Bungsu Yang Tak Dianggap
Namaku Aira. Aku anak bungsu dari 5 bersaudara. Kakakku yg pertama perempuan .Lulusan SMA, sudah menikah dan ikut suaminya di luar kota. Kakak kedua perempuan juga. Lulusan SMK, sudah bekerja dan menikah. Tinggalnya di satu tempat tapi masih satu kota dengan kami. Aku dan kedua kakakku yang masih tinggal serumah dengan orang tua.
Memang orang tuaku hanya mampu menyekolahkan anak-anaknynya sampai SMA /SMK. Karena ayahku hanya seorang guru yang sudah pensiun dini karena sering sakit. Dan untuk menambah penghasilan ibuku membuka warung makan di pinggir jalan dekat pasar pusat, kira-kira 1km dari tempat tinggal kami.
Oh ya.. ibuku mengharuskan anak-anaknya ikut membantu di warung kami. Karena ibu hanya menggaji 1 orang karyawan untuk membantunya. Sengaja supaya anaknya tidak bermalas-malasan atau main sehabis pulang sekolah. Tentu saja kami tidak bisa membantah. Padahal pulang sekolah kadang sudah terasa capek kalau pas ada olah raga atau ekstra kulikuler.
Bahkan untuk sekedar jalan-jalan ke mall atau santai di taman kota sambil ngemil sama teman itu aja ngga terpikirkan. Jika aku nekat pasti aku jadi terlambat berangkat ke warung makan. Alamat aku bakalan diomeli ibuku.
Tapi herannya, kalau kakakku mbak Nia nggak pernah diomeli kalau terlambat. Dia hampir tiap hari main sepulang sekolah. Tapi ibu nggak pernah komplain. Entah kenapa kalau aku sering dimarahi.
Terus ya, kakakku nomer 3 laki laki. Dia malah dibebaskan dari tugas membantu di warung makan. Dan dia juga satu-satunya anak ibuku yang bisa mengenyam bangku kuliah S1. Mungkin karena anak lelaki satu-satunya jadi ibuku sangat memanjakan Mas Bayu. Sekarang Mas Bayu bekerja sebagai guru SMP dan belum menikah.
Tahun lalu mbak Nia lulus SMA . Meskipun ibuku menawarinya untuk melanjutkan kuliah tapi mbak Nia menolak. Dia memilih kursus merias pengantin. Tentu saja masih tetap membantu di warung makan ibu. Karena kursusnya mulai jam 2 siang jadi pagi hari mbak Nia membantu ibu dulu. Nanti setelah aku pulang sekolah kami gantian. Aku yang meneruskan tugas membantu ibu dan mbak Nia berangkat kursus.
Karena warung makan ibu berada di sekitar pasar maka ngga bisa buka sampai malam. Jam 19.00 kami sudah tutup. Nah, waktu habis pulang dari pasar inilah yang sering aku gunakan untuk ketemu dengan Eva sahabatku. Sekedar mengobrol membahas teman cowok yang ada di kelas atau teman cewek yang kecentilan di sekolah. Kalau malam Minggu kadang aku dan Eva keluar makan bakso atau nonton bioskop. Tentu saja dia yang bayarin. Karena aku nggak pernah dikasih uang jajan berlebih oleh ibuku. Belajar hemat, itu alasan ibu.
Rumah Eva di samping rumahku. Kami berteman sejak SD tapi tidak pernah satu sekolah. Cita-cita kami bisa kuliah bareng di kota pelajar, Jogjakarta.
Kami pernah membahas ini ketika aku menginap di rumahnya. Memang aku sering tidur di rumah Eva. Untuk urusan ini orang tuaku tak pernah komplain. Karena orangtua Eva termasuk keluarga terpandang di desa kami.
" Besok setelah lulus SMA kita jadi kuliah bareng kan? " Eva bertanya padaku sore ini. Ujian sekolah tinggal sebulan lagi dan kami sedang belajar di rumahnya. " Entahlah, aku kok nggak yakin kalau aku bisa melanjutkan kuliah." jawabku. "Sepertinya ibuku nggak mendukung aku kuliah." lanjutku.
" Lho kok bisa. kamu sudah janji kan sama aku ! " Eva sewot. Tapi aku tak menjawab lagi. Dia pasti kecewa. Tapi aku sendiri tidak yakin. Akhir-akhir ini ibu sering mengeluh kalau warung makan berkurang pembelinya. Aku sih maklum karena ibu berjualan sudah 10 tahun lebih.
Waktu itu kakak pertamaku mbak Rina baru lulus SMA dan Mbak Tika masih sekolah di SMK. Ayah memutuskan pensiun dini karena sakit-sakitan dan Mbak Rina nggak bisa meneruskan pendidikan ke perguruan tinggi. Aku ingat waktu itu mbak Rina sampai menangis. Aku masih kelas 2 SD belum mengerti apa-apa.
Jika sekarang pelanggan sudah mulai berkurang tentunya karena sudah banyak saingan.
____________
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments