Sudah beberapa hari ini Mika berada di kediaman Pramudya. Masalahnya laki-laki itu benar-benar memenjarakan dia di rumah megah ini. Mika tidak hanya dilarang untuk pergi keluar tapi juga dilarang untuk mengetahui dunia luar juga. Pramudya bilang dia akan meminta para pelayan mengambil barang-barangnya di rumah, tapi barang-barang yang dibawa itu hanya barang-barang yang sebenarnya tidak Mika butuhkan. Justru handphone Mika, barang yang sangat-sangat Mika andalkan untuk menghapus kebosanan tidak disertakan dalam kardus yang dibawa oleh pengawal Pramudya tempo hari.
Beruntungnya Mama sempat menyelipkan secarik kertas berisi permintaan maaf mama dalam sebuah buku diary yang masih kosong, "Mama sertakan buku ini Mika, untuk kamu curhat. Maaf ya Papa dan Mama melakukan hal sejahat ini padamu. Kamu boleh menghujat dan menyalahkan Papa dan Mama kemudian menuliskannya dalam buku ini. Isi sampai penuh, biar hatimu lega biar buku ini menjadi kawanmu berkeluh kesah," kata Mama di dalam surat yang sengaja Mama selipkan ke dalam buku berwarna coklat itu.
Pada akhirnya Mika selalu membawa buku itu kemana-mana. Bukunya berisi kertas polos tanpa garis jadi Mika terkadang mengisinya dengan kata-kata dan beberapa lagi dia isi dengan gambar-gambar tentang apa saja yang bisa dia gambar. Salah satunya adalah Bibi yang saat ini tengah menyiapkan pasta di hadapannya. Mika terlihat tenggelam dalam gambarnya dan beberapa kali Bibi lihat tersenyum melihat ke arahnya.
"Non, sedang gambar apa sih sepertinya asik sekali," tanya Bibi.
"Sedang menggambar senyum Bibi," jawab Mika dengan senyum lebar di wajahnya. Bibi ikut tersenyum tatkala memandang senyum manis Mika. Senyumnya begitu tulus dan mencerminkan kebahagiaan tidak peduli jika saat ini dia sedang tertimpa musibah atau sedang kesusahan.
Mika seharian ini tenggelam dalam gambar-gambarnya dan Bibi dengan senang hati akhirnya membelikan sebuah buku sketsa pada gadis manis tuan muda barunya ini. Selesai menggambar Bibi yang sedang merangkai bunga, Mika berpindah menuju ke taman samping. Di sana biasanya ada beberapa tukang kebun yang melakukan perawatan taman pada jam seperti ini. Mika duduk di sebuah bangku taman dan kembali fokus dalam gambar-gambar sketsanya.
Kali ini dia menggambar jajaran bunga berwarna-warni yang tertata rapi di taman rumah Pramudya. Mulai dari mawar merah sampai ada lili berwarna putih juga. Ketika Mika memberanikan diri untuk bertanya tukang kebun di rumah itu menjawab jika bunga-bunga ini biasa dipetik untuk dirangkai dan diletakkan di meja-meja yang ada di seluruh ruangan termasuk meja yang ada di kamar Mika. Pak Rahmat juga menjelaskan jika tuan mudanya itu sangat menyukai bunga walaupun dia laki-laki.
Ketika obrolan Mika dengan Pak Rahmat semakin mengalir, Mika memutuskan untuk menutup buku sketsanya dan fokus mengobrol dengan tukang kebun yang katanya sudah puluhan tahun bekerja di rumah ini. Sedang asiknya mengobrol, tiba-tiba Buna datang dan berjalan mendekati Mika. Buna bahkan tidak segan untuk ikut berjongkok di sebelah Mika yang sejak tadi mengagumi bunga-bunga ditaman sembari mengobrol dengan Pak Rahmat.
"Syukurlah Buna sudah bisa melihat senyummu lagi," kata Buna.
"Hua...!" Teriak Mika yang kaget karena Buna sudah duduk di sebelahnya. Mika yang kaget akhirnya terjatuh ke samping dan pakaiannya langsung kotor akibat terciprat tanah basah.
"Eh hati-hati sayang," kata Buna sembari membantu Mika.
"Buna membuatku kaget," rengek Mika.
Buna kemudian membantu Mika untuk berdiri dan duduk di tempat Mika duduk tadi. Pakaian Mika agak kotor jadi Buna meminta Mika untuk masuk lebih dulu mengganti pakaiannya dan mencuci tangannya kemudian Buna memintanya untuk kembali kemari. Sementara menunggu Mika mengganti baju dan mencuci tangannya, Buna menemukan buku sketsa yang sedari tadi Mika bawa. Buna membuka beberapa lembar gambar Mika dan menemukan hasil karya menantunya.
Gambarnya tidak berwarna karena dia hanya menggambar sketsa. Bermodalkan sebuah pensil 2B dia membuat maha karya yang jujur Buna sendiri tidak akan mampu membuatnya. Gambarnya begitu halus dan detail. Buna bahkan bisa merasakan gambar Mika hidup. Buna melihat wajah Bibi yang ada di dalam gambar benar-benar memancarkan senyuman yang sesungguhnya.
"Buna maaf, aku lama," kata Mika yang kembali dengan pakaian yang lebih bersih.
"Mika...,"
"Ya Buna?"
"Boleh kamu gambar Buna? Buna ingin kamu lukis," kata Buna.
Mika sempat terdiam mendapati buku sketsanya ada di tangan Buna saat ini. Mika terdiam kemudian mengangguk menerima buku sketsanya kembali. Buna tersenyum kemudian meminta Mika untuk duduk sedangkan Buna kini berdiri menggenggam setangkai bunga mawar merah yang baru dipetik. Buna terlihat manis ketika tersenyum dan menggambar senyum Buna membuat Mika ikut tersenyum juga. Buna selalu mengingatkan Mika pada Mamanya yang sama-sama cantik dan begitu anggun.
"Mika, sejak kapan kamu suka menggambar?" tanya Buna.
"Entahlah Buna, sejak dulu apabila aku sedang sedih atau ada sesuatu yang mengganggu pikiranku aku pasti akan menggambar. Sekedar untuk menenangkan pikiranku saja," kata Mika.
"Kalau begitu Buna belikan peralatan untuk melukis dan menggambar ya," kata Buna.
"Eh nggak usah Buna, jangan. Buang-buang uang. Ini saja sudah cukup," kata Mika sembari mengangkat buku sketsanya yang tidak terlalu besar itu.
Buna menggeleng, "Mika, apa kamu tidak bosan hanya berada di rumah ini tanpa melakukan apapun? Bukankah Pram juga melarang semua pelayan menerima bantuan darimu?"
Mika terdiam kemudian wajahnya terlihat sedih dan menunduk. Buna berjalan mendekati Mika kemudian meletakkan mawar merah yang digenggamnya tadi di pangkuan Mika. Kedua tangannya Buna pakai untuk menangkup pipi Mika dan mengelusnya, "Mika, Buna kan belum pernah membelikan apapun untuk menantu Buna yang cantik ini. Buna yakin Pram juga belum pernah melakukan apapun padamu kan? Buna hanya ingin kamu merasa bahagia sekaligus Buna ingin minta maaf atas perangai Pram yang kasar padamu," kata Buna sembari menatap lekat wajah Mika.
"Mika di sini untuk menebus kesalahan yang sudah dilakukan oleh Papa dan Mama. Mika tidak pernah mengharapkan bisa diterima di sini apalagi jika harus berharap menjadi istri Pram. Mika sudah membayangkan jika Mika akan diperbudak di sini tapi dengan sikap Buna pada Mika membuat Mika jauh lebih dari bersyukur. Mika tidak akan meminta apapun lagi yang lain. Mika tidak berani Buna," kata Mika.
"Buna bangga sama kamu Mika. Buna senang kamu bisa menerima Pram. Buna harap kamu dan Pram suatu saat akan menemukan bahwa kalian sudah menikah dan hidup selayaknya suami dan istri. Karena Buna merelakan Pram menikah hanya denganmu bukan dengan yang lainnya. Tidak peduli sehebat apapun wanita itu tapi Buna akan tetap memilih kamu," kata Buna.
Mika tidak lagi menjawab. Mika hanya menangis dalam pelukan Buna yang juga menampakkan raut wajah sedihnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments