Bibi membawa Mika ke kamar yang letaknya dekat dengan dapur. Tidak jauh dari kamarnya, dia bisa melihat sebuah ruangan yang menjadi tempat para pelayan dan pengawal Pramudya beristirahat. Ruangan itu berada di pojok dekat dengan sebuah pintu 2 lapis yang Mika berani bertaruh menuju ke luar karena Mika bisa mendengar suara kendaraan yang sesekali lalu lalang. Apalagi saat ini suasanya cukup sepi dan malam.
Mika kembali melayangkan padangannya ke arah dalam dimana dia bisa melihat Bibi berjalan menuju ke sebuah lemari kaca yang hampir memenuhi satu sisi dinding. Lemari itu berwarna putih tulang dengan aksen kayu di pintunya. Terlihat mewah dan Mika berani bertaruh jika dirinya ingin membeli lemari itu dia harus menjual seluruh hasil panen mangga di depan rumahnya selama setahun penuh.
Bibi membuka lemari itu lebar-lebar dan membuat mata Mika terbelalak, "Nona, di dalam lemari ini ada beberapa pakaian yang sudah saya siapkan. Jika tidak cocok nona boleh katakan pada saya, akan saya siapkan yang lainnya."
Mendengar perkataan Bibi jelas membuat Mika terbelalak kaget. Bagaimana mungkin hanya beberapa, Mika bisa melihat dengan jelas, matanya juga masih sehat. Lemari itu penuh berisi baju yang tertata rapi berdasarkan warna dan jenisnya.
"Bi, ini agaknya bukan hanya beberapa. Lagi pula saya hanya seorang tawanan, memangnya saya boleh memakai ini semua?" tanya Mika dengan suara kecil dan terdengar takut.
"Kamu bukan tawanan, cantik. Kamu adalah istri dari putraku. Kamu adalah menantuku," jawab Buna yang ternyata berdiri di depan pintu.
Buna melangkah masuk ke dalam kamar kemudian mendekati Mika yang masih bertahan dengan dandanan pengantinnya. Buna tersenyum kemudian membantu Mika melepaskan mahkota kecil yang masih bertengger cantik di kepala Mika. Buna kemudian memberikannya pada Bibi yang berdiri di sebelah Mika untuk disimpan di salah satu rak kaca di dalam lemari.
"Mika..., semua ini adalah milikmu. Kamu boleh melakukan apa saja di eumah ini. Kamu bukan tawanan cantik, kamulah tuan rumahnya. Kamu adalah pemiliknya," kata Buna lagi.
Mika terdiam. Dia bingung harus berkata apa dan harus merespon dengan cara apa. Dia ingat beberapa jam yang lalu Mika diculik dan dibawa paksa kemari, dinikahkan dengan begitu tiba-tibanya dengan jaminan pelunasan hutang kedua orang tuanya dan saat ini semua orang menyebutnya dengan sebutan "nona".
Dia juga masih ingat beberapa waktu lalu seorang pemuda bernama Pramudya yang begitu dingin, pemarah dan belum pernah Mika tahu sebelumnya akhirnya malah menjadi suaminya. Mika yang mengira dia akan menjadi tawanan justru malah diperlakukan begitu baik bukan hanya oleh para pelayan namun juga oleh Bunda Nana, ibu Pramudya.
"Tapi...,"
"Tidak ada tapi. Pramudya itu putraku satu-satunya jadi kamu adalah menantu Bunda satu-satunya. Jangan anggap dirimu rendah ya," kata Buna.
"Buna...,"
"Jangan ragu. Jika Pram berbuat jahat padamu atau sampai menyakitimu bilang saja pada Buna, okey?"
Mika mengangguk kemudian menerima pelukan Buna. Mika diminta mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lebih nyaman dipakai di rumah. Karena merasa bosan, Mika memberanikan diri untuk menyusul Bibi yang sepertinya masih berada di dapur.
"Bibi..., kemana semua orang? Kenapa rumah ini sepi sekali?" tanya Mika.
"Sudah jam segini biasanya para pelayan dan penjaga sudah kembali ke posnya masing-masing," jawab Bibi.
"Lalu Bibi sedang apa di sini?" tanya Mika.
"Kamar Bibi ada di sebelah kamarmu Nona dan Bibi hanya sedang merebus air untuk membuat segelas teh," jawab Bibi.
Bibi kembali menoleh ke arah Mika yang hanya duduk diam dengan kikuknya, "nona, mau teh juga?" tanya Bibi pada akhirnya.
Mika mengangguk, dari pada perutnya tidak terisi apapun karena jujur saja, cacing di dalam perutnya sudah meronta minta diberi makan sejak tadi. Bibi dengan senang hati membuatkan segelas teh hangat dan semangkuk mie instan karena Bibi tahu jika tuan barunya ini belum makan apapun sejak tadi dan dia mulai terlihat lapar.
"Terima kasih, Bi," jawab Mika menerima segelas teh dan semangkuk mie instan rasa ayam bawang itu dari Bibi.
"Panggil saya Bi Fatma. Saya kepala pelayan di sini jadi nona tidak perlu sungkan untuk meminta bantuan saya. Akan saya bantu dan saya cukupi semua kebutuhan nona," kata Bibi.
Mika terlihat menimbang-nimbang, kemudian dia kembali berucap, "Bi, kalau boleh aku minta sesuatu, bolehkah aku minta bibi untuk tidak memanggilku nona dan tidak menggunakan bahasa formal denganku? Sepertinya usia Bibi tidak terlampau jauh dengan Mamaku, aku tidak enak dipanggil nona Bi," kata Mika.
"Non, maaf ya. Bukan karena saya tidak mau mengabulkan permintaan nona, tapi tuan muda bisa marah," jawab Bibi.
"Tuan muda? Maksud Bibi si menyebalkan Pramudya itu?" tanya Mika.
Bibi tidak berani menjawab membuat Mika semakin yakin jika Pramudya adalah tuan muda yang menyebalkan. Mika sendiri heran, jika ibunya saja bisa sebaik itu kenapa perangai anaknya sebegitu menyebalkannya. Pasti ada sesuatu dengan ayahnya atau dia memang tipikal anak tidak tahu diri yang tahunya hanya terima jadi dan tidak mau berusaha keras.
"Dia pasti tipe anak manja yang semaunya sendiri dan sangat menyebalkan," batin Mika.
***
Mika masih bertahan di tempatnya duduk sembari menatap ke arah kanan dan kiri. Dia menemani Bibi yang tengah membersihkan dapur dan mempersiapkan bahan makanan untuk besok paginya. Jarum jam sudah menyentuh angka 2 ketika Mika melihat Pramudya kembali ke rumah.
Pramudya berjalan begitu saja melewati Mika yang duduk menatapnya tidak suka. Laki-laki itu berjalan ke arah lemari pendingin dan meraih saru botol air mineral. Baru dia akan menenggaknya, Pramudya melihat Mika menatapnya dengan pandangan tidak suka. Pramudya kembali menutup botolnya kemudian berjalan pergi menjauh dari Mika. Entah apa yang dipikirkan oleh laki-laki itu. Dia bahkan seperti tidak merasa bersalah. Dia juga tidak mencoba untuk menjelaskan apapun pada Mika.
"Hei!" panggil Mika yang menyusul Pramudya.
Pramudya menoleh, namun tidak mengatakan apapun. Karena geram, Mika langsung berteriak, "Setidaknya bicaralah sesuatu. Kau sudah membuatku bingung, memaksaku menikah denganmu padahal aku sebelumnya belum pernah mengenalmu. Kau ini siapa dan apa maumu sebenarnya?" tanya Mika.
"Bukan urusanmu," katanya.
"Bukan urusanku bagaimana? Kau ini menyebalkan sekali. Hei Pramudya, setidaknya kau harus menjelaskan sesuatu atau beri aku kesempatan untuk kembali ke rumahku setidaknya aku harus berpamitan dengan kedua orang tuaku sebelum menjadi tawananmu. Aku juga harus mengambil beberapa barang," kata Mika.
"Semua kebutuhanmu sudah ada di sini, kau kularang pergi kemanapun," katanya kemudian pergi begitu saja meninggalkan Mika yang geram tanpa bisa melakukan apapun. Andai di tangannya sedang menggenggam sesuatu pasti sudah dia lemparkan ke muka laki-laki menyebalkan itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments