Pewaris Sebenarnya
Perlahan senja berganti malam, tapi orang yang ditunggu Dafi belum juga datang. Di antara keremangan lampu jalan, remaja lelaki berusia 15 tahun itu celingukan mencari sang tuan yang akan memberinya pekerjaan.
"Katanya jam enam. Ini udah jam tujuh lebih kok belum datang juga. Apa bapak itu membohongiku?" gumam Dafi kesal.
Pagi tadi, saat sedang ngamen bersama Ica, seorang pria memanggil Dafi dan mengatakan bahwa majikannya akan memberikan pekerjaan. Setelah memberitahukan tempat yang harus ia datangi, Dafi tak sempat bertanya karena pria itu bergegas pergi.
"Huft." Satu helaan napas kasar dibuang Dafi. Bersamaan dengan itu, sebuah mobil membunyikan klakson dan membuat Dafi terperanjat.
"Dasar orang kaya, mengagetkan saja," gerutunya sembari mengusap dada.
Kening Dafi berkerut dengan mata yang menyipit saat menyadari mobil itu rupanya berhenti di dekat posisinya berdiri. Karena penasaran, meski silau Dafi coba untuk memastikan siapa yang mengemudi.
"Itu 'kan bapak yang tadi pagi," batinnya. Dafi pun berjalan mendekati mobil itu.
Dari dalam mobil, sang pengemudi memberikan isyarat dengan ibu jari agar Dafi menghampiri orang yang duduk di belakangnya. Dafi menurut meski merasa heran karena seseorang itu tidak memperlihatkan wajahnya.
"Selamat malam, Tuan," sapa Dafi ramah pada seseorang dibalik kaca jendela mobil yang dibuka hanya seperempatnya saja.
Dafi terlihat bingung saat dari sela kaca ada sebuah bungkusan hitam yang panjangnya hanya sejengkal tangan, dan sebuah amplop di atasnya.
"Antarkan paket ini pada seorang pria berbaju merah di bawah jembatan S. Dia akan mengenalimu, dan terima itu sebagai imbalannya." Dari suara bariton yang didengar Dafi, jelaslah bahwa yang memberinya tugas itu adalah seorang pria dewasa.
"Baik, Tuan," angguk Dafi sembari menerima paket itu meski ia sendiri merasa ragu.
Dafi membuka amplo berwarna cokelat yang ia terima. Ia mengintip ke dalam amplop dengan sebelah mata yang picingkan.
"Waah! Uang," pekik Dafi senang di dalam hati.
Dafi tersenyum lebar dan hendak mengucapkan terima kasih.
"Terima kasih, Tu-." Dafi tertegun, belum selesai ia berucap, mobil itu telah berlalu.
"B 4L DI," batin Dafi menggumamkan plat nomor mobil itu.
Dafi mengangkat sedikit pundaknya. Ia tak mau ambil pusing memikirkan siapa pria yang memberinya tugas malam ini.
Dafi kembali mengintip lembaran uang dalam amplop itu, dan kali ini merogohnya.
"Berapa ya?" gumamnya.
Kedua mata Dafi terbelalak sesaat dan langsung celingukan. Ia takut ada yang melihat dan mengambil uang itu darinya.
Dafi memasukkan amplop itu ke dalam saku jaket denim lusuh yang ia kenakan. Bagai mendapat 'durian runtuh', Dafi tersenyum lebar karena akhirnya mendapatkan uang untuk pengobatan ayahnya yang sudah sebulan ini terbaring sakit di rumah.
"Pria baju merah di bawah jembatan S. Sebaiknya aku pergi sekarang. Paket ini pasti sangat penting karena upahnya juga besar," ujarnya senang.
Tanpa pikir panjang, Dafi menghentikan sebuah angkutan kota yang melintas di sana. Jembatan S tidaklah jauh, hanya sekitar sepuluh menit dari tempatnya saat ini.
"Ayo, naik. Mau ke mana?" tanya supir angkot yang sudah familiar dengan sosok Dafi.
"Ke jembatan, Bang," sahutnya. Dafi duduk di dekat pintu keluar meskipun angkot itu tidak banyak penumpang.
"Tumben malam-malam ke sana. Mau ngapain? Mau ngamen? Kok sendirian? Kemana anak perempuan yang biasa sama kamu?" tanya supir itu lagi.
"Nggak ngamen, Bang. Ada perlu sebentar," sahut Dafi masih dengan raut wajahnya yang senang.
"Hati-hati, di sana nggak aman. Suka ada anak-anak geng motor yang nongkrong."
"Iya, Bang. Cuma sebentar kok," angguk Dafi.
Supir itu pun kembali fokus mencari penumpang di sepanjang jalan yang dilaluinya.
Dafi tersenyum lebar. Supir itu mengingatkannya pada Ica, anak tetangga yang selalu ikut ngamen bersamanya.
"Pulang nanti, aku akan belikan Ica gulali warna-warni besar di toko itu. Ica pasti senang," batin Dafi riang.
Tak lama kemudian ....
"Di depan, Bang." Angkot itupun berhenti. "Makasih ya, Bang," ucapnya kemudian.
"Siap. Kalau sudah selesai, cepat pulang," pesan supir itu.
Dafi mengacungkan ibu jari sambil mengangguk cepat. Setelah angkot itu berlalu, Dafi menyebrangi jalan untuk sampai di bawah jembatan S yang merupakan salah satu jembatan layang di ibukota.
Dafi menyusuri keremangan malam di bawah jembatan. Ia celingukan mencari sosok pria berbaju merah yang katanya akan mengenali dirinya sebagai pengantar paket itu.
Dafi yang terbiasa hidup di jalan tak merasa takut dengan suasana saat itu. Meski diakuinya ada beberapa pria yang terlihat tidak ramah dengan kepulan asap rokok berada di sepanjang tempat tersebut.
"Apa dia orangnya?" gumam Dafi saat tatapannya tertuju pada sosok pria berbaju merah yang sedang duduk di bawah lampu jalan sambil menyesap rokok.
Di saat yang bersamaan, pria itu menoleh. Lalu berdiri dan melangkah pelan mengarah pada Dafi sembari membuang sisa rokok dari sela jarinya.
"Pasti dia," ujar Dafi sangat yakin.
Dafi senang karena tugasnya akan selesai, dan akan segera pulang membawakan gulali yang selalu Ica khayalkan.
Dafi berjalan cepat, namun kemudian ia mendengar suara sirine mobil polisi yang semakin keras karena sepertinya akan melewati jalan itu. Dafi menghentikan langkahnya dan menatap bingung pada pria tadi yang langsung berlari.
"Bang, tunggu! Ini paketnya!" seru Dafi yang kemudian berlari mencoba untuk menyusul pria itu.
Dafi tersentak merasakan ada yang menarik kuat jaketnya dari belakang.
"Mau coba kabur kamu ya!" hardik seorang pria dengan nada tinggi.
Dafi yang belum mengerti situasinya saat itu meronta sembari memegang kuat paket berbungkus hitam karena teringat akan tugas yang diberikan tuannya.
Bugh.
Satu pukulan keras diterima Dafi di bagian tengkuknya. Dafi spontan meringis menahan sakit serta kepala yang tiba-tiba saja terasa pusing.
"Diam, dan jangan melawan!" bentak pria itu lagi. Dugaan sementara, pria itu merupakan polisi berpakaian preman. Dafi kembali meringis saat kedua tangannya ditarik paksa ke belakang punggungnya.
Dafi pun pasrah. Ia hanya bisa menatap nanar bungkusan yang terjatuh dari tangan, juga beberapa lembar uangnya tergeletak di dekat kaki. Rupanya amplop itu jatuh saat Dafi meronta tadi.
Seorang pria lain menghampiri mereka dan mengambil paket dan amplop serta uang itu. Pria itu melihat ke dalam amplop, lalu membuka paksa paket tersebut.
Dafi lagi-lagi tersentak. Pria dihadapannya itu tiba-tiba menampar wajah Dafi dengan amplo miliknya sembari berkata, "Masih kecil sudah jadi kurir narkoba. Mau jadi apa kamu nanti heh? Bawa dia! Dan lakukan pemeriksaan! Kalau kamu ternyata 'make' juga, nggak ada ampun buat kamu," tegas pria itu sembari menatap tajam pada Dafi yang terlihat bingung dengan wajah memucat.
"Narkoba? A-apa maksudnya ini? Apa aku-." Dafi merasakan lututnya seketika lemas. Pikirannya kacau seiring suara sirine yang memekakan telinga. Dan di saat itulah bayangan wajah orang tuanya menyapa.
"Bu, Pak, Dafi nggak salah," batinnya lirih dengan kedua mata berkaca-kaca. Dafi membiarkan dirinya ditarik paksa masuk ke dalam mobil polisi.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 16 Episodes
Comments
Utinya AL Ghifari
hadir.
miris
2023-06-17
0
🌷𝙈𝙗𝙖 𝙔𝙪𝙡 ☪
hadirooh☝
baru tau ada novel baru ka El.. solanya udah lama putri yg tertukar ga up...
2022-12-08
0
Diana
hadir, thor☝️. setelah namatin tuan muda yg terhina mampir kesini mumpung eps nya masih dikit😬
2022-11-12
1