Andrea mendapati ibu dan uaknya di ruang makan.
“Hayu geulis sarapan dulu, mumpung masih hangat!” Bu Nisma tersenyum, membereskan rambut Andrea yang jatuh tidak beraturan di bahunya. Terlihat sangat menyayangi keponakan satu-satunya itu.
“Iya, Ua.”
"Tidak terasa ya sudah mau pulang lagi, padahal Ua masih kangen." Bu Nisma menyendok nasi.
"Tenang, Ua, kan liburan semester depan aku kesini lagi." Andrea mulai melahap nasi goreng kesukaannya.
"Iya, hobinya kan merepotkan." Yuli menyindir anak gadisnya.
"Yeyy, Ibu mah sirik aja."
"Emang iya kan? Kamu di sini pasti membuat repot," ujar Yuli.
"Ngga kok, Andrea juga suka bantuan Ua kok," bela Bu Nisma.
Andrea tersenyum, tapi bingung.
"Bantu apa?" tanya Yuli.
"Bantu menghabiskan stok terasi," kata Bu Nisma sambil tertawa. Diikuti ibunya.
Andrea merengut karena ditertawakan ibunya.
Dodo lewat.
"Aa ...." Andrea menyapa. Dia tidak pernah menganggap kejutekan Dodo jadi sesuatu yang akan merenggangkan hubungan mereka. Baginya hubungan keluarga ini adalah hal yang istimewa.
Dodo tidak peduli, dia masuk ke kamarnya. Lalu keluar lagi, menyambar kunci motor.
“Mau ke mana lagi, Do? Sebentar, Ibu mau bicara.” Bu Nisma bicara.
Mau tidak mau Dodo berhenti. "Bicara apa?" tanyanya, sambil melipat tangan jaketnya. Rambut spike di kepalanya membuat wajahnya terlihat semakin ganteng.
"Ada yang mau Mbu bicarakan," ujar Bu Nisma.
Dodo menyeret kursi meja makan, lalu duduk.
“Enak, ngga, A dijegal?" tanya Andrea. Seperti biasa, mengajaknya bercanda, walau tidak pernah ditanggapi.
Dodo tampak kesal mendengar Andrea bertanya. “Jadi kita rapat, Mbu? Kok mendadak, enggak dari kemarin-kemarin?” Dodo tidak menggubris pertanyaan Andrea.
“Ini tidak mendadak, sudah dipikirkan Mbu sejak lama, tapi baru diberi kesempatan saja berkumpul sekarang.”
“Ooh, ada apa sih, serius pisan, penting pisan, ya?” Dodo bicara dengan nada konyol.
“Do! Dengarkan dulu Mbu ngomong!” ucapan Bu Nisma meninggi.
“Iya nih, dengar dulu saja, Aa. Aku juga sibuk, biasa aja.” Andrea menyeletuk, entah kenapa dia senang sekali melihat wajah sepupunya itu kesal berlipat-lipat. Ada lucu-lucunya gitu.
“Sibuk manja aja bangga,” gumam Dodo.
“Daripada bangga ngejomlo," sahut Andrea, lidahnya melet. Tetapi Dodo malah semakin kesal.
“Mulai deh, Ndre!” Yuli melotot ke arah Andrea, ngeri juga melihat Dodo yang terlihat kesal ke Andrea.
“Apa, wekk ....” Andrea malah menantang tatapan Dodo.
“Andrea Indah Sari, bisa diam kan?" Yuli bicara sambil geleng-geleng kepala melihat kelakuan anak gadisnya itu.
“Sudah-sudah!" Suara lembut Bu Nisma menjadi pengurai.
Andrea dan Dodo yang mulai memasang wajah perang segera menghentikan aksi mereka.
"Begini, mumpung ada Yuli dan Andrea di sini, sebenarnya ada sesuatu yang ingin disampaikan kepada kalian, sekalian Dodo juga.” Bu Nisma berhenti bicara, menarik nafas dalam-dalam.
"Duh, aku kok jadi deg-degan." Andrea menatap wajah Bu Nisma, ibunya, dan Dodo bergantian.
"Ndreee ...." Yuli menyimpan telunjuk di mulutnya. Andrea buru-buru menyumpal mulutnya dengan kerupuk, tetapi suasana malah jadi janggal, suara kerupuk beradu dengan giginya memecah ketegangan.
Kresss ... Kresss ....
Bu Nisma menunggu Andrea menghabiskan kerupuknya.
“Selama ini kita tidak pernah membahasnya, dan kalian juga sepertinya tidak terlalu mau tahu, tapi sepertinya sekarang saatnya kita membicarakan warisan Bapak."
"Oohh." Dodo tersenyum sinis. "Warisan rupanya, bener tuh, bagi-bagi saja, biar semuanya jelas, dan kita hidup masing-masing."
"Aldo Pribadi! Diam dulu kalau Mbu sedang bicara!" Sekarang giliran Bu Nisma menegur anaknya.
Aldo terdiam, tetapi wajahnya masih jutek sejutek-juteknya.
"Terus terang saja, peninggalan Aki sekarang tidak terurus. Kolam kering, sawah disewakan, kebun sudah mirip leuweung geledegan, penggilingan padi jarang beroperasi. Kalian tahu sendiri, Aki paling tidak suka kebun yang tidak terawat, sawah tidak menghasilkan, apalagi binatang peliharaannya punah. Saya dan Dodo ternyata tidak sanggup mengurus peninggalan orang tua.” Bu Nisma bicara dengan suara parau, seperti menahan tangis.
Andrea menghentikan menyendok nasi di piring. Yuli menunduk, sedangkan Dodo memandang ke luar jendela kaca. Pikirannya entah ke mana.
“Maka dari itu, lebih baik kita jual saja, hasilnya kita bagi saja menurut pembagian tata cara agama kita," lanjut Bu Nisma.
Tidak ada yang bicara. Hanya ada suara sendok Andrea yang mulai beradu lagi dengan piring.
Andrea baru sadar, dia pemecah hening, lalu segera melanjutkan makan. Dia paling tidak suka suasana mengharukan.
“Jadi Mbu mau menjual warisan Aki?” akhirnya Dodo bersuara.
“Menurut kamu?"
"Baguslah. Jual saja!"
"Maka dari itu kita bicara sekarang di sini. Peninggalan Aki bukan hanya milik kita, tetapi juga ada hak Andrea."
"Iya, aku tahu. Bagikan saja secepatnya. Setelah itu, kita hidup masing-masing. Bagian Om Danu suruh mereka bawa ke kota." Dodo bangkit dari duduknya.
"Bi Yuli senang bukan?" lanjutnya, menatap Yuli.
Andrea terkejut, Dodo akan bersikap tidak sopan seperti itu kepada ibunya.
"Aa yang sopan ya sama ibuku!" Andrea melotot. Dia tidak mempermasalahkan sikap sepupunya itu terhadapnya, tetapi tidak terima jika ibunya juga dijutekin seperti itu.
"Kenapa? Ada yang salah?" Dodo menggarang.
"Maksud Aa apa?" Andrea berdiri.
"Eeh, apa-apaan ini, kok malah pasea. Stop! Kalian teh sudah besar, tetapi malah kayak anak kecil." Bu Nisma melerai.
"Kalau Mbu mau bagikan warisan Aki, silakan, aku setuju." Dodo masih emosi. "Tetapi rumah ini harus jadi milik kita."
"Sayangnya semua harus dijual, Do. Dan kita juga mungkin akan pindah ke kota," ujar Bu Nisma.
"Mbu apa-apaan sih?" Dodo terkejut. "Ngapain kita pindah, aku ngga mau pindah dari rumah ini!"
"Lho, kan tadi kamu sendiri yang bilang, bagikan saja, susah kan kalau membagikan mentahnya bulat-bulat, tidak akan adil untuk Andrea." Bu Nisma sedikit ngotot, membuat Dodo semakin berang. Ibunya terus saja membela Andrea.
"Pokoknya aku tidak mau pergi dari rumah ini," kata Dodo, matanya berkaca-kaca. Dia masih tidak mau terima, warisan kakeknya punah begitu saja. Dari dulu dia sangat mencintai kakeknya.
Andrea tertegun, dia juga merasakan apa yang dirasakan Dodo.
"Ua, A Dodo benar. Rumah ini jangan dijual. Aku juga tidak mau, pasti Aki juga tidak mau harta warisannya habis begitu saja." Andrea bicara.
Selama beberapa saat tidak ada yang bersuara.
"Terus, kalau warisan Aki tidak dijual, kamu mau mengurus warisan aki? tiap hari keluyuran begitu." Bu Nisma menatap Dodo.
Dodo melengos.
"Mbu tidak akan menjual semua ini kalau kamu atau Andrea mau mengurusnya dengan baik."
“Kok aku, Ua? Aku kan masih sekolah.” protes Andrea.
"Ua kan hanya menawarkan."
"Enggak ah, Aa Dodo saja yang nganggur." Serasa disediakan senapan, Andrea langsung menembak telak Dodo, tetapi yang ditembak sedang tidak mood meladeni adik sepupunya itu, dia mengeluarkan kunci motor dari saku celananya.
Tiba-tiba Dodo berdiri dari meja makan, badannya menggeser kursi seolah sebuah protes. Pelan sih tapi lumayan membuat piring-piring di atasnya berbunyi. “Ya sudah, jual saja! riweuh pisan." Tanpa menunggu lama lagi Dodo pergi ke luar.
“Kamu lihat sendiri kan, Yul? Teteh tidak tahu harus bagaimana lagi melihat kelakuannya ....” Bu Nisma menghela nafas panjang. Yuli tersenyum kecil. Bu Nisma dan Yuli saling pandang.
Tinggal Andrea yang menjadi tidak berselera makan, pikirannya campur aduk, bingung harus bagaimana. Dia pamit ke kamar.
Bagaimanapun mengesalkannya sikap Dodo, dia adalah satu-satunya saudara baginya.
Berbeda dengan dulu, sekarang Dodo semakin menyebalkan. Padahal setiap liburan tiba, tujuan Andrea adalah menemuinya, ingin menghabiskan waktu seperti waktu kecil dulu. Andrea jadi semakin sedih, sekarang Dodo benar-benar tidak menyayanginya lagi.
Kini uaknya akan menjual seluruh warisan, dan mereka pasti akan semakin jauh. Andrea tidak menginginkan itu, keluarga dia dari pihak ayahnya hanya Bu Nisma dan Dodo saja, karena kakek dan neneknya hanya mempunyai dua orang anak saja, ayahnya dan uaknya itu.
“Ndre, udah beres? Ditunggu di depan ya,” panggil ibunya.
Andrea yang masih duduk di pinggir ranjang segera menyambar ranselnya, lalu tergesa memasukkan hoodie dan syal yang berserakan di kasur ke dalam ransel. Andrea gadis cantik, tetapi penganut malas melipat. Dia mengikat rambutnya, lalu kaluar kamar.
Ibunya sudah menunggu di teras, mereka akan berpamitan.
“Jaga diri kalian baik-baik ya.” Bu Nisma memegang pundak Yuli.
“Iya, Teteh juga ya. Jaga kesehatan, jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Kapan-kapan kita ke sini lagi.”
Keduanya berpelukan hangat. Tidak seperti Andrea, ketegangan obrolan di meja makan tadi tidak membekas sama sekali di mata mereka.
"Kamu jangan terlalu capek, Yul, lihat sekarang kamu kurusan." Bu Nisma meneliti tubuh adik iparnya. Yuli hanya tersenyum.
Andrea melihat-lihat berkeliling, mencari Dodo. Kalau waktu kecil Dodo suka pundung di dekat kandang ayam, sekarang dia tidak tahu harus mencari kemana, karena kandang ayam kakeknya sudah dipugar menjadi kandang mobil kolbak.
"Si Aa kemana ya?" tanya Andrea.
"Sudah biarin saja, nanti juga kalau lapar dia akan pulang," kata Bu Nisma.
"Kalau begitu, pamitkan saja ya, Teh. Semoga Dodo marahnya tidak berkepanjangan," kata Yuli. "Dan semoga, rencana kita berhasil," bisik Yuli ke telinga Bu Nisma.
"Kamu doain saja," bisik Bu Nisma.
Andrea melihat heran ke arah ibu dan uaknya. Sudah kayak ibu-ibu komplek bergosip.
Bu Nisma melepas kepergian Andrea dan ibunya.
"Hati-hati menyetir," ujarnya, sambil melambaikan tangan.
Sementara itu, sepasang mata Dodo mengawasi gerak mobil dari balik pohon malaka besar, tatapannya menyorotkan kesal, cemburu, dan dendam.
"Rasain tuh peliharaan baru, biar ada mikirnya hidup, Lu. Anak manja," gumamnya. Senyuman sarkas tersungging di bibirnya.
Bu Nisma menjatuhkan bokongnya di sofa, mengurut leher. Bermain drama selama satu minggu lebih membuatnya letih.
Dia mulai menghubungi *badeg*anya.
"Ohen, kembali bekerja, panggil si Ecin. Aku capek sekali."
"Baik, juragan." Terdengar suara Mang Ohen, pegawai setianya.
bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 105 Episodes
Comments
Nay⚘
like part tertinggal kak
2020-09-05
0
❄♌●_●Putri Hαlu●٩ ˘ ³۶♥♌❄
like rate5
next
2020-08-26
1
Yhu Nitha
like n rate5
2020-08-24
1