Bagian 4 Penghuni Kelas Angin Ribut

Libur telah usai, Senin pagi Andrea menyetop angkot. Dia sudah tidak sabar, melihat atap sekolahan, pohon-pohon bunga kertas di depan kelasnya, dan lapangan basket tempatnya nongkrong sambil makan cilok.

Rambutnya berkibar terkena embusan angin kendaraan yang lewat, membawa debu-debu jalanan, beserta kuman-kumannya. Buru-buru dia ikat buntut kuda, biar tidak berantakan.

Ibunya sudah beberapa kali mengingatkan untuk segera mengenakan jilbab, tetapi Andrea belum siap. Dia masih merasa belum pantas mengenakannya karena sifatnya yang tomboi. Belum sanggup kegerahan, dan harus duduk manis menunduk seperti cewek berhijab kebanyakan.

Kalau bukan karena peraturan sekolah, dia juga enggan pakai rok panjang. Maunya pakai celana kodok atau jeans belel, pakaian kebesarannya.

Turun dari angkot Andrea segera memasuki sekolah dengan ceria. Dia melihat seseorang.

"Ren!"

Dia tidak didengar. Ren terus saja berjalan memasuki pintu gerbang.

“Sombong amat.” Andrea menarik ujung jilbabnya dari belakang.

“Eh, kena rambutku. Awas ya kalau ada yang rontok!” Ren meringis, rambutnya yang diikat di dalam jilbab ke tarik juga. Setelah lama pura-pura cemberut, dia memeluk Andrea yang merentangkan tangannya kangen.

“Seru di sana?” Ren merangkul pundak Andrea, mengajaknya berjalan bersama.

“Di mana?" Andrea balik bertanya dengan gaya bingung.

“Ditanya benar-benar,” gerutu Ren.

“Aku tahu, kamu basa-basi. Kan kita tiap hari kabar-kabari, kalah infotainment."

Ren membenarkan ujung jilbabnya yang tersibak terkena angin. "Oleh-oleh ...." Ren menengadahkan tangan.

Andrea menunjukkan tasnya. "Biasa, dodol."

"Mana?" Ren merebut tas di punggung Andrea. Andrea lari menjauh, Ren mengejarnya.

Ren adalah sahabat Andrea. Berteman sejak SMP, dan sekarang satu kelas dengannya. Siswi yang lumayan bener di kelasnya.

Walaupun tomboinya identik dengan Andrea, tetapi dia sahabat Andrea yang sudah memikirkan tobat dan akhirat, mengenakan jilbab sejak SMP.

Banyak cowok takut padanya. Makanya dia dipilih menjadi KM d kelasnya. Bingung kan ya kenapa ditakuti banyak cowok? Soalnya dia diam-diam jago karate, sudah ban hitam.

“Kaliaaan …!” Tiba-tiba suara cempreng memekakkan telinga, turun dari mobil sport mewah, lalu menubruk Andrea dan Ren yang sedang berebut tas, tepatnya berebut dodol.

Itu Zellina, sahabat kedua Andrea. Dia maunya dipanggil Zel atau Punzel, karena merasa mirip Rapunzel, puteri raja yang terasing dan baru ditemukan. Ren dan Andrea menutup kuping. Dia suka caper tidak ketulungan.

“Biasa aja kali, Zel. Gak ketemu seminggu kayak gak ketemu seabad," gerutu Andrea.

“Masa sih? dua minggu tauuuu ... Kangeeen, kalian emang enggak kangen aku?” Zellina mulai soak, libur seminggu dibilang dua minggu.

“Gak!!” jawab Andrea dan Ren, berbarengan.

Zellina merengut, bibirnya monyong beberapa centi. Tetapi wajah princesnya tetap memukau, terutama untuk cowok-cowok tanggung penghuni sekolah itu.

“Otok otok otok otok ... kangen dong Princes,” ujar Ren, kedua tangannya menggepit pipi Zellina dengan gemas.

“Kangen beloonnya,” samber Andrea sambil berlari. Zellina mencebik, mau mengejar Andrea tapi ditahan oleh Ren.

“Itu lihat, Si Andrehehanusa!” gerutu Zellina.

“Biari saja, kan memang iya kamu itu ....” Ren ragu-ragu melanjutkan ucapannya.

“Apa?”

“Cantik, kaya Rapunzel kan.” Ren menyentuh bando imut di rambut Zellina.

Zellina mengedip-ngedipkan mata. Sifat aslinya keluar, manja, sok cantik dan kadang genit. Artis cetar juga tidak begitu-begitu amat. Dia membenarkan letak bando yang menghiasi rambut indahnya.

Sebenarnya Zellina itu cantik, sepadan dengan sifatnya yang sok Princes, dan tongkrongannya yang setiap hari antar jemput mobil pribadi karena ayahnya salah seorang pejabat penting di perusahaan Pertamina, tapi otaknya sedikit kurang menyambung dengan pikiran orang lain, sehingga banyak cowok yang illfeel setelah dekat dengannya.

Mungkin karena dia anaknya terlalu polos, jadi terkesan beloon. Ah, tapi teman-temannya tidak mempersalahkan itu. Orang kaya mah bebas, ngomong tidak nyambung juga ditanggapi terus.

Mereka bertiga bersama menyusuri lorong sekolahan bak Tri Angel. Semua yang ada di sana di sapa, ditanya. Tertawa-tawa tidak karuan segala diceritakan.

Banyak mata melihat mereka geli, bahkan ada yang sedikit mencibir, meskipun banyak juga yang suka dan menyapa mereka balik, yang ini kaum berkumis tipis tentunya.

Tiga sekawan itu lumayan populer di sekolah, walaupun populer karena kehebohannya, bukan prestasinya. Meski begitu, kemanisan mereka bertiga juga diam-diam menjadi primadona di hati para siswa yang menjadi kakak kelasnya. Dan ada yang penasaran.

"Hai, Ndre!" sapa Yadi, siswa kelas tiga yang hobi main basket. Ganteng, tinggi, berkelas.

"Pagi, Kak," jawab Andrea.

"Selamat belajar kembali ya semuanya." Yadi menatap ketiganya bergiliran.

Pandangan Yadi dan Zellina beradu. Membuat Zellina tersipu dan sedikit grogi. Yadi mengalihkan pandangan kepada Ren.

"Selamat bertugas, ya." Yadi tersenyum kepada Ren. Dia sudah lama tahu kalau Ren adalah ketua kelas. Mereka pernah kumpulan bareng.

"Iya, terima kasih." Ren, Andrea, dan Zellina berlalu sambil saling sikut. Yadi kembali membanting-banting bola basket ke lantai. Dari ketiganya dia hanya kenal dengan Andrea, karena pernah bareng dalam ekskul basket.

Tiba di kelas suasana sudah ramai, semuanya sedang kangen-kangenan setelah seminggu tidak bertemu. Gaduh tak menentu. Pemandangan biasa untuk kelas mereka.

Diantara teman-temannya yang mirip anak TK, hanya Fany, yang diam. Dia tidak terganggu dengan suasana gaduh pagi itu, asyik sendiri di pojokan membaca komik Jepang.

Fany sudah biasa begitu, tukang menyendiri, bahkan suka ngomong sendiri. Riasan igari menghiasi wajahnya. Dia memang terobsesi dengan Jepang. Aneh memang, tetapi tetap tidak terlalu cantik, malah mengerikan.

Zainal alias Zay, sedang dibully, kepalanya ditoyor-toyor Akri and the geng gara-gara mencoba mendaftarkan diri masuk ke dalam geng mereka.

Zainal hampir menangis ketika Andrea dan teman-temannya datang. Geng Akri berhenti setelah melihat Ren bertolak pinggang. Bukan karena takut, mereka gengsi saja harus berurusan dengan cewek. Akri memberi isyarat kepada gengnya untuk pergi. Sok ngebos.

"Ke mana, bos?" tanya Joni.

"Cari keong," jawab Akri.

"Jangan!" sergah Zainal, melambai. Membuat Andrea jijik.

"Suka-suka gue." Akri melengos, dia paling tidak suka dengan cowok lembek seperti Zainal.

Anak-anak yang lain tidak kalah riweuh, tidak ada yang diam. Ada yang main vlog, main game online sampai miring-miring, yang cewek cekikikan ngerumpiin cowok, yang lapar makan, bahkan ada yang sesang mengerjakan PR.

“Lu lagi apa?” tanya Andrea, merasa heran, baru masuk sekolah sudah mencatat saja, belajar saja belum.

“Ngecek PR," jawab temannya.

“PR apa? belajar saja belum." Andrea melirik buku temannya. "Bakwan, risol, agar-agar, jeruk, ... mau selametan, lu?"

"Ini PR Gue untuk kantin sekolah."

Andrea tepok jidatnya, lupa kalau temannya itu suka nitip jajanan di kantin.

Andrea pergi untuk duduk di bangkunya, yang berada di deretan pinggir menempel dengan jendela. Sudah terbiasa dengan keadaan kelasnya yang seperti itu. Kelas mereka kan terkenal kelas angin ribut, penghuninya tidak ada yang mau belajar, makanya tidak ada yang pintar. Guru-guru malas mengajar. Dari kelas satu, mereka kompak begitu. Aneh.

Tiba-tiba terdengar tepukan keras, Ren sang ketua kelas mulai beraksi.

“Teman-teman, selamat pagi, Good morning, Guten morgen. Mulai hari ini kita akan mulai belajar lagi, dimohon kerja samanya untuk terus menjadi pelajar yang baik dan selalu menaati peraturan yang akan dibacakan ini ….”

Tetapi semua tidak ada yang mendengar, tetap dengan kegiatan masing-masing, menggaduhkan kelas.

Ren koar-koar sendiri membacakan tata tertib kelas yang tiap hari juga menempel di tembok. Sampai dia frustrasi sendiri.

“Lagian, kamu mau aja ditunjuk jadi KM. Sudah tahu kelas ini sudah kayak kumpulan orang kesambet,” kata Andrea, ketika Ren menghampirinya dengan wajah mau menangis. Aksinya di depan kelas tidak ada yang menanggapi.

“Aku enggak enak sama Bu Anis. Bilangnya kelas ini butuh perhatian dan kelembutan, biar energi positifku menular kepada semua teman-teman di sini.” Ren menarik nafas berat.

Andrea tertawa. “Energi positif, yang ada energi kamu yang tersedot. Sudahlah, baru masuk sudah mau mewek, santuy,” lanjut Andrea.

Dia memandang ke luar jendela, melihat pembajak kalem sedang beraksi.

Pak Iwan sedang bekerja di sawahnya dengan beberapa pekerja. Kali ini sawahnya dalam tahap dibajak, setelah beberapa lama dibiarkan begitu saja seusai panen.

Pak Iwan adalah pemilik sawah yang berada pas di pinggir sekolahnya. Kota tempat tinggal Andrea memang terkenal dengan lumbung padinya, jadi pemerintah dan masyarakat masih mempertahankan sawah demi produksi padi dan beras sebagai pemasok terbesar negeri ini.

Entah kenapa di zaman semodern ini Pak Iwan tidak pernah mau membajak sawahnya dengan mesin. Beliau masih saja menggunakan kerbaunya itu untuk membajak.

Lelaki yang diketahui sudah menduda itu melihat ke arah kelas, lalu melambaikan tangan ketika mengetahui Andrea sedang memperhatikannya dari balik kaca jendela.

Andrea balas melambaikan tangan sambil tersenyum lalu berdiri untuk membuka jendela dan melongokkan kepalanya. “Semangat, Pak!” teriak Andrea, menyemangati.

Pak Iwan mengacungkan jempolnya tanda setuju. Kerbaunya terdengar melenguh, ikut setuju.

“Ciee, Andrea ketemu pembajak.” Zellina yang tiba-tiba nimbrung ikut membuka kaca jendela yang lainnya.

“Pakdeeee!! ada salam dari Andrea .… “ Hanya Zellina yang memanggil Pak Iwan Pakde, katanya sih Pak Iwan mengingatkan dia akan Pakdenya di Jawa yang mempunyai beberapa kerbau besar.

Pak Iwan tersenyum, Andrea ingin mencubit pinggang Zellina tapi sasarannya keburu kabur sambil cekikikan.

"Tidak sopan sama orang tua!" gumam Andrea.

Pengumuman upacara akan segera dimulai telah berkumandang dari pengeras suara, tapi tidak ada yang mendengar sama sekali.

Jedarrrr!!

Semua mendengar ketika ada gelegar, pukulan jidar panjang ke pintu kelas. Jidar siapa lagi kalau bukan jidarnya Bu Anis, wali kelas mereka, guru killer dengan sanggul cepol lengkap dengan tusuk konde yang menjadi ciri khasnya.

Seperti kerbau dicocok hidungnya, semuanya berduyun-duyun menuju lapangan upacara diikuti sorot mata tajam wali kelas di mulut pintu.

Terima kasih yang sudah membaca, silakan lanjut di episode selanjutnya.

Terpopuler

Comments

Handaru Rayyi

Handaru Rayyi

suka thor...

2021-01-25

0

Mia Poei

Mia Poei

semangat

2020-09-04

0

Yhu Nitha

Yhu Nitha

aq mampir lagi

2020-08-26

1

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 Libur Telah Usai
2 Bagian 2 Obrolan di Meja Makan
3 Bagian 3 Drama Warisan Keluarga
4 Bagian 4 Penghuni Kelas Angin Ribut
5 Bagian 5 Tamu Tak Diundang
6 Bagian 6 Pembunuh Berantai?
7 Bagian 7 Bertemu Suruhan Leluhur
8 Bagian 8 Mereka Tidak Melihatnya
9 Bagian 9 Tugas Matematika
10 Bagian 10 Sisi Baik VS Sisi Buruk
11 Bagian 11 Diskusi Tidak Bertepi
12 Bagian 12 Nakas dan Rahasia
13 Bagian 13 Belajar Mantra
14 Bagian 14 My Jin Ganteng
15 Bagian 15 Pesta Kucing
16 Bagian 16 Wujud Si Belang
17 Bagian 17 Bertemu Gigit
18 Bagian 18 Penjaga Setia
19 Bagian 19 Dalam Kerumitan Matematika
20 Bagian 20 Kembali ke Gembok
21 Bagian 21 Kebaperan yang Hakiki
22 Bagian 22 Digetok Tusuk Konde
23 Bagian 23 Ojek Handsome
24 Bagian 24 Merayu Guru Kesayangan
25 Bagian 25 Persahabatan, dan Perjalanan Jalur Selatan
26 Bagian 26 Golok, atau Sendal
27 Bagian 27 Cewek Indigo
28 Bagian 28 Lee Min Hoo Mah Lewat
29 Bagian 29 Princes Lapangan
30 Bagian 30 Penyelidikan Awal
31 Bagian 31 Persaingan Semakin Panas
32 Bagian 32 Takut Jatuh Cinta
33 Bagian 33 Jatuh Cinta Kepada Penghuni Tusuk Konde
34 Bagian 34 Terkungkung Perjanjian
35 Bagian 35 Kejamnya Penolakan
36 Bagian 36 Dianggap Pecapacor
37 Bagian 37 Kesurupan Masal
38 Bagian 38 Hikmah di Balik Kesurupan Masal.
39 Bagian 39 Melipirkan Rasa Kedua Kali
40 Bagian 40 Hangat Untuk Semua Orang
41 Bagian 41 Lelaki Patah Hati
42 Bagian 42 Sowan Kedua Kalinya
43 Bagian 43 Hati yang Terpotek
44 Bagian 44 Kehadiran Marvel
45 Bagian 45 Menjalani Hukuman
46 Bagian 46 Renungan Sang Guru
47 Bagian 47 Jengkol vs Petai
48 Bagian 48 Teror Penculikan
49 Bagian 49 Meneror Peneror
50 Bagian 50 Menyergap Penculik Gagal
51 Bagian 51 Tumor Otak Stadium 1
52 Bagian 52 Tidur Tampan Sang Pangeran
53 Bagian 53 Menunggu Perintah
54 Bagian 54 Kehadiran Tante Dina
55 Bagian 55 Trek-Trekan Ala Zainal
56 Bagian 56 Dia yang Selalu Ada
57 Bagian 57 Ibunya Sadar, Dale Terpental
58 Bagian 58 Roti Bakar Kombinasi Rasa
59 Bagian 59 Sepupu Terketus
60 Bagian 60 Mengeroyok Biang Kerok
61 Bagian 61 Teka-Teki Persembahan Lyla
62 Bagian 62 Lempar Kacang Bawang
63 Bagian 63 Penculikan Kedua
64 Bagian 64 Aksi Penyelamatan
65 Bagian 65 Berkunjung ke Kampung, Menuju Gunung
66 Bagian 66 Bertemu Kelompok Zigonk
67 Bagian 67 Kesambet Zigonk
68 Bagian 68 Menginap, Mengendap
69 Bagian 69 Duo Bidadari Bangun dari Tidur
70 Bagian 70 Dejavu
71 Bagian 71 Tersentuh Penyusup Subuh
72 Bagian 72 Ritual Pembebasan
73 Bagian 73 Reuni Kecil-Kecilan dengan Mantan Juragan Kecil
74 Bagian 74 Meminta Hak (Warisan)
75 Bagian 75 Gagal Berdosa
76 Bagian 76 Pulang
77 Bagian 77 Ancaman Maut
78 Bagian 78 Princes dan Anak Angon
79 Bagian 79 Rahasia Besar
80 Bagian 80 Luka Tak Berdarah
81 Bagian 81 Laporan Tidak Diterima
82 Bagian 82 Menginap di Hotel Berbintang
83 Bagian 83 Kehilangan Gigit
84 Bagian 84 Kejar-kejaran
85 Bagian 85 Kabar, Resah, dan Gelisah
86 Bagian 86 Ibu Berwasiat, Pembantu Dipecat
87 Bagian 87 Mandiri
88 Bagian 88 Antara Bogor, dan Malaysia
89 Bagian 89 Penampakan Bodyguard Tampan
90 Bagian 90 Duo Kepompong Hidup
91 Bagian 91 Dijemput Aparat
92 Bagian 92 Di Balik Jeruji Besi
93 Bagian 93 Anak Angon Saba Kota
94 Bagian 94 Nona Tanpa Wadah Susu
95 Pengumuman
96 Bagian 95 Teka-teki Anak Tiri
97 Bagian 96 Pagi yang Pedas
98 Bagian 97 Penawaran Pihak Lawan
99 Bagian 98 Melawan dengan Elegan
100 Bagian 99 Game Over
101 Bagian 100 Pesta Kebebasan
102 Bagian 101 Dodo dan Gigit Menghilang
103 Bagian 102 Andrea Lempar Bom, Gigi Menembak
104 Bagian 103 Menagih Janji
105 Bagian 104 TAMAT
Episodes

Updated 105 Episodes

1
Bagian 1 Libur Telah Usai
2
Bagian 2 Obrolan di Meja Makan
3
Bagian 3 Drama Warisan Keluarga
4
Bagian 4 Penghuni Kelas Angin Ribut
5
Bagian 5 Tamu Tak Diundang
6
Bagian 6 Pembunuh Berantai?
7
Bagian 7 Bertemu Suruhan Leluhur
8
Bagian 8 Mereka Tidak Melihatnya
9
Bagian 9 Tugas Matematika
10
Bagian 10 Sisi Baik VS Sisi Buruk
11
Bagian 11 Diskusi Tidak Bertepi
12
Bagian 12 Nakas dan Rahasia
13
Bagian 13 Belajar Mantra
14
Bagian 14 My Jin Ganteng
15
Bagian 15 Pesta Kucing
16
Bagian 16 Wujud Si Belang
17
Bagian 17 Bertemu Gigit
18
Bagian 18 Penjaga Setia
19
Bagian 19 Dalam Kerumitan Matematika
20
Bagian 20 Kembali ke Gembok
21
Bagian 21 Kebaperan yang Hakiki
22
Bagian 22 Digetok Tusuk Konde
23
Bagian 23 Ojek Handsome
24
Bagian 24 Merayu Guru Kesayangan
25
Bagian 25 Persahabatan, dan Perjalanan Jalur Selatan
26
Bagian 26 Golok, atau Sendal
27
Bagian 27 Cewek Indigo
28
Bagian 28 Lee Min Hoo Mah Lewat
29
Bagian 29 Princes Lapangan
30
Bagian 30 Penyelidikan Awal
31
Bagian 31 Persaingan Semakin Panas
32
Bagian 32 Takut Jatuh Cinta
33
Bagian 33 Jatuh Cinta Kepada Penghuni Tusuk Konde
34
Bagian 34 Terkungkung Perjanjian
35
Bagian 35 Kejamnya Penolakan
36
Bagian 36 Dianggap Pecapacor
37
Bagian 37 Kesurupan Masal
38
Bagian 38 Hikmah di Balik Kesurupan Masal.
39
Bagian 39 Melipirkan Rasa Kedua Kali
40
Bagian 40 Hangat Untuk Semua Orang
41
Bagian 41 Lelaki Patah Hati
42
Bagian 42 Sowan Kedua Kalinya
43
Bagian 43 Hati yang Terpotek
44
Bagian 44 Kehadiran Marvel
45
Bagian 45 Menjalani Hukuman
46
Bagian 46 Renungan Sang Guru
47
Bagian 47 Jengkol vs Petai
48
Bagian 48 Teror Penculikan
49
Bagian 49 Meneror Peneror
50
Bagian 50 Menyergap Penculik Gagal
51
Bagian 51 Tumor Otak Stadium 1
52
Bagian 52 Tidur Tampan Sang Pangeran
53
Bagian 53 Menunggu Perintah
54
Bagian 54 Kehadiran Tante Dina
55
Bagian 55 Trek-Trekan Ala Zainal
56
Bagian 56 Dia yang Selalu Ada
57
Bagian 57 Ibunya Sadar, Dale Terpental
58
Bagian 58 Roti Bakar Kombinasi Rasa
59
Bagian 59 Sepupu Terketus
60
Bagian 60 Mengeroyok Biang Kerok
61
Bagian 61 Teka-Teki Persembahan Lyla
62
Bagian 62 Lempar Kacang Bawang
63
Bagian 63 Penculikan Kedua
64
Bagian 64 Aksi Penyelamatan
65
Bagian 65 Berkunjung ke Kampung, Menuju Gunung
66
Bagian 66 Bertemu Kelompok Zigonk
67
Bagian 67 Kesambet Zigonk
68
Bagian 68 Menginap, Mengendap
69
Bagian 69 Duo Bidadari Bangun dari Tidur
70
Bagian 70 Dejavu
71
Bagian 71 Tersentuh Penyusup Subuh
72
Bagian 72 Ritual Pembebasan
73
Bagian 73 Reuni Kecil-Kecilan dengan Mantan Juragan Kecil
74
Bagian 74 Meminta Hak (Warisan)
75
Bagian 75 Gagal Berdosa
76
Bagian 76 Pulang
77
Bagian 77 Ancaman Maut
78
Bagian 78 Princes dan Anak Angon
79
Bagian 79 Rahasia Besar
80
Bagian 80 Luka Tak Berdarah
81
Bagian 81 Laporan Tidak Diterima
82
Bagian 82 Menginap di Hotel Berbintang
83
Bagian 83 Kehilangan Gigit
84
Bagian 84 Kejar-kejaran
85
Bagian 85 Kabar, Resah, dan Gelisah
86
Bagian 86 Ibu Berwasiat, Pembantu Dipecat
87
Bagian 87 Mandiri
88
Bagian 88 Antara Bogor, dan Malaysia
89
Bagian 89 Penampakan Bodyguard Tampan
90
Bagian 90 Duo Kepompong Hidup
91
Bagian 91 Dijemput Aparat
92
Bagian 92 Di Balik Jeruji Besi
93
Bagian 93 Anak Angon Saba Kota
94
Bagian 94 Nona Tanpa Wadah Susu
95
Pengumuman
96
Bagian 95 Teka-teki Anak Tiri
97
Bagian 96 Pagi yang Pedas
98
Bagian 97 Penawaran Pihak Lawan
99
Bagian 98 Melawan dengan Elegan
100
Bagian 99 Game Over
101
Bagian 100 Pesta Kebebasan
102
Bagian 101 Dodo dan Gigit Menghilang
103
Bagian 102 Andrea Lempar Bom, Gigi Menembak
104
Bagian 103 Menagih Janji
105
Bagian 104 TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!