Begitu Mika keluar dari area kasir, pemuda itu langsung menyeretnya keluar. Mika segera di bawa masuk ke dalam salah satu mobil hitam yang terparkir tepat di depan pintu cafe. Dia dipaksa masuk kemudian pemuda yang tadi menyeretnya ikut masuk dan duduk di sebelahnya.
"Bereskan semuanya," kata pemuda itu.
"Baik, tuan."
Mika semakin yakin jika dia saat ini menjadi korban penculikan. Namun gadis pemberani bernama Mika ini tidak begitu saja tinggal diam. Dia berusaha membuka pintu mobil di sebelahnya namun gagal.
"Percuma, kau tidak akan bisa lari," kata pemuda itu dengan nada yang sedikit lebih tenang.
Mobil mulai melaju kencang dan Mika tidak akan mungkin berani mengambil resiko untuk keluar dari mobil yang berjalan dengan kecepatan tinggi semacam ini. Mika akhirnya hanya bisa pasrah, duduk diam dan berusaha sejauh mungkin dari pemuda di sebelahnya yang terlihat sibuk dengan telepon genggamnya dan membicarakan banyak hal yang tidak Mika ketahui.
"Aku benar-benar diculik? Akan dibawa kemana aku?" tanya Mika.
"Nona, kami tidak sedang menculik anda. Kami hanya akan membawa anda kembali ke kediaman tuan kami. beliau yang duduk di sebelah anda, tuan Pramudya," kata yang duduk di sebelah pengemudi.
Mika kembali terdiam ketika pemuda bernama Pramudya itu menoleh ke arahnya. Dia hanya diam, melirik, dan kembali fokus dengan dunianya sendiri, kembali mengabaikan Mika yang duduk dengan kikuk di kursinya. Mika hanya menatap ke luar jendela berharap dia bisa mengingat jalanan yang dia lalui sehingga dia akan mampu menelinap keluar dan kembali ke rumah kedua orang tuanya.
Mika sekali lagi dibuat kaget ketika dia memasuki sebuah rumah yang bak istana. Dari gerbang menuju ke pintu depan saja mereka masih harus berjalan melewati halaman yang begitu luas juga sebuah air mancur berukuran sedang. Yang membuat Mika semakin terheran-heran adalah kedua orang tuanya yang kini berdiri di pintu depan di temani dua orang laki-laki yang berpakaian senada seperti yang dipakai oleh orang-orang yang mengawal pemuda di sebelahnya ini.
Bahkan salah satunya kini berjalan mendekat dan dengan senang hati membukakan pintu untuk Mika. Mika langsung turun dari mobil dan mendekap Mamanya yang mulai menangis.
"Mama, ini ada apa?" tanya Mika.
"Nak, maafin Mama. Maafin Papa. Kami gagal jadi orang tuamu," kata Mama dalam sela tangisannya.
"Papa...," tuntut Mika pada Papanya kali ini.
"Mika anak kesayangan Papa, maafin Papa ya sudah memperlakukanmu dengan begini tidak adilnya," kata Papa yang ikut menangis.
Pemuda yang tadi membawanya kemari hanya berjalan acuh melewati Mika dan kedua orang tuanya. Mika yang tidak tahu menahu geram melihat pemuda itu seperti tidak melihat apapun di hadapannya.
"Heh cowok kurang ajar! Lo apain Papa Mama gue ha?!" bentak Mika membuat pengawal yang sejak tadi berdiri tenang hampir memarahinya andai bukan pemuda itu yang menahan mereka hanya dengan mengangkat tangannya.
"Bi, bawa Mika ke kamar," perintahnya tidak mengindahkan bentakan Mika.
Bibi yang dia maksud kemudian mendekati Mika dan mulai menggandeng Mika bersama kedua orang tua Mika ke sebuah kamar. Mika tentu saja memberontak, namun dia tidak berdaya karena yang menariknya bukan hanya bibi itu tetapi juga Mama dan Papanya sendiri.
Sesampainya di kamar, Mika kembali menuntut penjelasan. Apalagi saat ini dia melihat kamar yang dia masuki ini dihias bak menyambut pengantin baru. Mika juga bisa melihat sebuah gaun yang indah berwarna putih tepat di sebelah lemari berkaca besar. Di atas meja rias juga sudah tertata rapi banyak sekali peralatan make up dan tidak jauh darinya berjejer aksesoris dan sepatu.
"Ma, Mama jelasin sama aku ini ada apa?"
"Mika..., dengerin Mama nak, kamu boleh benci sama Mama sebanyak yang kamu mau. Tapi Mama mohon dimanapun dan kapanpun kamu berada kamu harus menjaga dirimu. Jaga kesehatan dan keselamatanmu sendiri. Kamu harus bisa menjadi gadis yang mandiri dan dewasa ya sayang," kata Mama kembali menangis.
"Mama apa-apaan sih, Mama kaya mau melepas Mika buat dikorbankan tahu nggak. Mama bikin Mika takut," kata Mika.
"Mika, setelah ini kamu akan menikah. Jadi kamu harus bisa belajar menjadi istri yang baik buat suamimu, ya?" minta Papa membuat Mika sangat-sangat tercengang.
"Menikah?! Menikah sama siapa Papa jangan mengada-ada," kata Mika yang masih belum percaya dengan apa yang dikatakan oleh Papanya.
"Dengan tuan muda Pramudya. Orang yang membawamu kemari tadi," kata Mama.
"Tapi kenapa Pa? Ma?"
"Maafkan Papa nak, sore tadi dept collector itu datang kembali ke rumah membawa sebuah pistol. Tuan Pramudya datang setelahnya dan menyelamatkan Papa dan Mama. Tuan muda Pramudya melunasi semua hutang-hutang Papa dengan syarat Papa harus mau menikahkanmu dengannya. Maafkan Papa nak, kamu sudah Papa perlakukan begini," kata Papa.
"Itukah alasan dibalik luka di sudut bibir Papa dan lebam di lengan Mama? Karena Papa dan Mama berontak kemudian orang bernama Pramudya ini tiba-tiba datang melunasi hutang-hutang Papa dan Mama? Tapi dia siapa Ma? Pa? Apakah dia bukan orang jahat juga?" tanya Mika.
"Terserah kau akan berkata apa. Tapi bisakah kau lebih cepat sedikit? Kau membuang-buang waktuku yang berharga," kata Pramudya yang baru saja masuk ke dalam kamar.
Mika semakin geram. Dia marah dan kecewa tapi tidak tahu harus dia lampiaskan kepada siapa emosi yang dia rasakan ini. Kepada kedua orang tuanya juga tidak akan mungkin karena Mika tahu situasi yang dialami oleh kedua orang tuanya. Mereka juga pasti tidak sengaja melakukan ini. Tapi dia juga tidak bisa menerima pernikahan ini begitu saja sedangkan dia tengah menunggu kekasih hatinya, Mahadri untuk datang melamarnya. Dia sudah berjanji akan menunggu pemuda itu hingga kapanpun.
"Pa..., Ma..., aku akan menikah jika memang ini jalan satu-satunya untuk menyelamatkan keluarga kita. Papa dan Mama tidak perlu khawatir, akan kucari cara untuk bisa kembali dan membalas budi pada pemuda sombong itu Tunggu aku pulang Pa, Ma," kata Mika pada akhirnya.
"Drama...," katanya kemudian meninggalkan kamar Mika.
Mika langsung didandani, sapuan make up yang halus ditambah gaun dan aksesoris yang sederhana mampu membuat Mika terlihat begitu berbeda dengan dia yang biasanya. Mika terlihat begitu anggun dan manis walau hanya memakai gaun tanpa hiasan. Hanya ada mahkota kecil di atas kepalanya menghias gulungan rambutnya.
Setelah siap Mika langsung digiring untuk keluar menuju ke ruang tengah. Di sana sudah ada Pramudya yang menunggu dengan tenang, duduk di depan penghulu dan beberapa saksi. Pandangan Mika dia layangkan pada seorang wanita paruh baya cantik yang berdiri menyambut kedatangannya. Wanita itu bahkan tidak segan berjalan ke arahnya dan ikut menggandeng Mika untuk duduk di samping Pramudya.
Pernikahannya selesai begitu saja. Setelah menyematkan cincin di jari manis Mika yang terus saja bergetar sejak tadi, laki-laki itu pergi begitu saja diikuti oleh beberapa orang yang lainnya sedangkan para saksi ikut membubarkan diri setelahnya. Hanya tersisa Mika, bibi, dan wanita cantik yang ternyata adalah ibunya Pramudya di ruangan ini sedangkan kedua orang tuanya sudah diminta kembali ke rumah dengan diantar oleh seorang supir.
"Nak..., kau tidak perlu takut. Kenalkan, nama Bunda adalah Nana, panggil saja Buna. Jangan sungkan untuk menceritakan semuanya pada Buna ya, Buna ini ibunya Pram tapi Buna janji Buna akan menjaga rahasiamu dengan baik," kata wanita yang memperkenalkan dirinya sebagai "buna" ini.
Buna sekali lagi tersenyum, kemudian tangannya mengangkat dagu Mika yang sejak tadi tertunduk mencoba menutupi kemalangannya. Begitu mata Mika dan Buna bertemu, Buna langsung menggeleng dan menyeka air mata Mika, "jangan menangis. Menantu Buna dilarang menangis," kata Buna sembari tersenyum dengan begitu lembutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments