My Secret Bodyguard

My Secret Bodyguard

Bagian 1 Libur Telah Usai

“Mirip bapaknya banget, susah dibangunkan.” Yuli menarik nafas, lalu membuangnya seolah putus asa.

“Eh, ini apa atuh malah nyalahin yang sudah enggak ada ... Sudah, biar Teteh saja yang bangunkan.” Bu Nisma melirik Yuli yang sedang mengaduk-aduk nasi di meja makan untuk didinginkan.

Sebagai kakak dia harus bijaksana, tidak boleh memihak salah satu dari adik ipar atau almarhum adiknya, apalagi hanya mempermasalahkan sifat anaknya yang malas bangun menurun dari siapa.

Kalau bicara keturunan, tentu tidak hanya dari orang tuanya saja bukan. Kakek, buyut, canggah, wareng, udeg-udeg, gantung siwur, dan seterusnya bisa jadi ikut andil. Gen dalam darah kan menetes ke bawah, tidak ke atas, kecuali bisa disedot.

“Eh, tidak usah, Teh. Biar saya saja, sekali lagi.” Yuli mencegah sambil senyum-senyum malu. Padahal dia tadi hanya bercanda, menyebut bapaknya itu hanya untuk menunjukkan saja kepada kakak iparnya, bahwa dia selalu mengenang suaminya itu, tidak pernah melupakannya sedikitpun.

“Ya sudah, Teteh juga masih ada yang harus dikerjakan di dapur.” Bu Nisma berbalik ke arah dapur, mengusap pundak adik iparnya.

Dari subuh dia sibuk sekali menata oleh-oleh. Berbagai macam makanan kampung di masukan ke dalam kantong besar, termasuk beberapa butir kelapa yang sudah dikupas mohak.

“Jangan repot-repot, Teh. Buat di sini saja, kita kalau mau tinggal beli di jalan.” Yuli malah berbalik membantu Bu Nisma yang kerepotan.

“Hus! kamu harus bawa ini. Kalian juga harus mencicipi hasil dari sawah dan kebun Bapak, karena kalian juga berhak. Jangan sedikit-sedikit beli, sayang uangnya."

"Maafkan kalau Andrea merepotkan selama di sini, Teh."

"Apa sih, Yul. Enggak kok, Teteh senang Andrea di sini. Teteh jadi punya teman ngobrol. Kamu tahu sendiri, Dodo senangnya keluyuran. Tidak pernah ada di rumah."

Yuli tersenyum. "Maaf juga saya baru bisa menjemput, banyak banget pekerjaan yang harus diselesaikan dulu."

"Iya, Teteh ngerti kok. Udah sana, bangunkan lagi si Neng! Sebentar lagi Teteh bikinin nasi goreng kesukaannya."

Walau tidak enak, Yuli tidak bisa menolak, Bu Nisma adalah kakak satu-satunya almarhum suaminya yang juga sudah menjanda.

“Do, kamu bawa ke mobil, nih!” perintah Bu Nisma kepada anak laki-lakinya yang sedang melihat-lihat sarapan di meja makan. Dodo pura-pura tidak mendengar, malah mengeloyor ke depan televisi dan menonton.

Bu Nisma geleng-geleng kepala, tetapi membiarkan anak laki-lakinya itu begitu saja.

"Heran, sejak datang ke sini perlakuannya sudah seperti ke putri raja," gumam Dodo. Kesal kepada ibunya, memperlakukan sepupunya yang sedang liburan di rumahnya, melayaninya melebihi ke anaknya sendiri.

Ibunya sengaja meliburkan semua pembantu, demi melayani anak dari pamannya itu. Rela masak dan bersih-bersih sendiri, padahal itu tidak pernah dilakukannya selama ini. Mereka terpandang di kampung ini, warga menyebut mereka juragan.

"Do, bantuin dong!" Bu Nisma kerepotan membawa kantong besar. Terlihat lelah dari raut wajahnya.

"Lho, bukannya itu keinginan Mbu, melayani sendiri anak manja itu?" Dodo malah melawan. "Pake meliburkan para pembantu segala."

"Do, jangan keras-keras, tidak enak sama Bibi dan adikmu!"

"Bodo amat." Dodo mengganti-ganti saluran televisi sambil rebahan di sofa.

"Mbu kan sudah bilang, Andrea di sini hanya liburan doang, kita harus menjaga dan merawatnya dengan baik. Dia amanat dari paman kamu."

"Lebay banget sih, Mbu! Dia sudah gede kali."

"Sudah sudah! Bosen, Mbu dengar kamu protes melulu." Bu Nisma berlalu ke dapur.

"Aku juga bosen, dengar Mbu bela dia terus," ketus Dodo.

Di kamar depan, adegan wajah tegang juga terjadi dari ibu seorang gadis yang susah dibangunkan.

Andrea Indah Sari, gadis manis dan berwajah imut, usia kelas sebelas. Sementara ini, kemanisannya sedikit memudar, karena sedang menikmati pulau kapuk bergaya kayang, dengan mulut sedikit mangap.

Hawa pegunungan yang sejuk selalu membuatnya malas bangun. Ibunya hampir senewen bolak-balik membangunkan sampai harus menyalahkan leluhurnya seperti tadi.

“Bangun, Ndre! Ngga malu apa sama ayam? Tuh sudah cari makan sejak subuh, ini malah tidur lagi." Yuli menarik selimut Andrea.

"Ayo sekalian beres-beres barang! Kita berangkat pagi biar tidak kena macet ... Ayo dong, Ndre! Ini ke lima kali lho Ibu bangunin. Mobilnya hanya disewa sehari, kalau sampai kena macet dan datang malam, Ibu harus bayar lebih ...,” omel Yuli lagi.

“Iiihh, Ibuuu... Sebentar lagi, aku masih ngantuk.” Andrea menggerutu, menarik selimut ke kepala.

“Ayo dong, Ndre! Kebiasaan deh kalau habis liburan malasnya kumat lagi.”

Tarik menarik selimut pun terjadi.

"Cepat! Libur telah usai," ujar ibunya lagi.

“Iya,” sahut Andrea, ogah-ogahan mengangkat badannya dengan mata masih terpejam.

Ibunya menggeleng, lalu pergi ke luar kamar.

Andrea membuka mata, dilihatnya sekeliling ruangan empat kali lima meter itu. Kamar itu terlalu nyaman untuk ditinggalkan.

Dia selalu memilih kamar almarhum kakeknya untuk tidur. Selain furniturnya antik, kamar kakeknya itu sangat nyaman karena Uaknya selalu merawatnya dengan baik.

Andrea menguap. Jam dinding menunjukkan waktu jam 8 pagi. Ibunya sudah terdengar kembali ngobrol di ruang makan setelah memastikan anak gadisnya itu bangkit dari peraduan.

Aroma nasi goreng campur terasi menyentuh hidungnya.

"Lapar," gumamnya.

Andrea menghitung dengan jarinya untuk menghitung berapa jam perutnya kosong. Terakhir dia makan mie instan itu jam 12 malam, sambil ngintipin Dodo kakak sepupunya nonton bola. Diambil dua jam untuk lambungnya mencerna jadi perutnya kosong sejak jam dua pagi dan sekarang sudah jam delapan.

"Pantas saja sudah lapar, kosong sepuluh jam," gumamnya sambil garuk-garuk kepala.

Kalau ingat hitung menghitung, Andrea jadi teringat Bu Anis guru matematikanya.

Ah, dia jadi rindu guru, dan teman-teman sekolahnya.

Tenang, gaes, i’m home today, batinnya.

Jendela kamar sudah terbuka lebar, menyebarkan hawa segar. Andrea berjalan mendekati jendela. Memandangi hamparan sawah, seperti permadani yang mengalasi megahnya gunung di atasnya.

Ya, rumah kakek Andrea ada di kawasan kaki gunung. Dari jendela itu Andrea bisa memandang gunung yang seolah menjaga kawasan di bawahnya. Terdiri dari beberapa puncak gunung dengan ketinggian berbeda.

Kalau cuaca cerah dan tanpa awan, Andrea bisa melihat tiga puncak berderet di sana, salah satunya bentuknya unik, seperti punggung yang bungkuk, Andrea suka memandanginya, karena mirip haseupan uaknya.

Menjatuhkan pandangan dengan jarak lebih pendek, mata Andrea tertumpu pada kolam ikan besar.

Ada rona menyesal di matanya. Dulu, kolam itu dihuni ikan-ikan peliharaan kakeknya yang sangat banyak. Ketika diberi makan, ikan-ikan itu berebut makanan seperti tidak pernah kenyang.

Sekarang kolam itu kering, mungkin lebih pas disebut lobang lebar. Lumpurnya sudah memadat karena sudah sering dipakai bermain anak-anak kampung bermain bola. Menyisakan bambu lapuk, tempat duduk kakeknya dulu.

Kakeknya suka memanggil dari balik jendela ini ketika tidur siangnya terganggu karena jeritan Andrea ketika bermain dengan Dodo, sepupunya.

“Jangan main-main di pinggir kolam! Nanti nyebur!" Teriak kakeknya waktu itu.

Dan itu memang benar. Pernah suatu hari Andrea kecil jatuh ke dalam kolam besar itu karena main kejar-kejaran dengan Dodo. Andrea yang belum bisa berenang hampir tenggelam, kalau saja tidak ada kakeknya yang menolong.

Dodo kena omel sang kakek, lalu pundung di dekat kandang ayam, Andrea dengan sukarela menemaninya, sampai Dodo tersenyum lagi. Lalu keduanya menemui kakeknya untuk meminta maaf. Laki-laki tua berkharisma, seorang mantri hutan yang disegani itu memeluk mereka dengan penuh kasih.

Andrea tersenyum mengingat kejadian itu. Sekarang yang tersisa hanya kolam kecil di sudut taman, dihuni ikan-ikan hias peliharaan Dodo.

Andrea sayang sekali dengan kakeknya, dan Dodo. Masa kecilnya sangat menyenangkan, bertabur kasih sayang dari kakek dan kakak sepupunya, walaupun ayahnya sudah tiada sejak dia bayi.

"Sudah, kamu jangan menangis, Aa akan selalu jaga kamu," kata Dodo dulu, kalau Andrea sedih.

Andrea merasa sangat nyaman, ketika Dodo mengusap air matanya dan memeluknya. Kehangatan kasih sayangnya masih terasa sampai sekarang.

Ah, indah sekali waktu kecilnya. Andrea merasa aman dan nyaman waktu itu. Sebelum kakeknya tiada, menyusul ayahnya, dan sebelum Dodo berubah jutek bin menyebalkan seiring waktu.

Senyum Andrea berubah manyun, mangingat perlakuan Dodo terhadapnya sekarang.

Memang, sejak kakeknya meninggal, ibunya membawanya tinggal di kota, karena mendapat panggilan kerja. Setelah itu, hanya liburan yang bisa membawanya ke rumah besar ini. Jadi, Andrea tidak mengerti kenapa kakak sepupunya jadi seperti itu. Seperti musuh abadi untuknya.

Tidak ada senyum, apalagi sapa. Yang disodorkan Dodo hanya wajah asam, paling sering melengos. Adapun kata yang terucap, bantahan, dan celaan. Membuat sakit hati.

Tetapi dia tidak ambil peduli, yang penting sekarang uaknya sangat sayang kepadanya. Membuat liburan-liburannya tetap menyenangkan.

Selesai melamun, Andrea beranjak, karena tiba-tiba juga tercium aroma ikan asin menyengat hidung, membuat usus di perutnya semakin meronta minta jatah pagi.

Setengah berlari Andrea menuju pintu kamar, tanpa sengaja bahunya menyenggol lemari besar. Sebuah benda melayang jatuh dari atas lemari, Andrea sigap menangkapnya.

"Upsss ...."

Dia mengusap-usap dadanya karena kaget. Sebuah botol kaca setinggi geretan ada di tangannya.

“Lucu banget." Andrea melemparkan botol itu ke kasur, karena takut didemo lebih anarkis oleh ususnya.

(Andrea tidak tahu, benda itu yang akan jadi kunci dalam memecahkan masalahnya nanti)

bersambung

Terpopuler

Comments

ᴘɪᴘɪᴡ ❶ ࿐ཽ༵ ᴮᴼˢˢ

ᴘɪᴘɪᴡ ❶ ࿐ཽ༵ ᴮᴼˢˢ

Mampir disini thor

2020-09-18

0

Maricha

Maricha

aku mampir kaka

2020-09-02

1

ig : skavivi_selfish

ig : skavivi_selfish

ninggal jejak kak 😊

2020-08-24

0

lihat semua
Episodes
1 Bagian 1 Libur Telah Usai
2 Bagian 2 Obrolan di Meja Makan
3 Bagian 3 Drama Warisan Keluarga
4 Bagian 4 Penghuni Kelas Angin Ribut
5 Bagian 5 Tamu Tak Diundang
6 Bagian 6 Pembunuh Berantai?
7 Bagian 7 Bertemu Suruhan Leluhur
8 Bagian 8 Mereka Tidak Melihatnya
9 Bagian 9 Tugas Matematika
10 Bagian 10 Sisi Baik VS Sisi Buruk
11 Bagian 11 Diskusi Tidak Bertepi
12 Bagian 12 Nakas dan Rahasia
13 Bagian 13 Belajar Mantra
14 Bagian 14 My Jin Ganteng
15 Bagian 15 Pesta Kucing
16 Bagian 16 Wujud Si Belang
17 Bagian 17 Bertemu Gigit
18 Bagian 18 Penjaga Setia
19 Bagian 19 Dalam Kerumitan Matematika
20 Bagian 20 Kembali ke Gembok
21 Bagian 21 Kebaperan yang Hakiki
22 Bagian 22 Digetok Tusuk Konde
23 Bagian 23 Ojek Handsome
24 Bagian 24 Merayu Guru Kesayangan
25 Bagian 25 Persahabatan, dan Perjalanan Jalur Selatan
26 Bagian 26 Golok, atau Sendal
27 Bagian 27 Cewek Indigo
28 Bagian 28 Lee Min Hoo Mah Lewat
29 Bagian 29 Princes Lapangan
30 Bagian 30 Penyelidikan Awal
31 Bagian 31 Persaingan Semakin Panas
32 Bagian 32 Takut Jatuh Cinta
33 Bagian 33 Jatuh Cinta Kepada Penghuni Tusuk Konde
34 Bagian 34 Terkungkung Perjanjian
35 Bagian 35 Kejamnya Penolakan
36 Bagian 36 Dianggap Pecapacor
37 Bagian 37 Kesurupan Masal
38 Bagian 38 Hikmah di Balik Kesurupan Masal.
39 Bagian 39 Melipirkan Rasa Kedua Kali
40 Bagian 40 Hangat Untuk Semua Orang
41 Bagian 41 Lelaki Patah Hati
42 Bagian 42 Sowan Kedua Kalinya
43 Bagian 43 Hati yang Terpotek
44 Bagian 44 Kehadiran Marvel
45 Bagian 45 Menjalani Hukuman
46 Bagian 46 Renungan Sang Guru
47 Bagian 47 Jengkol vs Petai
48 Bagian 48 Teror Penculikan
49 Bagian 49 Meneror Peneror
50 Bagian 50 Menyergap Penculik Gagal
51 Bagian 51 Tumor Otak Stadium 1
52 Bagian 52 Tidur Tampan Sang Pangeran
53 Bagian 53 Menunggu Perintah
54 Bagian 54 Kehadiran Tante Dina
55 Bagian 55 Trek-Trekan Ala Zainal
56 Bagian 56 Dia yang Selalu Ada
57 Bagian 57 Ibunya Sadar, Dale Terpental
58 Bagian 58 Roti Bakar Kombinasi Rasa
59 Bagian 59 Sepupu Terketus
60 Bagian 60 Mengeroyok Biang Kerok
61 Bagian 61 Teka-Teki Persembahan Lyla
62 Bagian 62 Lempar Kacang Bawang
63 Bagian 63 Penculikan Kedua
64 Bagian 64 Aksi Penyelamatan
65 Bagian 65 Berkunjung ke Kampung, Menuju Gunung
66 Bagian 66 Bertemu Kelompok Zigonk
67 Bagian 67 Kesambet Zigonk
68 Bagian 68 Menginap, Mengendap
69 Bagian 69 Duo Bidadari Bangun dari Tidur
70 Bagian 70 Dejavu
71 Bagian 71 Tersentuh Penyusup Subuh
72 Bagian 72 Ritual Pembebasan
73 Bagian 73 Reuni Kecil-Kecilan dengan Mantan Juragan Kecil
74 Bagian 74 Meminta Hak (Warisan)
75 Bagian 75 Gagal Berdosa
76 Bagian 76 Pulang
77 Bagian 77 Ancaman Maut
78 Bagian 78 Princes dan Anak Angon
79 Bagian 79 Rahasia Besar
80 Bagian 80 Luka Tak Berdarah
81 Bagian 81 Laporan Tidak Diterima
82 Bagian 82 Menginap di Hotel Berbintang
83 Bagian 83 Kehilangan Gigit
84 Bagian 84 Kejar-kejaran
85 Bagian 85 Kabar, Resah, dan Gelisah
86 Bagian 86 Ibu Berwasiat, Pembantu Dipecat
87 Bagian 87 Mandiri
88 Bagian 88 Antara Bogor, dan Malaysia
89 Bagian 89 Penampakan Bodyguard Tampan
90 Bagian 90 Duo Kepompong Hidup
91 Bagian 91 Dijemput Aparat
92 Bagian 92 Di Balik Jeruji Besi
93 Bagian 93 Anak Angon Saba Kota
94 Bagian 94 Nona Tanpa Wadah Susu
95 Pengumuman
96 Bagian 95 Teka-teki Anak Tiri
97 Bagian 96 Pagi yang Pedas
98 Bagian 97 Penawaran Pihak Lawan
99 Bagian 98 Melawan dengan Elegan
100 Bagian 99 Game Over
101 Bagian 100 Pesta Kebebasan
102 Bagian 101 Dodo dan Gigit Menghilang
103 Bagian 102 Andrea Lempar Bom, Gigi Menembak
104 Bagian 103 Menagih Janji
105 Bagian 104 TAMAT
Episodes

Updated 105 Episodes

1
Bagian 1 Libur Telah Usai
2
Bagian 2 Obrolan di Meja Makan
3
Bagian 3 Drama Warisan Keluarga
4
Bagian 4 Penghuni Kelas Angin Ribut
5
Bagian 5 Tamu Tak Diundang
6
Bagian 6 Pembunuh Berantai?
7
Bagian 7 Bertemu Suruhan Leluhur
8
Bagian 8 Mereka Tidak Melihatnya
9
Bagian 9 Tugas Matematika
10
Bagian 10 Sisi Baik VS Sisi Buruk
11
Bagian 11 Diskusi Tidak Bertepi
12
Bagian 12 Nakas dan Rahasia
13
Bagian 13 Belajar Mantra
14
Bagian 14 My Jin Ganteng
15
Bagian 15 Pesta Kucing
16
Bagian 16 Wujud Si Belang
17
Bagian 17 Bertemu Gigit
18
Bagian 18 Penjaga Setia
19
Bagian 19 Dalam Kerumitan Matematika
20
Bagian 20 Kembali ke Gembok
21
Bagian 21 Kebaperan yang Hakiki
22
Bagian 22 Digetok Tusuk Konde
23
Bagian 23 Ojek Handsome
24
Bagian 24 Merayu Guru Kesayangan
25
Bagian 25 Persahabatan, dan Perjalanan Jalur Selatan
26
Bagian 26 Golok, atau Sendal
27
Bagian 27 Cewek Indigo
28
Bagian 28 Lee Min Hoo Mah Lewat
29
Bagian 29 Princes Lapangan
30
Bagian 30 Penyelidikan Awal
31
Bagian 31 Persaingan Semakin Panas
32
Bagian 32 Takut Jatuh Cinta
33
Bagian 33 Jatuh Cinta Kepada Penghuni Tusuk Konde
34
Bagian 34 Terkungkung Perjanjian
35
Bagian 35 Kejamnya Penolakan
36
Bagian 36 Dianggap Pecapacor
37
Bagian 37 Kesurupan Masal
38
Bagian 38 Hikmah di Balik Kesurupan Masal.
39
Bagian 39 Melipirkan Rasa Kedua Kali
40
Bagian 40 Hangat Untuk Semua Orang
41
Bagian 41 Lelaki Patah Hati
42
Bagian 42 Sowan Kedua Kalinya
43
Bagian 43 Hati yang Terpotek
44
Bagian 44 Kehadiran Marvel
45
Bagian 45 Menjalani Hukuman
46
Bagian 46 Renungan Sang Guru
47
Bagian 47 Jengkol vs Petai
48
Bagian 48 Teror Penculikan
49
Bagian 49 Meneror Peneror
50
Bagian 50 Menyergap Penculik Gagal
51
Bagian 51 Tumor Otak Stadium 1
52
Bagian 52 Tidur Tampan Sang Pangeran
53
Bagian 53 Menunggu Perintah
54
Bagian 54 Kehadiran Tante Dina
55
Bagian 55 Trek-Trekan Ala Zainal
56
Bagian 56 Dia yang Selalu Ada
57
Bagian 57 Ibunya Sadar, Dale Terpental
58
Bagian 58 Roti Bakar Kombinasi Rasa
59
Bagian 59 Sepupu Terketus
60
Bagian 60 Mengeroyok Biang Kerok
61
Bagian 61 Teka-Teki Persembahan Lyla
62
Bagian 62 Lempar Kacang Bawang
63
Bagian 63 Penculikan Kedua
64
Bagian 64 Aksi Penyelamatan
65
Bagian 65 Berkunjung ke Kampung, Menuju Gunung
66
Bagian 66 Bertemu Kelompok Zigonk
67
Bagian 67 Kesambet Zigonk
68
Bagian 68 Menginap, Mengendap
69
Bagian 69 Duo Bidadari Bangun dari Tidur
70
Bagian 70 Dejavu
71
Bagian 71 Tersentuh Penyusup Subuh
72
Bagian 72 Ritual Pembebasan
73
Bagian 73 Reuni Kecil-Kecilan dengan Mantan Juragan Kecil
74
Bagian 74 Meminta Hak (Warisan)
75
Bagian 75 Gagal Berdosa
76
Bagian 76 Pulang
77
Bagian 77 Ancaman Maut
78
Bagian 78 Princes dan Anak Angon
79
Bagian 79 Rahasia Besar
80
Bagian 80 Luka Tak Berdarah
81
Bagian 81 Laporan Tidak Diterima
82
Bagian 82 Menginap di Hotel Berbintang
83
Bagian 83 Kehilangan Gigit
84
Bagian 84 Kejar-kejaran
85
Bagian 85 Kabar, Resah, dan Gelisah
86
Bagian 86 Ibu Berwasiat, Pembantu Dipecat
87
Bagian 87 Mandiri
88
Bagian 88 Antara Bogor, dan Malaysia
89
Bagian 89 Penampakan Bodyguard Tampan
90
Bagian 90 Duo Kepompong Hidup
91
Bagian 91 Dijemput Aparat
92
Bagian 92 Di Balik Jeruji Besi
93
Bagian 93 Anak Angon Saba Kota
94
Bagian 94 Nona Tanpa Wadah Susu
95
Pengumuman
96
Bagian 95 Teka-teki Anak Tiri
97
Bagian 96 Pagi yang Pedas
98
Bagian 97 Penawaran Pihak Lawan
99
Bagian 98 Melawan dengan Elegan
100
Bagian 99 Game Over
101
Bagian 100 Pesta Kebebasan
102
Bagian 101 Dodo dan Gigit Menghilang
103
Bagian 102 Andrea Lempar Bom, Gigi Menembak
104
Bagian 103 Menagih Janji
105
Bagian 104 TAMAT

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!