Kelabu
"Nak, ayo bangun," kata Mama.
Mama Ria adalah Mama yang terbaik untuk Mika. Beliau Mika ketahui menikah dengan Papanya setelah Papa bercerai dengan istri terdahulunya. Ketika itu Mika masih berusia 2 tahun. Walaupun hanya ibu sambung, tapi buat Mika Mama Ria jauh lebih baik dibandingkan ibu kandungnya yang menceraikan Papa dengan alasan ekonomi.
Kehidupan ketiganya tidak pernah dirundung kemalangan walaupun untuk memenuhi kehidupan sehari-hari mereka harus bekerja keras. Papa Marlan adalah seorang guru musik sedangkan Mama bekerja sebagai seorang tukang jahit. Walaupun penghasilannya tidak banyak tapi sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup ketiganya bahkan mampu menyekolahkan Mika hingga lulus SMA.
Sayangnya, Mika yang terkenal begitu cerdas harus mengurungkan niatnya untuk bisa melanjutkan sekolah ke bangku kuliah akibat keterbatasan keuangan kedua orang tuanya. Papa Marlan belum lama ini dibohongi oleh sahabatnya sendiri dan membuat toko alat musik yang keduanya bangun harus gulung tikar. Papa terlilit hutang dan untuk menutupi bunganya yang terus membengkak, Mika terpaksa ikut bekerja.
Mika bekerja di sebuah cafe yang merangkap sebagai toko roti. Dia sengaja meminta shift malam karena setiap pagi dan siang dia ikut membantu ibunya menjahit pesanan ibu-ibu sekitar rumah. Apalagi ini mendekati semester baru. Banyak anak-anak yang datang untuk menjahitkan seragam barunya.
Di saat-saat seperti ini Mama akan mendapatkan penghasilan yang lumayan tapi jika untuk hidup sampai akhir tahun tetap saja mereka harus berhemat karena sejak bangkrut penghasilan Papa jadi tidak menentu. Ya kalau ada pekerjaan, kalau tidak ya Papa akan menganggur. Belum lagi mereka harus membayar hutang yang jumlahnya tidak sedikit.
Demikian sulit hidupnya tidak membuat Mika mengeluh. Dia masih mampu bersyukur karena selain memiliki keluarga yang utuh dan harmonis dia juga memiliki seorang kekasih yang baik hati. Mahadri Raka Yaksa adalah seorang mahasiswa jurusan sastra. Awalnya hubungan Mika dan Adri hanya sebatas karyawan cafe dan pelanggannya saja namun karena Adri terlalu sering datang lama kelamaan keduanya jadi saling mengenal dan bertukar nomor handphone.
Seperti biasa, Adri selalu datang di jam yang sama dan duduk di kursi yang sama. Malam ini ketika Adri datang, Mika tengah mencuci gelas bekas pelanggan barusan di wastafel. Dengan sabarnya Adri menunggu. Dia diam di depan kasir hingga Mika menyadari kehadirannya.
"Astaga kak, maaf aku nggak lihat kakak datang," kata Mika yang menghentikan kegiatan mencuci gelasnya demi mendekati Adri yang terus berdiri sembari tersenyum memandanginya.
"Selesaikan dulu saja, setelah itu buatkan aku 1 moccacino dan 1 vanilla latte. Kau bisa bergabung denganku kan mumpung tidak ada pelanggan yang datang," kata Adri.
"Ok, kakak duluan saja nanti akan kususul," kata Mika membalas senyum dari Adri.
Sebelum pergi menuju bangku pojok dekat jendela tempat biasa dia duduk, Mahadri lebih dulu mengulurkan tangannya dan dengan penuh kasih sayang dia mengacak gemas rambut sebahu Mika yang terurai indah, "semangat cantik," katanya dengan senyum yang begitu teduh menenangkan.
Sembari menunggu Mika menyelesaikan pekerjaannya, Mahadri membuka laptop dan jari-jarinya mulai menari di atas keyboard. Pandangannya sesekali dia layangkan ke arah Mika yang sedang mencuci piring dan gelas yang menggunung di wastafel. Melihat punggung sempit Mika membuat Mahadri mendapatkan jutaan ide di benaknya.
~Mika Paramita Zetta.2020~
Dia menuliskan nama kekasih hatinya itu di akhir naskah. Segera dia menutup laptopnya agar Mika tidak membaca apa yang tengah ditulisnya. Dia menyambut Mika yang datang dengan dua gelas kopi di tangan. Satu dia berikan pada Adri dan satu lagi untuknya sendiri.
Mika tengah menyesap kopinya ketika dia melihat Adri mengernyit dan dua jarinya menyentuh pangkal hidungnya. Adri melepaskan kacamatanya kemudian meletakkannya di atas meja. Mika menghentikan kegiatannya dan mengamati kekasih hatinya itu.
"Kak, mending kakak pulang dan istirahat. Mata kakak pasti sudah lelah," kata Mika.
Dia tahu jika Adri memiliki minus yang tebal. Kemana-mana dia selalu menggunakan kacamata dan tidak pernah melepaskannya. Jika banyak orang bilang kaca mata itu membuat Mahadri terlihat tampan, tapi buat Mika melihat kaca mata itu bertengger di wajah kekasihnya membuat Mika bersedih.
"Kak, aku dengar ada sebuah operasi yang bisa menghilangkan mata minus. Kalau kakak mau aku bersedia membantu kakak menabung agar bisa menjalankan operasi itu. Aku tidak tega melihat mata kakak kelelahan begitu," kata Mika.
"Nggak perlu Mika, operasi itu terlalu mahal. Aku tidak papa, setidaknya aku masih bisa melihat dengan jelas walau harus dibantu kacamata."
"Tapi kan nggak nyaman kak."
"Nyaman-nyaman aja. Selama aku masih bisa jelas memandangimu aku tidak masalah," kata Mahadri kali ini sembari mencubit gemas hidung mungil Mika.
"Kakak bisa saja," jawab Mika malu-malu.
...***...
Seperti biasa, Mahadri pasti akan menemani Mika hingga jam shiftnya selesai. Malam inipun demikian, Mahadri masih setia duduk di tempatnya ketika Mika tengah mengepel ruangan serta membersihkan dapur dan sekitar coffe machine. Sesekali Mahadri akan tersenyum di hadapan layarnya ketika dia tengah menuliskan betapa cantiknya pemandangan malam ini.
Melihat Mika yang tengah sibuk dengan pekerjaannya, ditambah rambut yang sudah terikat asal tidak mengurangi kecantikan Mika sedikitpun. mahadri malam itu akhirnya memutuskan untuk segera melamar Mika. Dia langsung meraih handphonenya dan menghubungi seorang kenalannya yang bekerja di sebuah toko emas. Mahadri mendesign sendiri cincin pertunangannya. Dia sudah mulai menggambarnya sejak minggu lalu di buku sketsanya.
Diam-diam Mahadri mengeluarkan buku sketsanya dan memfoto hasil designnya itu kemudian dia kirimkan kepada kenalannya. Setelah menentukan bahan cincinnya, Mahadri tersenyum. Dia akhirnya mengambil keputusan yang jelas tidak akan dia sesali seumur hidup. Cita-citanya sebentar lagi akan terkabul. Dia akan memperistri Mika Paramita dan akan menjadi suami yang baik untuknya seumur hidup mereka.
"Apa itu kak?" tanya Mika yang tiba-tiba saja sudah berdiri di sebelahnya. Mahadri gelagapan. Dia dengan segera menutup room chatnya dan sang teman juga menutup asal buku sketsanya.
"Nggak kok, nggak ada."
Mika hanya mengangguk-angguk sebagai tanggapan dari jawaban Mahadri.
"Kalau sudah selesai kita pulang yuk. Kakak antar kamu sampai rumah," kata Mahadri.
Satu juga kebiasaannya selain menemani Mika hingga selesai berberes. Dia juga akan mengantarnya pulang hingga ke rumah. Walaupun hanya berboncengan dengan menggunakan sepeda, tapi Mika tidak pernah protes. Justru dia senang diajak seperti ini. Menurutnya sepeda adalah kendaraan paling praktis di dunia. Dia bisa pergi kemana saja dengan biaya yang murah, dan tidak akan terjebak kalau ada kemacetan.
Mahadri mengerem sepedanya begitu sampai di pelataran sebuah rumah berukuran kecil berwarna oranye. Halamannya cukup luas, berisi banyak tanaman buah, apotek hidup, dan ada sederet pohon cabai yang mulai berbuah di ujung dekat pintu masuknya.
"Waw, pohon cabemu sudah hampir panen," kata Mahadri.
"Iya kak, ternyata jadi banyak sekali. Mama bilang sebagian akan dijual ke pasar besok bersama mangga-mangga yang sudah mulai masak itu," kata Mika.
"Kalau mau panen jangan sungkan hubungi aku ya. Akan kubantu," katanya.
"Tentu saja," jawab Mika.
Mahadri hanya sebentar bertemu dengan Papa Mika yang menantikan putrinya kembali bekerja. Karena malam sudah semakin larut bahkan hampir pagi, Mahadri bergegas pamit dan kembali ke rumah agar Mika dan Ayahnya juga dapat beristirahat untuk melanjutkan aktivitas mereka esok hari.
"Tunggu aku Mika, aku akan melamarmu segera," batin Mahadri sebelum dia melajukan sepedanya masuk ke dalam gang dan pulang.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments