekian buruk tidak bisa mengontrol emosinya dengan baik.
Arina mengambil air minum di dapur dan ia tidak bisa rasanya untuk berdiri saja, "Se-sak." ucapnya terbata-bata sembari tersenyum tipis.
Bahagialah kalian yang mempunyai suami yang bisa membahagiakan kalian.
Segera tempati yang terbaik.
Arina ingin seperti kalian, sejatinya pasangan itu pilihan kita untuk menentukan gimana dengan janjinya yang bisa membahagiakan seumur hidup, namun Arina seolah menelan pil pahit yang begitu dalam.
---
woke pesennya jangan dilupain😁
hehhehe kalau nggak suka cerita ini, silakan keluar dari jalur.
Ini bukan cerita selingkuh, tapi cerita masalah yang dalam bagi Si Arina ya🙂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 57 Episodes
Comments