' Hai Aira ! " Sapa Mb Wiwit pemilik toko kelontong di samping warung makan ibuku. Sepertinya ia baru selesai makan siang. Karena kulihat dia meletakkan piring kosong di meja warung ibuku. Wajahnya memerah sepertinya kepedasan. " Hai juga mb Wiwit. Habis makan siang ya? " Aku balik menyapanya. " Iya nih, sambel tomatnya pedes banget. tapi enak " . jawab mb Wiwit seraya menjulurkan lidahnya. Ia pun masuk ke dalam tokonya.
Aku pun masuk ke warung dan mengambil piring bekas makan mb Wiwit dan juga piring kotor lain yang masih ada di atas meja. Ku bawa ke dapur sekalian akan kucuci. ibu sedang sholat dzuhur di bilik samping dapur warung makan ini. Mb Nia sudah bersiap mau berangkat ke tempat kursus. Ia sedang membetulkan jilbabnya. Kemudian ia mengambil tas selempangnya. " Udah mau berangkat mbak? " tanyaku. Mb Nia menoleh ke arahku " Iya. Tolong ini dicuciin sekalian ya, aku buru2. Soalnya mau beli keperluan kursus dulu " .
"Iya mbak ". Aku pun mengambil piring dan gelas kotor yang ada di meja dapur. Bekas makan mbak Nia. Mbak Sri karyawan ibu sedang membersihkan meja di depan. " Makan dulu Ra, itu masih ada ayam kepala kesukaanmu." Ibu sudah selesai sholat dan menyuruhku makan dulu Seperti biasa tiap pulang sekolah aku makan siang di warung. Ibu sudah menyiapkan ayam goreng kampung kesukaanku. Kadang bagian kepala kalau nggak ya paha, yang sudah dimasukkan ke dalam kuah pedas.
Menu andalan di warung makan ibuku adalah ayam goreng kampung dengan bumbu khusus yang rasanya lain dari warung kebanyakan. Tetapi aku lebih suka jika ayam yg sudah digoreng itu dimasukkan dalam kuah telur ceplok bumbu sambal goreng. Dan ibu sudah hapal itu.
"Ya bu. bentar Aira selesaikan dulu nyuci piringnya. " Walaupun tadi sudah makan bakso tapi aku tetap harus makan. Kalau aku bilang masih kenyang nanti ibu malah banyak tanya. Bukannya aku mau berbohong tapi aku cuma ngga ingin membuat ibu marah. Ya walaupun belum tentu juga sih. Ibu pun keluar untuk kembali melayani pembeli.
Karena dari tadi Mbak Sri yang sudah ada di depan. Dan sekarang gantian ibu. Mbak Sri masuk untuk sholat dzuhur.
Selesai membereskan dapur aku segera mengambil nasi serta lauk dan mulai makan. Setelah makan aku pun keluar untuk membantu ibu.
Ketika sedang menyuguhkan es teh pada pembeli, masuklah Mbak Wiwit. " Aira . Buatin teh panas dong. " . Kata mbak Wiwit seraya menghampiriku.
" oke. mbak. " Aku pun beranjak untuk membuatkan teh panas pesanan mbak Wiwit.
" Oh iya. kamu kan lulus tahun ini ya. Terus mau kuliah di mana " Tanya mbak Wiwit sambil mencomot bakwan di piring. Aku meletakkan teh panas di depan mbak Wiwit.
" Belum tahu mbak. " jawabku sambil duduk di samping mbak Wiwit. " Kalau bisa di Universitas Negeri aja. Di Jogja , Semarang atau Solo.".Saran Mbak Wiwit Aku hanya tersenyum.
" Rencananya aku mau ambil D2 aja mbak. Di kota ini aja ngga usah ke kota lain. Biar ngga usah ngekost." sahutku.
" Lho kenapa cuma D ?. Kakakmu aja dulu sampai S1 kan.? " Mbak Wiwit terkejut dengan ucapanku.
"Apalagi kamu anak bungsu. Pasti minta apapun bakalan dituruti sama orang tua. Lagian juga tinggal kamu ini yang masih sekolah. Nia cuma kursus kan" Mbak Wiwit bicara panjang lebar. Aku khawatir didengar ibu. Untung ibu lagi sibuk sama Mbak Sri melayani pembeli.
" Ya nggak lah mbak, sama aja. Meskipun bungsu bukan berarti apa2 dituruti." Aku menjelaskan pada Mbak Wiwit. Maksudku supaya mbak Wiwit tahu kalau aku ngga seperti yang dia pikir. Aku ga mau terkesan kalau aku ini manja dan selalu minta ini itu mentang2 anak bungsu. Padahal kenyataannya beda.
Bukan aku mau menjelekkan orang tua terutama ibu. Tapi faktanya memang seperti itu.
Dalam urusan baju ataupun keperluan sekolah. Ibu membelikan aku di toko yang ada di kota ini. Tapi kalau Mas Bayu dan Mbak Nia beda. Mereka pasti minta dibelikan di luar kota. Biasanya ibu lantas memberikan uangnya saja dan mereka berdua yg keluar kota untuk membelinya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 135 Episodes
Comments