WISH ...
Suara kicau burung yang menyambut datangnya mentari pagi, terdengar begitu indah dan hangat. Namun, semua itu berbanding terbalik dengan waktu yang dilewati seorang gadis di kamarnya saat ini.
Terdengar derap langkah kaki yang begitu kasar dan menghentak, semakin lama semakin jelas terdengar dan mendekat. Tak lama, pintu kamar gadis itu pun terbuka dengan lebar secara kasar. "Bangun Laura! Sudah jam berapa ini?" tanya suara pemilik langkah kaki itu seraya membuka tirai jendela dengan kekuatan penuh.
Gadis yang mendengar suara yang menegur dirinya itu pun segera membuka selimutnya sedikit, mengintip dengan wajah yang terlihat pucat. "Kepala Laura sakit, ma ...," kata gadis itu sedikit mengeluh kepada ibunya yang berdiri di depannya.
"Itu karena kamu malas bangun, Laura!" timpal sang ibu tanpa perasaan. "Jangan kebanyakan mengeluh?!" kata wanita itu mendidik dengan keras. "Lihat anak lain! Tak ada yang memiliki banyak keluhan seperti kamu," tambah wanita itu mulai membanding-bandingkan Laura dengan anak lainnya.
Gadis kecil yang memiliki paras indah itu pun tertutupi karena wajahnya yang pucat pasi. "Laura mandi dulu, ma," kata gadis itu menyerah. Biarlah sakit kepalanya dia tahan sebentar. Mungkin apa yang mamanya katakan memang ada benarnya, itu karena dirinya yang terlambat bangun di pagi hari.
"Yang cepat!"kata si ibu ketus. "Setelah itu sarapan lalu pergi ke tempat les!" lanjut wanita itu meninggalkan kamar anaknya tanpa peduli pada keadaan putrinya sendiri.
Laura menyeret langkahnya dengan pelan. Untuk pergi ke kamar mandi saja rasanya sangat susah bukan main. Penglihatannya beberapa kali terasa berputar karena sakit kepalanya yang tak tertahankan. "Aku bukan anak yang lemah!" gumam gadis itu mengguyurkan segayung penuh air ke atas kepalanya. Rasa dingin seketika menggantikan hawa panas yang tadi dia rasakan, badan gadis itu mulai menggigil kecil. Bibirnya bergetar, tapi gadis itu tak kenal lelah. Dia tetap menyelesaikan mandinya walau memerlukan waktu yang lebih lama.
"Astaga, Laura!" keluh si ibu begitu melihat anaknya turun. "Kenapa lama sekali?" tanyanya kesal. "Padahal baju yang kamu pakai hanya seperti itu!" lanjut wanita itu seraya memutar bola matanya tak suka.
"Maaf, ma. Laura lama karena airnya terasa sangat segar," kata gadis itu membalas ucapan ibunya disertai senyuman yang dipaksakan.
Sang ibu tak menanggapi senyuman anaknya, dia malah sibuk menaruh makanan ke piring Laura. "Sekarang makan yang banyak, setelah itu mama antar ke tempat les kamu," kata si ibu mengubah ekspresi wajahnya. Wanita itu tersenyum tipis seraya menatap anaknya. Senyum yang sering Laura dapatkan kalau dia menjadi anak yang penurut pada ibunya.
Laura mengangguk patuh, memakan sarapan yang telah disediakan oleh ibunya dengan lahap. Dia menggenggam obat sakit kepala di tangannya, rencananya gadis itu akan meminum obat yang dia bawa setelah sarapan.
...ೋ❀❀ೋ═══ • ═══ೋ❀❀ೋ...
Laura di antar ke tempat les, sang ibu mengatakan kalau dirinya akan berbelanja keperluan rumah sembari menunggu putrinya itu pulang. Laura hanya mengangguk mengiyakan, lagi pula apa pun yang dia katakan tak akan didengar atau bahkan dipertimbangkan sama sekali. Jadi lebih baik diam dan menerima semua putusan ibunya saja.
Beginilah kegiatan Laura saat liburan. Bukannya menikmati hari libur dan bermain, gadis itu malah mengisi liburannya dengan jadwal les yang padat. Semua itu karena tuntutan sang ibu yang menginginkan anak yang bisa menjadi kebanggaan baginya.
Laura tak bisa konsen mengikuti materi yang dijelaskan, kepalanya masih berdenyut sakit padahal dia sudah meminum obat tadi. Gadis berusia lima belas tahun itu pun menghela napas panjang, andai saja hal itu tak terjadi dia tak akan ditekan sekeras ini oleh ibunya. Yah, sebuah peristiwa yang beberapa tahun lalu terjadi dan merubah ibunya menjadi wanita keras dan penuh tuntutan.
Sebenarnya ibunya dulu tak sekeras ini. Mereka menikmati hari libur bahkan terkadang piknik bersama sesekali. Hanya karena sang ayah yang berkhianat, membuat ibunya menjadi figur yang sangat menuntut agar tak gampang disepelekan oleh orang lain.
Ayah Laura, Jamal. Dengan begitu tega dan tak berperasaannya membawa kabur seluruh tabungan ibunya. Pria yang sudah Laura lupakan wajahnya itu, pergi bersenang-senang bersama wanita lain dan tak pernah kembali sampai sekarang.
Dari sanalah semua kesulitan Laura berawal. Senyum di wajah gadis itu masih terlihat ceria, tapi semua itu tak ada yang tulus. Hanya berupa lukisan senyum formalitas saja, bukan dari hati Laura sendiri. Ibunya mulai menjadwalkan pendidikannya dengan keras, menuntut Laura untuk menjadi yang terbaik di antara yang paling baik.Laura merasa dirinya bukanlah seorang anak lagi, melainkan sebuah boneka yang dimainkan dan digerakkan oleh orang lain.
Laura dengan cepat beradaptasi, dia menerima perubahan perilaku ibunya. Semua tuntutan dan keinginan sang ibu dia turuti. Hanya agar ibunya bahagia, meski dirinya tak bisa membawa kembali ayahnya yang kabur. Dia ingin bisa membuat ibunya bangga dan tersenyum kepadanya seperti dulu. Senyum bahagia dan kasih sayang yang selalu dia dapatkan setiap saat, kini semua menguap laksana asap. Seperti imajinasi yang hanya terjadi di dalam mimpi, seakan tak pernah terjadi dan bukan kenyataan yang pernah Laura alami.
Sampai kapankah Laura bisa bertahan?
Sampai bila ibunya menutup hati dan terus saja menuntut kesempurnaan dari anaknya?
Siapa yang lebih dulu mengalah?
Atau semua akan berjalan seperti sekarang?
Laura sendiri tak tahu apa yang akan terjadi padanya di masa depan!
...°°°°°...
...══════❖•ೋ° °ೋ•❖══════...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Sri Astuti
sangat" memprihatinkan.. ibu yg terobsesi membuat putrinya serasa tak berjiwa
2022-10-14
1
Mr. Al
Jadi yang pertama ade...
Wah tidak nyangka pembukaan narasi nya bagus sekali
2022-10-12
0