Bertemankan suara-suara binatang malam, Dafi yang memilih tidur di saung yang ada di dekat area pemakaman itu masih terjaga. Antara sedih, geram, marah, semua berkecamuk dalam dirinya setelah mendengarkan cerita mantan RT yang bernama Aman tersebut.
Dafi tak menyangka, di hari ia melarang ibunya berkunjung ke lapas merupakan hari kematian ayahnya. Dafi tak bisa bayangkan kesedihan yang dirasa ibunya saat itu.
Daerah itu dibeli Biantara Group dua tahun lalu. Dan sejak itu, tetangga kita banyak yang kembali ke tempat asal mereka. Ya walaupun sebagian ada yang masih di sini. Salah satunya Pak Rusman dan anaknya-Joni. Kamu ingat Joni? Bapak dengar Joni bekerja di proyek menara kembar itu.
Cerita Aman diakhiri dengan membahas perihal proyek menara kembar tersebut. Karenanya, Dafi mulai memikirkan cara agar bisa masuk ke dalam lingkaran Biantara Group.
Pagi harinya Dafi sudah mengunjungi makam bapak-ibunya. Ketika menemani Aman minum kopi juga singkong kukus di pos ronda, Dafi bertanya, “Kalau Ica kemana, Pak?”
“Ica? Kemana ya? Bapak juga nggak ingat. Pulang kampung kalau nggak salah,” sahut Aman sambil mencoba mengingat.
Dafi terlihat kecewa. Hal itu tergambar dari raut wajahnya yang sesaat terlihat sendu.
“Apa rencanamu, Dafi?”
“Saya belum tau, Pak. Tapi yang pasti saya mau nyari kerja.”
“Betul itu, Dafi. Setidaknya kamu harus bisa bertahan, dan ingat jangan mengulangi kesalahan yang sama. Jangan tergiur imbalan besar tapi pekerjaannya nggak jelas.”
“Iya, Pak. Saya akan cari pekerjaan yang pasti-pasti aja,” angguk Dafi yang kemudian menyesap kopinya sampai habis.
“Pak. Dafi pergi sekarang ya. Mumpung masih pagi.”
“Hati-hati ya, Dafi. Bapak cuma bisa mendoakan kamu, nggak bisa bantu.”
“Nggak pa-pa, Pak. Terima kasih banyak bapak sudah mau mengurus makam kedua orang tua saya. Kalau nanti saya punya rezeki, orang pertama yang akan saya ingat adalah bapak. Sekali lagi terima kasih. Tolong tetap membersihkan makam mereka ya, Pak,” pinta Dafi yang diangguki oleh pria itu. Setelah berpamitan pada istri Aman, Dafi pun meninggalkan area tersebut.
Dafi kembali ke tempat kemarin. Ia kini berdiri di pintu masuk proyek dan menatap ke arah para pekerja yang baru saja memulai pekerjaannya.
Bunyi klakson yang cukup nyaring mengagetkan Dafi. Ia menoleh, dan cepat-cepat melangkah mundur ke tepi untuk memberi jalan. Seorang security berlari ke arahnya. Setelah mobil itu berlalu, security itu bertanya, “Mas. Jangan di situ, ngalangin jalan. Memangnya mas ada perlu apa?”
“Saya mau nyari kerja, Pak,” sahut Dafi.
“Kerjaan apa? Di sini nggak bisa sembarangan masuk, Mas,” ujarnya sambil memperhatikan penampilan Dafi.
“Apa aja, Pak. Ngaduk semen, atau angkat-angkat barang apa aja juga boleh. Saya butuh banget, Pak. Bisa bantu nggak?”
“Gimana ya, Mas? Maaf, saya nggak bisa bantu. Apalagi hari ini ada Bos Mahendra. Bisa marah dia, Mas."
Di saat yang hampir bersamaan, terdengar suara gaduh di salah satu sisi gedung. Beberapa pekerja terlihat panik. Security itu berlalu begitu saja dari hadapan Dafi untuk melihat ada kejadian apa. Karena penasaran, Dafi pun mengikuti langkah security tadi.
"Mana mobilnya? Siapa yang akan menemai ke rumah sakit? Dua orang aja, nanti orang kantor nyusul ke rumah sakit." Seorang pria terlihat sibuk memberikan perintah. Dia adalah Mahendra, CEO Biantara Construction yang juga putra Renaldi–CEO Biantara Group.
Rupanya pagi ini telah terjadi kecelakaan kerja yang kemungkinan besar disebabkan oleh human error. Biasanya karena adanya prosedur kerja yang tidak ditaati atau keteledoran pekerja tersebut.
"Hei, Kamu! Kenapa nggak pakai helm? Mau nambahin masalah juga, hah? Mana helm kamu?" tanya Mahendra pada Dafi yang terlihat bingung.
“Sstt. Kamu … Dafi ‘kan?” tanya seorang pekerja yang tak lain adalah Joni.
Dafi menoleh dan tentunya mengenali teman lamanya tersebut. “Joni,” ucapnya.
“Sini ikut aku,” ajaknya sambil tersenyum masam pada Mahendra.
Dafi pun mengikuti Joni ke salah satu sisi tempat itu yang terbilang cukup sepi karena tak banyak yang berlalu-lalang di sana.
“Kamu kerja di sini, Daf? Kok aku nggak pernah lihat,” tanyanya.
“Pengennya sih begitu. Tapi katanya susah masuk sini.”
“Loh, tadi kata Bos Endra?”
“Kayanya dia salah paham deh. Aku baru nyari kerja di sini,” jelas Dafi sambil memperhatikan sekitar. Untuk sesaat Joni terdiam dan nampak memikirkan sesuatu.
“Kamu beneran mau kerja di sini?”
“Beneran lah. Aku nggak ada kerjaan, Jon.”
“Ya udah, ikut aku ketemu asisten mandor. Kalau mandor kayanya lagi ke rumah sakit.”
“Kamu mau bantu aku, Jon? Wah, makasih ya.”
“Jangan senang dulu. Berdoa aja semoga kamu diterima. Yuk!”
Dafi mengikuti langkah Joni menemui asisten mandor para pekerja di sana. Namanya Pak Nana. Pak Nana mengerutkan kening melihat Joni yang bukannya sudah mulai bekerja malah masih keluyuran dengan orang yang tidak ia kenal.
“Siapa, Jon?” tanyanya ketus.
“Teman saya, Pak. Namanya Dafi. Dia ingin ikut kerja. Boleh ya, Pak. Dia juga warga asli sini loh, Pak. Saya dengar pekerja itu sekian persen harus warga sekitar proyek. Jadi Dafi ini boleh ikut kerja ‘kan, Pak?” ujar Joni setengah menekan Nana.
“Beneran dia orang sini?”
“Beneran, Pak. Rumahnya dulu di sebelah sana, yang pas masuk gerbang. Ya ‘kan, Daf?” tanya Joni.
“Iya, Pak,” angguk Dafi.
“Ya udah ikut aja dulu. Nanti saya bicarakan sama mandor. Kebetulan kita mau ngecor dan kurang orang. Tapi kalaupun diterima mungkin hitungannya harian, itu juga saya nggak janji ya,” jelas Nana.
“Iya, Pak. Terima kasih banyak.” Dafi terlihat sangat senang, begitu juga dengan Joni. Meskipun dalam hatinya, Dafi tidak mengerti bagaimana cara perhitungan pembayaran upah kerja.
Joni membawa Dafi ke tempat di mana ia ditugaskan. Joni memberitahukan perihal Dafi pada rekannya yang kemudian meminta Dafi membantu mengangkat sak semen, sedangkan Joni ada di bagian lain bersama rekan-rekannya. Bersama beberapa orang lainnya, Dafi memindahkan semen-semen itu dari truk sampai ke tempat pengadukan.
Di sisi lain ….
Mahendra menelpon ayahnya untuk melaporkan kecelakaan kerja yang terjadi pagi ini. Meskipun hal seperti itu bukan hal baru, tapi bagi Mahendra yang baru satu bulan ini terjun langsung ke lapangan hal itu cukup mengganggu pikirannya.
“Biarkan PM (Project Manager) yang urus itu semua. Nanti ada orang kita yang akan menyelesaikan kelanjutannya. Sementara ini kau jangan ke proyek dulu untuk menghindari siapa tau ada wartawan yang meliput.”
“Oke, Pa. Kalau gitu Endra sekarang juga akan kembali ke kantor,” pungkas Mahendra.
Panggilan pun ditutup. Mahendra memanggil supirnya dan meminta segera kembali ke kantor.
Saat mobil yang membawa Mahendra berlalu meninggalkan area proyek, Dafi sempat melihatnya. Ia mulai bertanya-tanya, adakah hubungan pria yang mungkin seusianya itu dengan pria yang menjebaknya?
“Dafi. Kok malah ngelamun. Ayo kerja, masih banyak tuh,” tegur rekannya.
“Iya, Mas. Siap,” angguknya.
Di tempat lain ….
Setelah panggilan Mahendra diakhiri, ponsel Renaldi kembali berdering. Kening pria paruh baya itu berkerut melihat nama penelponnya adalah seseorang yang sudah lama tak berkomunikasi baik itu via telpon ataupun secara empat mata dengannya.
“Bima? Mau apa dia nelpon? Atau jangan-jangan ….” Renaldi menerima panggilan itu. Setelah saling menyapa untuk sekedar basa-basi, pria bernama Bima itu menyampaikan berita yang sempat dilupakan oleh Renaldi.
“Jadi kemarin dia bebas? Baiklah. Tunggu perintahku selanjutnya,” ucapnya bernada dingin dengan tangan yang dikepalkan.
_bersambung_
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 16 Episodes
Comments
Rhina sri
bikin penasaran.. semangat up nya thor jangan lama lama😁😁
2022-10-21
1
jack
semangat thor untuk apudate nya....kalo bisa bbrp bab/hari...💪💪💪💪💪💪
2022-10-20
1